medcom.id, Jakarta: Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana penuhi panggilan penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjerat dua anak buahnya di Kementerian Hukum dan HAM. Denny pun menyerahkan kasus tersebut kepada pihak Kejagung.
"Pengembangan (kasus) Kejaksaan deh, saya tadi hanya memberikan keterangan yang saya tahu," kata Denny di gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2014).
Denny mengatakan, untuk perkembangan kasus gratifikasi tersebut, ia belum mengetahui jelas. Denny hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan. Dan menyerahkan semua, ke pihak penyidik kejaksaan.
Saat disinggung, jenis pemerasan dan gratifikasi seperti apa yang dilakukan anak buahnya, Denny mengaku tidak mengetahuinya.
"Biar kejaksaan yang mengklasifikasinya. Kan sudah ada tersangkanya dua orang (LSH dan NA)," kata dia.
Denny mengklaim, kasus dugaan pemberian gratifikasi proses pengangkatan notaris itu terungkap pada 5 Oktober 2013 setelah pemeriksaan tim internal Kemenkum HAM. Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke KPK. Namun, karena kasus ini dianggap bukan tindak pidana, akhirnya diserahkan ke kejaksaan.
"Saya dan Ronny (Zamrony) untuk mendalami gimana kasus ini awalnya. Ada pengaduan masyarakat. Kita periksa duitnya, lalu kita ambil. Jadi, kita ini bagian yang membongkar," kata dia.
Karena dinilai nilai uang diterima LSH dan NA tidak terlalu besar sekitar Rp 120juta, sehingga kasus itu diserahkan ke Kejagung untuk ditindak lanjuti. "Walapun saya mendapat informasi bahwa ada kasus-kasus lain. Biar dikembangkan oleh kejaksaan. Tapi KPK mungkin melihat ini kasusnya tidak terlalu besar," tandasnya.
medcom.id, Jakarta: Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana penuhi panggilan penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) terkait kasus dugaan gratifikasi yang menjerat dua anak buahnya di Kementerian Hukum dan HAM. Denny pun menyerahkan kasus tersebut kepada pihak Kejagung.
"Pengembangan (kasus) Kejaksaan deh, saya tadi hanya memberikan keterangan yang saya tahu," kata Denny di gedung Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (3/10/2014).
Denny mengatakan, untuk perkembangan kasus gratifikasi tersebut, ia belum mengetahui jelas. Denny hanya menyerahkan sepenuhnya kepada Kejaksaan. Dan menyerahkan semua, ke pihak penyidik kejaksaan.
Saat disinggung, jenis pemerasan dan gratifikasi seperti apa yang dilakukan anak buahnya, Denny mengaku tidak mengetahuinya.
"Biar kejaksaan yang mengklasifikasinya. Kan sudah ada tersangkanya dua orang (LSH dan NA)," kata dia.
Denny mengklaim, kasus dugaan pemberian gratifikasi proses pengangkatan notaris itu terungkap pada 5 Oktober 2013 setelah pemeriksaan tim internal Kemenkum HAM. Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke KPK. Namun, karena kasus ini dianggap bukan tindak pidana, akhirnya diserahkan ke kejaksaan.
"Saya dan Ronny (Zamrony) untuk mendalami gimana kasus ini awalnya. Ada pengaduan masyarakat. Kita periksa duitnya, lalu kita ambil. Jadi, kita ini bagian yang membongkar," kata dia.
Karena dinilai nilai uang diterima LSH dan NA tidak terlalu besar sekitar Rp 120juta, sehingga kasus itu diserahkan ke Kejagung untuk ditindak lanjuti. "Walapun saya mendapat informasi bahwa ada kasus-kasus lain. Biar dikembangkan oleh kejaksaan. Tapi KPK mungkin melihat ini kasusnya tidak terlalu besar," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LOV)