medcom.id Jakarta: Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian materi Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UUD 1945. Pemohon memohonkan pengujian materi mengenai batas usia dalam perkawinan. Agenda sidang hari ini pemeriksaan pendahuluan.
Sidang akan digelar Gi gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Pemohon perkara adalah Indry Oktaviani, Yohana Tantria, Dini Anitasari, Sa'baniah, Hadiyatut Thoyyibah, Ramadhianti, dan Yayasan Pemantau Hak Anak.
Pemohon menganggap batas "usia anak", khususnya anak perempuan, dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara contrario tidak sesuai dengan sejumlah peraturan perundang-undangan nasional yang ada. Ketentuan itu juga dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap batas usia anak di Indonesia.
Menurut pemohon, sepanjang frasa "16 tahun" telah melahirkan banyaknya praktik perkawinan anak, khususnya perempuan. Banyaknya praktik perkawinan anak itu dinilai merampas hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang.
Selain itu juga menyebabkan maraknya kasus pemaksaan perkawinan anak, yang dapat mengancam kesehatan reproduksi, dan mengancam hak anak atas pendidikan.
Sedangkan frasa "dalam hal penyimpangan" dimaknai berbeda beda oleh hakim, sehingga mengandung ketidakjelasan mengenai kriteria-kriteria yang termasuk dalam penyimpangan tersebut.
Pemohon juga menyebutkan, ketentuan pasal a quo yang mengatur mengenai batas usia perkawinan anak perempuan juga melahirkan tindakan diskriminatif dalam memperlakukan anak laki-laki dan perempuan. Ini berakibat pada tidak terpenuhinya beberapa hak-hak konstitusional, khususnya bagi anak perempuan.
Pemohon menganggap batasan usia perempuan untuk dapat menikah adalah 18 tahun. Dengan alasan tersebut, pemohon meminta MK menyatakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sepanjang frasa "16 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dibaca "umur 18 tahun".
medcom.id Jakarta: Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pengujian materi Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terhadap UUD 1945. Pemohon memohonkan pengujian materi mengenai batas usia dalam perkawinan. Agenda sidang hari ini pemeriksaan pendahuluan.
Sidang akan digelar Gi gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. Pemohon perkara adalah Indry Oktaviani, Yohana Tantria, Dini Anitasari, Sa'baniah, Hadiyatut Thoyyibah, Ramadhianti, dan Yayasan Pemantau Hak Anak.
Pemohon menganggap batas "usia anak", khususnya anak perempuan, dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan secara contrario tidak sesuai dengan sejumlah peraturan perundang-undangan nasional yang ada. Ketentuan itu juga dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap batas usia anak di Indonesia.
Menurut pemohon, sepanjang frasa "16 tahun" telah melahirkan banyaknya praktik perkawinan anak, khususnya perempuan. Banyaknya praktik perkawinan anak itu dinilai merampas hak-hak anak untuk tumbuh dan berkembang.
Selain itu juga menyebabkan maraknya kasus pemaksaan perkawinan anak, yang dapat mengancam kesehatan reproduksi, dan mengancam hak anak atas pendidikan.
Sedangkan frasa "dalam hal penyimpangan" dimaknai berbeda beda oleh hakim, sehingga mengandung ketidakjelasan mengenai kriteria-kriteria yang termasuk dalam penyimpangan tersebut.
Pemohon juga menyebutkan, ketentuan pasal a quo yang mengatur mengenai batas usia perkawinan anak perempuan juga melahirkan tindakan diskriminatif dalam memperlakukan anak laki-laki dan perempuan. Ini berakibat pada tidak terpenuhinya beberapa hak-hak konstitusional, khususnya bagi anak perempuan.
Pemohon menganggap batasan usia perempuan untuk dapat menikah adalah 18 tahun. Dengan alasan tersebut, pemohon meminta MK menyatakan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sepanjang frasa "16 tahun" bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dibaca "umur 18 tahun".
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)