Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin Ketua DPR RI Setya Novanto masih berada di dalam negeri. Apalagi, pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi telah menerbitkan surat pencegahan kepada Novanto untuk bepergian ke luar negeri.
"Sejak 2 Oktober 2017, kami sudah mengeluarkan surat ke Imigrasi permintaan SN pelarangan ke luar negeri," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 16 November 2017.
Hingga kini, pihak Lembaga Antirasuah belum menemukan keberadaan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Menurut Febri, penyidik di lapangan masih berupaya keras menemukan Novanto untuk diseret ke markas Antirasuah.
"Sejauh ini kami belum menemukan dan pencarian masih dilakukan, jadi yang diterbikan pimpinan adalah surat penahanan," ujarnya.
Baca: KPK Terbitkan Surat Penangkapan Novanto
Febri mengatakan, pihaknya baru mendapat laporan kalau penyidik sudah bertemu pihak keluarga dan kuasa hukum Novanto. Dia mengatakan, penyidik bakal terus mencari keberadaan tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el) itu.
"Tim di mana saja tidak bisa kami sampaikan, tapi yang pasti ada tim di rumah saudara SN sampai dini hari tadi," pungkas Febri.
Novanto tercatat sudah empat kali menolak memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa kasus korupsi KTP-el. Tiga kali absen sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan satu kali sebagai tersangka setelah resmi kembali menjadi pesakitan kasus korupsi KTP-el.
KPK sebelumnya kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP-el. Novanto diduga telah menguntungkan diri sendiri dan korporasi dari megaproyek tersebut.
Novanto bersama dengan Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto diduga kuat telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun dari proyek KTP-el tersebut.
Tak hanya itu, Novanto dan Andi Narogong juga diduga mengatur proyek sejak proses penganggaran, hingga pengadaan e-KTP tersebut. Novanto dan Andi Narogong disebut telah menerima keuntungan dalam proyek e-KTP ini sebesar Rp574,2 miliar.
Atas perbuatannya, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
<iframe class="embedv" width="560" height="315" src="https://www.medcom.id/embed/8Kyv4lXN" allowfullscreen></iframe>
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakin Ketua DPR RI Setya Novanto masih berada di dalam negeri. Apalagi, pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi telah menerbitkan surat pencegahan kepada Novanto untuk bepergian ke luar negeri.
"Sejak 2 Oktober 2017, kami sudah mengeluarkan surat ke Imigrasi permintaan SN pelarangan ke luar negeri," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 16 November 2017.
Hingga kini, pihak Lembaga Antirasuah belum menemukan keberadaan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Menurut Febri, penyidik di lapangan masih berupaya keras menemukan Novanto untuk diseret ke markas Antirasuah.
"Sejauh ini kami belum menemukan dan pencarian masih dilakukan, jadi yang diterbikan pimpinan adalah surat penahanan," ujarnya.
Baca: KPK Terbitkan Surat Penangkapan Novanto
Febri mengatakan, pihaknya baru mendapat laporan kalau penyidik sudah bertemu pihak keluarga dan kuasa hukum Novanto. Dia mengatakan, penyidik bakal terus mencari keberadaan tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik (KTP-el) itu.
"Tim di mana saja tidak bisa kami sampaikan, tapi yang pasti ada tim di rumah saudara SN sampai dini hari tadi," pungkas Febri.
Novanto tercatat sudah empat kali menolak memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa kasus korupsi KTP-el. Tiga kali absen sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo dan satu kali sebagai tersangka setelah resmi kembali menjadi pesakitan kasus korupsi KTP-el.
KPK sebelumnya kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP-el. Novanto diduga telah menguntungkan diri sendiri dan korporasi dari megaproyek tersebut.
Novanto bersama dengan Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong dan dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri Irman dan Sugiharto diduga kuat telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,3 triliun dari proyek KTP-el tersebut.
Tak hanya itu, Novanto dan Andi Narogong juga diduga mengatur proyek sejak proses penganggaran, hingga pengadaan e-KTP tersebut. Novanto dan Andi Narogong disebut telah menerima keuntungan dalam proyek e-KTP ini sebesar Rp574,2 miliar.
Atas perbuatannya, Novanto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)