medcom.id, Jakarta: Badan Keamanan Laut (Bakamla) punya sembilan parameter untuk mendeteksi pergerakan kapal yang diduga hendak melakukan kejahatan di laut.
"Kami punya alat berbasis satelit bernama BIIS (Bakamla Integrated Information System) untuk bisa menentukan apakah kapal itu hendak berbuat jahat atau tidak," kata Kepala Pusat Informasi Maritim Bakamla Arief Mediyanto, saat memberikan paparan atas kunjungan mahasiswa pascasarjana Program Studi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan (Unhan), ke Kantor Bakamla, di Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Kesembilan parameter itu antara lain, pertama kapal tak memberikan data spesifikasi lengkap pada vessel info. "Kita langsung curiga saat melihat ada kapal yang mengubah-ubah informasi yang tertera di vessel info," kata Arief.
Kedua, kapal berdiam diri di tengah laut lebih dari tujuh hari. Untuk kasus ini, kapal tersebut biasanya sedang mencuri ikan. Ketiga, barisan data di vessel info kebanyakan nol atau nihil. Keempat, pergerakan kapal bolak-balik tanpa singgah.
Lalu, kelima, gerakan kapal berputar-putar dan kembali ke semula. Keenam, kapal berlayar ke perbatasan wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE). "Mereka biasanya diam cukup lama, dan kembali masuk ke ZEE," ujarnya.
Mahasiswa Unhan saat berkunjung ke Kantor Bakamla. Foto: Istimewa
Ketujuh, kapal sering mematikan Automatic Information System (AIS) kemudian bertemu kapal lain. Arief mengatakan kapal di atas 30 gross tonnage (GT) harus mengaktifkan AIS sesuai dengan aturan internasional yang dikeluarkan Organisasi Maritim Internasional (IMO).
"Ini biasanya modus untuk melakukan transhipment di tengah laut," ujarnya.
Kedelapan, kapal berdekatan dengan kapal lain. Dan kesembilan, gerakan kapal bertemu kapal lain, lalu berjalan lurus bersama-sama. "Untuk modus ini biasanya dilakukan untuk memindahkan barang dari kapal satu ke kapal lain," kata dia.
Selain menggunakan BIIS, Bakamla juga mengaktifkan pemantauan teknologi informasi bernama Monitoring dan Analisa (Monalisa). Teknologi Monalisa lebih komprehensif dibandingkan BIIS karena telah menerapkan intelijen artifisial.
"Cakupan Monalisa juga tak hanya wilayah Indonesia, tapi bisa menjangkau negara lain. Jadi, kita bisa melihat jejak kapal yang dicurigai akan melakukan kejahatan," ujarnya. Agar lebih komprehensif, Bakamla biasanya menggunakan BIIS dan Monalisa agar pantauan lebih optimal.
Setelah pemantauan yang biasanya berlangsung beberapa hari itu, Bakamla kemudian melaporkan hasilnya ke instansi terkait. "Instansi itulah yang nanti menindaklanjuti hasil pantauan kita," ujar Arief.
medcom.id, Jakarta: Badan Keamanan Laut (Bakamla) punya sembilan parameter untuk mendeteksi pergerakan kapal yang diduga hendak melakukan kejahatan di laut.
"Kami punya alat berbasis satelit bernama BIIS (Bakamla Integrated Information System) untuk bisa menentukan apakah kapal itu hendak berbuat jahat atau tidak," kata Kepala Pusat Informasi Maritim Bakamla Arief Mediyanto, saat memberikan paparan atas kunjungan mahasiswa pascasarjana Program Studi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan (Unhan), ke Kantor Bakamla, di Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016).
Kesembilan parameter itu antara lain,
pertama kapal tak memberikan data spesifikasi lengkap pada
vessel info. "Kita langsung curiga saat melihat ada kapal yang mengubah-ubah informasi yang tertera di
vessel info," kata Arief.
Kedua, kapal berdiam diri di tengah laut lebih dari tujuh hari. Untuk kasus ini, kapal tersebut biasanya sedang mencuri ikan.
Ketiga, barisan data di
vessel info kebanyakan nol atau nihil.
Keempat, pergerakan kapal bolak-balik tanpa singgah.
Lalu,
kelima, gerakan kapal berputar-putar dan kembali ke semula.
Keenam, kapal berlayar ke perbatasan wilayah zona ekonomi eksklusif (ZEE). "Mereka biasanya diam cukup lama, dan kembali masuk ke ZEE," ujarnya.
Mahasiswa Unhan saat berkunjung ke Kantor Bakamla. Foto: Istimewa
Ketujuh, kapal sering mematikan Automatic Information System (AIS) kemudian bertemu kapal lain. Arief mengatakan kapal di atas 30 gross tonnage (GT) harus mengaktifkan AIS sesuai dengan aturan internasional yang dikeluarkan Organisasi Maritim Internasional (IMO).
"Ini biasanya modus untuk melakukan
transhipment di tengah laut," ujarnya.
Kedelapan, kapal berdekatan dengan kapal lain. Dan
kesembilan, gerakan kapal bertemu kapal lain, lalu berjalan lurus bersama-sama. "Untuk modus ini biasanya dilakukan untuk memindahkan barang dari kapal satu ke kapal lain," kata dia.
Selain menggunakan BIIS, Bakamla juga mengaktifkan pemantauan teknologi informasi bernama Monitoring dan Analisa (Monalisa). Teknologi Monalisa lebih komprehensif dibandingkan BIIS karena telah menerapkan intelijen artifisial.
"Cakupan Monalisa juga tak hanya wilayah Indonesia, tapi bisa menjangkau negara lain. Jadi, kita bisa melihat jejak kapal yang dicurigai akan melakukan kejahatan," ujarnya. Agar lebih komprehensif, Bakamla biasanya menggunakan BIIS dan Monalisa agar pantauan lebih optimal.
Setelah pemantauan yang biasanya berlangsung beberapa hari itu, Bakamla kemudian melaporkan hasilnya ke instansi terkait. "Instansi itulah yang nanti menindaklanjuti hasil pantauan kita," ujar Arief.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UWA)