Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim tunggal menolak gugatan praperadilan eks Menpora Imam Nahrawi. Komisi Antirasuah berharap perkara Imam dilanjutkan ke Pengadilan Tipikor.
"Memohon hakim menolak permohonan praperadilan nomor perkara 130/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL atau setidaknya menyatakan tidak dapat diterima," kata anggota biro hukum KPK, Raden Natalia Kristanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 5 November 2019.
Dia menilai penetapan tersangka Imam sah dan berlandaskan hukum. Penahanan Imam sejak 27 September 2019 juga dinilai sah.
Natalia memastikan penetapan tersangka dan penahanan Imam tak lepas dari fakta-fakta bukti permulaan yang ditemukan KPK. Terutama, bukti yang diperoleh selama penyelidikan.
"Ternyata banyak kita memperoleh bukti permulaan, sehingga ketika perkara ini selesai di penyelidikan, layak untuk dinaikkan ke tahap penyidikan," tutur dia.
Natalia menambahkan Imam Nahrawi tak cuma terkait dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). "Tapi penerimaan-penerimaan lainnya, selaku dia posisinya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga," kata Natalia.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Imam diduga menerima suap dan gratifikasi Rp26,5 miliar melalui Ulum.
Pemberian uang itu sebagai komitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018. Imam menerima suap dan gratifikasi itu sebagai Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan Menpora.
Imam melawan. Dia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ada tujuh petitum yang diajukan pihak pemohon (Imam Nahrawi) kepada pihak termohon (KPK). Di antaranya meminta penetapan tersangka terhadap mantan Menpora itu dicabut karena tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta hakim tunggal menolak gugatan praperadilan eks Menpora Imam Nahrawi. Komisi Antirasuah berharap perkara Imam dilanjutkan ke Pengadilan Tipikor.
"Memohon hakim menolak permohonan praperadilan nomor perkara 130/Pid.Pra/2019/PN.JKT.SEL atau setidaknya menyatakan tidak dapat diterima," kata anggota biro hukum KPK, Raden Natalia Kristanto, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 5 November 2019.
Dia menilai
penetapan tersangka Imam sah dan berlandaskan hukum. Penahanan Imam sejak 27 September 2019 juga dinilai sah.
Natalia memastikan penetapan tersangka dan penahanan Imam tak lepas dari fakta-fakta bukti permulaan yang ditemukan KPK. Terutama, bukti yang diperoleh selama penyelidikan.
"Ternyata banyak kita memperoleh bukti permulaan, sehingga ketika perkara ini selesai di penyelidikan, layak untuk dinaikkan ke tahap penyidikan," tutur dia.
Natalia menambahkan Imam Nahrawi tak cuma terkait dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). "Tapi penerimaan-penerimaan lainnya, selaku dia posisinya sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga," kata Natalia.
Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama asisten pribadinya, Miftahul Ulum. Imam diduga menerima suap dan gratifikasi Rp26,5 miliar melalui Ulum.
Pemberian uang itu sebagai komitmen
fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018. Imam menerima suap dan gratifikasi itu sebagai Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan Menpora.
Imam melawan. Dia mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Ada tujuh petitum yang diajukan pihak pemohon (Imam Nahrawi) kepada pihak termohon (KPK). Di antaranya meminta penetapan tersangka terhadap mantan Menpora itu dicabut karena tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)