Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Presiden mempertajam penjelasan soal respons pengujian materiil Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Supaya majelis hakim mendapat kajian yang mendalam sebelum mengambil keputusan.
Keterangan Presiden diwakili Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Mualimin Abdi. Mualimin menyebut ketentuan yang digugat pemohon tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
"Tolong dibantu beri penjelasan, yang paling penting menjelaskan kira-kira perdebatan yang terkait norma yang dimohonkan pemohon," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang virtual di MK, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Desember 2022.
Saldi mengatakan pendalaman keterangan Presiden penting untuk dikaitkan dengan keinginan pemohon. Kemudian memperluas pemberian makna.
"Sehingga nanti bisa jadi mengadili kasus-kasus yang bukan menyangkut WNI (warga negara Indonesia," papar dia.
Selain itu, Saldi meminta Mualimin mencantumkan pandangan terbaru pemerintah terkait asas nasionalitas dalam ketentuan pidana. Pasalnya, asas tersebut menjadi salah satu poin yang disorot MK.
"Itu mungkin bisa dijadikan fokus untuk memberi keterangan yang nantinya dibagikan ke pemohon supaya ada respons," ujar dia.
Senada, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengimbau Mualimin menjelaskan politik hukum luar negeri Indonesia dalam menghadapi pelaku kejahatan internasional. Hal itu untuk memberi jawaban kepada pemohon lantaran mereka khawatir pelanggar HAM berat berkeliaran.
"Misalnya pelaku kejahatan internasional di Myanmar bisa wira-wiri begitu saja tanpa tindakan konkret. Jelaskan dengan elaboratif bagaimana sesungguhnya Indonesia menyikapi hal-hal itu," jelas dia.
Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggugat Pasal 5 UU Pengadilan HAM. Mereka menilai ketentuan itu tidak berupaya melindungi prinsip-prinsip perlindungan HAM.
Mualimin mengatakan pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, UU itu menyatakan pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat. Meskipun, pelanggaran dilakukan di luar batas teritorial Indonesia oleh WNI.
Jakarta:
Mahkamah Konstitusi (MK) meminta Presiden mempertajam penjelasan soal respons pengujian materiil Pasal 5 Undang-undang (UU) Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (
HAM). Supaya majelis hakim mendapat kajian yang mendalam sebelum mengambil keputusan.
Keterangan Presiden diwakili Direktur Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Mualimin Abdi. Mualimin menyebut ketentuan yang digugat pemohon tidak bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
"Tolong dibantu beri penjelasan, yang paling penting menjelaskan kira-kira perdebatan yang terkait norma yang dimohonkan pemohon," kata Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang virtual di MK, Jakarta Pusat, Rabu, 14 Desember 2022.
Saldi mengatakan pendalaman keterangan Presiden penting untuk dikaitkan dengan keinginan pemohon. Kemudian memperluas pemberian makna.
"Sehingga nanti bisa jadi mengadili kasus-kasus yang bukan menyangkut WNI (warga negara Indonesia," papar dia.
Selain itu, Saldi meminta Mualimin mencantumkan pandangan terbaru pemerintah terkait asas nasionalitas dalam ketentuan pidana. Pasalnya, asas tersebut menjadi salah satu poin yang disorot MK.
"Itu mungkin bisa dijadikan fokus untuk memberi keterangan yang nantinya dibagikan ke pemohon supaya ada respons," ujar dia.
Senada, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih mengimbau Mualimin menjelaskan politik hukum luar negeri Indonesia dalam menghadapi pelaku kejahatan internasional. Hal itu untuk memberi jawaban kepada pemohon lantaran mereka khawatir
pelanggar HAM berat berkeliaran.
"Misalnya pelaku kejahatan internasional di Myanmar bisa wira-wiri begitu saja tanpa tindakan konkret. Jelaskan dengan elaboratif bagaimana sesungguhnya Indonesia menyikapi hal-hal itu," jelas dia.
Sebelumnya, mantan Jaksa Agung Marzuki Darusman, mantan Ketua Komisi Yudisial M Busyro Muqoddas, dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggugat Pasal 5 UU Pengadilan HAM. Mereka menilai ketentuan itu tidak berupaya melindungi prinsip-prinsip perlindungan HAM.
Mualimin mengatakan pasal tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945. Sebab, UU itu menyatakan pengadilan HAM berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat. Meskipun, pelanggaran dilakukan di luar batas teritorial Indonesia oleh WNI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(LDS)