medcom.id, Jakarta: Rantai distribusi vaksin terbilang cukup rumit. Head of Corporate Communication PT Bio Farma N. Nurlaela Arief menduga celah oknum nakal berada di sektor swasta.
Menurut Lala, panggilan akrab Nurlaela, pada sektor swasta, rantai distribusi terbilang singkat karena hanya melalui dua tahap. Vaksin dari Bio Farma dibawa menuju gudang penyimpanan milik distributor. Distributor kemudian menyebar ke tempat tujuan akhir seperti rumah sakit, tempat praktik, klinik, dokter, dan lainnya.
“Kalau vaksin pemerintah dan dasar kami bisa kontrol. Tapi ada juga vaksin-vaksin pilihan yang ditangani swasta. Jalau distribusi sektor swasta dari distributor langsung ke tenaga medis. Bisa juga titik rawannya di sana,” kata Lala kepada Metrotvnews.com di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016).
(Baca: Rantai Panjang Distribusi Vaksin)
Sementara itu, distribusi vaksin melalui tangan resmi pemerintah harus melewati tiga tahap. Dari pabrik Bio Farma, vaksin dibawa dengan kendaraan menuju tempat penyimpanan milik dinas kesehatan provinsi.
Setelah itu, vaksin didistribusikan ke tempat penyimpanan milik dinas kesehatan kabupaten atau kota. Terakhir, vaksin disebar ke rumah sakit pemerintah atau puskemas.
Temuan vaksin palsu di Riau/ANT/Rommy Muharman
Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan, perusahaan asal Bandung itu telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi distributor. Beberapa di antaranya distributor harus bersertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), tidak memiliki kasus apapun, dan memiliki izin BPOM.
“Kami juga selalu mengevalusi dan mengedukasi distributornya. Dalam setahun kami bisa dua kali mengevaluasi. Selama ini tidak ada temuan apapun,” ungkap Lala.
Sedikitnya ada empat distributor yang berkerjasama dengan Bio Farma, yakni PT Rajawali Nusindo, PT Indofarma Global Medika, PT sagi Capri dan PT Merapi.
Pembicaraan soal vaksin mulai ramai ketika Bareskrim Polri mengungkap praktik pembuatan dan penjualan vaksin palsu. Peredaran vaksin palsu dalam skala besar telah merambah lima wilayah, yakni Subang, Jakarta, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Semarang.
Sidak vaksin palsu/ANT/Abriawan Abhe
Korps Bhayangkara berhasil membongkar jaringan vaksin palsu dengan skala besar. Polri telah menetapkan 16 tersangka. Sedikitnya 15 tersangka telah ditahan dan 18 saksi telah diperiksa dalam kasus ini.
Sebagai satu-satunya produsen vaksin untuk manusia di Indonesia, Bio Farma berani menjamin vaksin yang mereka produksi aman. Vaksin produksi perusahaan ini telah mengikuti standar ketat yang ditetapkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Bahkan, perusahaan plat merah itu telah mendapatkan sertifikasi dari organisasi kesehatan dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, World Health Organization (WHO).
Bio Farma meminta masyarakat tak terlalu khawatir dengan pengungkapan beredarnya vaksin palsu. Pihaknya meminta masyarakat tetap tenang dan tetap menjalankan program imunisasi nasional.
medcom.id, Jakarta: Rantai distribusi vaksin terbilang cukup rumit. Head of Corporate Communication PT Bio Farma N. Nurlaela Arief menduga celah oknum nakal berada di sektor swasta.
Menurut Lala, panggilan akrab Nurlaela, pada sektor swasta, rantai distribusi terbilang singkat karena hanya melalui dua tahap. Vaksin dari Bio Farma dibawa menuju gudang penyimpanan milik distributor. Distributor kemudian menyebar ke tempat tujuan akhir seperti rumah sakit, tempat praktik, klinik, dokter, dan lainnya.
“Kalau vaksin pemerintah dan dasar kami bisa kontrol. Tapi ada juga vaksin-vaksin pilihan yang ditangani swasta. Jalau distribusi sektor swasta dari distributor langsung ke tenaga medis. Bisa juga titik rawannya di sana,” kata Lala kepada
Metrotvnews.com di Hotel Grand Sahid, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016).
(
Baca: Rantai Panjang Distribusi Vaksin)
Sementara itu, distribusi vaksin melalui tangan resmi pemerintah harus melewati tiga tahap. Dari pabrik Bio Farma, vaksin dibawa dengan kendaraan menuju tempat penyimpanan milik dinas kesehatan provinsi.
Setelah itu, vaksin didistribusikan ke tempat penyimpanan milik dinas kesehatan kabupaten atau kota. Terakhir, vaksin disebar ke rumah sakit pemerintah atau puskemas.
Temuan vaksin palsu di Riau/ANT/Rommy Muharman
Untuk mengantisipasi terjadinya kecurangan, perusahaan asal Bandung itu telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi distributor. Beberapa di antaranya distributor harus bersertifikasi Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), tidak memiliki kasus apapun, dan memiliki izin BPOM.
“Kami juga selalu mengevalusi dan mengedukasi distributornya. Dalam setahun kami bisa dua kali mengevaluasi. Selama ini tidak ada temuan apapun,” ungkap Lala.
Sedikitnya ada empat distributor yang berkerjasama dengan Bio Farma, yakni PT Rajawali Nusindo, PT Indofarma Global Medika, PT sagi Capri dan PT Merapi.
Pembicaraan soal vaksin mulai ramai ketika Bareskrim Polri mengungkap praktik pembuatan dan penjualan vaksin palsu. Peredaran vaksin palsu dalam skala besar telah merambah lima wilayah, yakni Subang, Jakarta, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Semarang.
Sidak vaksin palsu/ANT/Abriawan Abhe
Korps Bhayangkara berhasil membongkar jaringan vaksin palsu dengan skala besar. Polri telah menetapkan 16 tersangka. Sedikitnya 15 tersangka telah ditahan dan 18 saksi telah diperiksa dalam kasus ini.
Sebagai satu-satunya produsen vaksin untuk manusia di Indonesia, Bio Farma berani menjamin vaksin yang mereka produksi aman. Vaksin produksi perusahaan ini telah mengikuti standar ketat yang ditetapkan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Bahkan, perusahaan plat merah itu telah mendapatkan sertifikasi dari organisasi kesehatan dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, World Health Organization (WHO).
Bio Farma meminta masyarakat tak terlalu khawatir dengan pengungkapan beredarnya vaksin palsu. Pihaknya meminta masyarakat tetap tenang dan tetap menjalankan program imunisasi nasional.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)