medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis bantah menentukan besaran pagu program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Djemi menyebut, besaran pagu ditentukan KemenPUPR.
"Kewenangan menetapkan anggaran bukan kita, ada di PUPR," ujar Djemi saat bersaksi buat terdakwa eks anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).
Djemi menyebut tiap anggota berhak mengusulkan program aspirasi. Berapapun jumlahnya. Tapi dia bilang, usulan itu bisa berubah sesuai penetapan dari kementerian.
"Kita hanya mengusulkan, dari KemenPUPR menetapkan," ujar dia.
Damayanti yang duduk sebagai pesakitan sebelum usai sidang mengaku keberatan dengan pernyataan Djemi. Dia menyebut, besaran pagu diatur oleh pimpinan Komisi V.
"Saksi dari PUPR, Sekjen Taufik (Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widyoyono), Kepala Biro Hasan (Kepala Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hasanudin), Wing
(Kepala Bagian Program Dan Anggaran, Biro Perencanaan Dan Kerja Sama Luar Negeri Ignatius Wing Kusbimanto) pada saat rapat tertutup, saksi-saksi KemePUPR menyebut yang menentukan pembagian besaran jatah aspirasi adalah pimpinan Komisi V dan para kapoksi, dan anggota Komisi V hanya mengikuti apa yang disepakati dengan instruksi posisi anggota hendaknya 50-60, dan saya mendapat Rp41 miliar," ujar Damayanti.
Terkait keberatan itu, Djemi tetap pada pernyataannya. Dia bilang tidak pernah menentukan besaran pagu program aspirasi.
"Tidak benar, tugas kita hanya mengusulkan program yang tentukan bukan dari DPR, kita hanya mengusulkan program," pungkas Djemi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono, mengaku besaran pagu anggaran program aspirasi yang diusulkan Komisi V ditentukan oleh pimpinan Komisi V. Semakin tinggi jabatan semakin besar pagu yang didapat.
Hal ini dibeberkan Taufik saat bersaksi buat terdakwa eks anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Mulanya, Taufik tak mengaku, kalau ia dan sejumlah pejabat di KemenPUPR mengadakan rapat terkait program aspirasi dengan Pimpinan Komisi V.
Tapi, ketika Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Taufik, dia akhirnya mengaku.
"Saya mau konfirmasi, dalam BAP saudara tanggal 31 Maret 2016 poin empat di sini saksi menyatakan 'ya, sebelum berlangsungnya rapat kerja dengan Komisi V DPR pada 14 September 2015 Saya, Hasan, Sugbagio, dan Munir pernah bertemu dengan pimpinan Komisi V yaitu Ketua Komis V Djemy Francis kemudian Lazarus, Muhidin M Said, dan Michael Watimena'," ujar Jaksa Penuntut Umum pada KPK saat membacakan BAP milik Taufik, pada Rabu 22 Juni, lalu.
"Dalam pertemuan tersebut menyebut terkait program aspirasi ada pembagian besaran di Komis V yaitu anggota biasa Rp50 miliar, Kapoksi Rp70 miliar, pimpinan Komisi Rp400 miliar sampai Rp450 miliar dan waktu itu saya hanya diam saja dan tidak menanggapi," tambah Jaksa.
"Betul," kata Taufik menanggapi bacaan Jaksa.
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis bantah menentukan besaran pagu program aspirasi yang diajukan anggota Komisi V ke Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Djemi menyebut, besaran pagu ditentukan KemenPUPR.
"Kewenangan menetapkan anggaran bukan kita, ada di PUPR," ujar Djemi saat bersaksi buat terdakwa eks anggota DPR RI Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (20/7/2016).
Djemi menyebut tiap anggota berhak mengusulkan program aspirasi. Berapapun jumlahnya. Tapi dia bilang, usulan itu bisa berubah sesuai penetapan dari kementerian.
"Kita hanya mengusulkan, dari KemenPUPR menetapkan," ujar dia.
Damayanti yang duduk sebagai pesakitan sebelum usai sidang mengaku keberatan dengan pernyataan Djemi. Dia menyebut, besaran pagu diatur oleh pimpinan Komisi V.
"Saksi dari PUPR, Sekjen Taufik (Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widyoyono), Kepala Biro Hasan (Kepala Biro Perencanaan Anggaran dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Hasanudin), Wing
(Kepala Bagian Program Dan Anggaran, Biro Perencanaan Dan Kerja Sama Luar Negeri Ignatius Wing Kusbimanto) pada saat rapat tertutup, saksi-saksi KemePUPR menyebut yang menentukan pembagian besaran jatah aspirasi adalah pimpinan Komisi V dan para kapoksi, dan anggota Komisi V hanya mengikuti apa yang disepakati dengan instruksi posisi anggota hendaknya 50-60, dan saya mendapat Rp41 miliar," ujar Damayanti.
Terkait keberatan itu, Djemi tetap pada pernyataannya. Dia bilang tidak pernah menentukan besaran pagu program aspirasi.
"Tidak benar, tugas kita hanya mengusulkan program yang tentukan bukan dari DPR, kita hanya mengusulkan program," pungkas Djemi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Taufik Widjoyono, mengaku besaran pagu anggaran program aspirasi yang diusulkan Komisi V ditentukan oleh pimpinan Komisi V. Semakin tinggi jabatan semakin besar pagu yang didapat.
Hal ini dibeberkan Taufik saat bersaksi buat terdakwa eks anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat. Mulanya, Taufik tak mengaku, kalau ia dan sejumlah pejabat di KemenPUPR mengadakan rapat terkait program aspirasi dengan Pimpinan Komisi V.
Tapi, ketika Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Taufik, dia akhirnya mengaku.
"Saya mau konfirmasi, dalam BAP saudara tanggal 31 Maret 2016 poin empat di sini saksi menyatakan 'ya, sebelum berlangsungnya rapat kerja dengan Komisi V DPR pada 14 September 2015 Saya, Hasan, Sugbagio, dan Munir pernah bertemu dengan pimpinan Komisi V yaitu Ketua Komis V Djemy Francis kemudian Lazarus, Muhidin M Said, dan Michael Watimena'," ujar Jaksa Penuntut Umum pada KPK saat membacakan BAP milik Taufik, pada Rabu 22 Juni, lalu.
"Dalam pertemuan tersebut menyebut terkait program aspirasi ada pembagian besaran di Komis V yaitu anggota biasa Rp50 miliar, Kapoksi Rp70 miliar, pimpinan Komisi Rp400 miliar sampai Rp450 miliar dan waktu itu saya hanya diam saja dan tidak menanggapi," tambah Jaksa.
"Betul," kata Taufik menanggapi bacaan Jaksa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LDS)