Jakarta: Guru Besar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Mahfud MD, menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sesuai kondisi zaman. Aturan hukum pidana itu disesuaikan dengan masalah yang ada.
"Menurut saya yang RKUHP sekarang ini sudah lebih sesuai dengan masyarakat Indonesia. Karena hukum itu kan mengikuti masyarakatnya. Masyarakat Belanda hukumnya seperti Belanda. Masyarakat Indonesia ya hukumnya untuk Indonesia," kata Mahfud dalam Prime Time News Metro TV, Jumat, 20 September 2019.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai pro kontra RKUHP hal biasa. Keberadaan pihak yang setuju maupun tak setuju itu menjadi bagian dari proses politik.
"Bagaimana cara menyelesaikan (pro kontra) itu sudah ada dan sekarang Presiden (Joko Widodo) sudah menunda (pengesahan RKUHP) oke. Kalau misal ada perubahan lagi, sudahlah disahkan ya oke juga," ujar Mahfud.
Menurut dia, KUHP yang berlaku sekarang warisan kolonial Belanda yang memiliki nama asli Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. KUHP ini berlaku sejak 1918.
Sejak 1945, telah ada usulan Indonesia mengganti aturan hukum yang lama. Namun, sebelum UU yang baru disahkan, aturan yang sebelumnya ada laik diberlakukan.
Mahfud menyebut pada 1991 dibentuk Tim Pembaruan KUHP. Selama 28 tahun, tim ini bekerja selalu terputus. Hal ini dikarenakan prosesnya yang lamban, serta masa jabatan DPR yang silih berganti.
"Pada jaman Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Hamid Awaluddin (2004-2007), saya ada di DPR. Pak Hamid terus berbicara di DPR. Tetapi sampai Pak Hamid berhenti sampai menteri diganti berkali-kali tidak diajukan juga. Kenapa banyak yang tidak setuju, saya bilang, 'Kalau menunggu semua orang setuju, tidak akan pernah selesai.' Sekarang juga begitu'," ucap Mahfud.
Sedianya, DPR berencana mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pemungkas periode 2014-2019, Selasa, 24 September 2019. Aturan baru itu pun bakal menggantikan KUHP peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Namun dalam prosesnya, RKUHP menimbulkan pro kontra. Sejumlah poin RKUHP dinilai sebagai pasal karet. Presiden Joko Widodo pun memutuskan menunda pengesahan RKUHP.
Jokowi mengaku mendengarkan masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RKUHP. Dia memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/JKRV9PxK" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Guru Besar Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Mahfud MD, menilai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) sesuai kondisi zaman. Aturan hukum pidana itu disesuaikan dengan masalah yang ada.
"Menurut saya yang RKUHP sekarang ini sudah lebih sesuai dengan masyarakat Indonesia. Karena hukum itu kan mengikuti masyarakatnya. Masyarakat Belanda hukumnya seperti Belanda. Masyarakat Indonesia ya hukumnya untuk Indonesia," kata Mahfud dalam
Prime Time News Metro TV, Jumat, 20 September 2019.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai pro kontra RKUHP hal biasa. Keberadaan pihak yang setuju maupun tak setuju itu menjadi bagian dari proses politik.
"Bagaimana cara menyelesaikan (pro kontra) itu sudah ada dan sekarang Presiden (Joko Widodo) sudah menunda (pengesahan RKUHP) oke. Kalau misal ada perubahan lagi, sudahlah disahkan ya oke juga," ujar Mahfud.
Menurut dia, KUHP yang berlaku sekarang warisan kolonial Belanda yang memiliki nama asli
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie. KUHP ini berlaku sejak 1918.
Sejak 1945, telah ada usulan Indonesia mengganti aturan hukum yang lama. Namun, sebelum UU yang baru disahkan, aturan yang sebelumnya ada laik diberlakukan.
Mahfud menyebut pada 1991 dibentuk Tim Pembaruan KUHP. Selama 28 tahun, tim ini bekerja selalu terputus. Hal ini dikarenakan prosesnya yang lamban, serta masa jabatan DPR yang silih berganti.
"Pada jaman Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Hamid Awaluddin (2004-2007), saya ada di DPR. Pak Hamid terus berbicara di DPR. Tetapi sampai Pak Hamid berhenti sampai menteri diganti berkali-kali tidak diajukan juga. Kenapa banyak yang tidak setuju, saya bilang, 'Kalau menunggu semua orang setuju, tidak akan pernah selesai.' Sekarang juga begitu'," ucap Mahfud.
Sedianya, DPR berencana mengesahkan RKUHP dalam rapat paripurna pemungkas periode 2014-2019, Selasa, 24 September 2019. Aturan baru itu pun bakal menggantikan KUHP peninggalan pemerintahan Hindia Belanda.
Namun dalam prosesnya,
RKUHP menimbulkan pro kontra. Sejumlah poin RKUHP dinilai sebagai pasal karet. Presiden Joko Widodo pun memutuskan menunda pengesahan RKUHP.
Jokowi mengaku mendengarkan masukan-masukan dari berbagai kalangan yang berkeberatan dengan sejumlah substansi RKUHP. Dia memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly untuk menyampaikan sikap pemerintah kepada DPR.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)