Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam - ANT/Hafidz Mubarak.
Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam - ANT/Hafidz Mubarak.

Pengacara Bantah Izin di Pulau Kabaena Rugikan Negara Rp2,7 Triliun

Damar Iradat • 16 Maret 2018 12:47
Jakarta: Ahmad Rifai, tim kuasa hukum Gubernur nonaktif Sulawesi Tenggara Nur Alam meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta mengesampingkan keterangan saksi ahli dari IPB, Basuki Wasis. Keterangan Basuki dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan dan saksi ahli lainnya. 
 
Rifai menuturkan, keterangan Basuki yang menyebut, penerbitan Izin Usaha Pertambangan oleh Nur Alam untuk PT Anugerah Harisma Barkah (AHB) telah menimbulkan kerusakan lingkungan hingga Rp2,7 triliun tidak terbukti. Keterangan Basuki dinilai tidak sesuai dengan keterangan ahli lainnya, Suwarsono dari Lapan yang juga dihadirkan jaksa penuntut umum. 
 
"(Keterangan Basuki) itu tidak benar dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya, karena bertentangan dengan saksi Suwarsono dari Lapan," kata Rifai saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat, 16 Maret 2018. 

Dia memaparkan, berdasarkan hasil penginderaan satelit yang dilakukan Suwarsono, pertambangan yang dilakukan PT AHB di Pulau Kabaena masih dalam kawasan hak pengelolaan (HPL). Bukan dalam kawasan hutan lindung maupun hutan produksi terbatas seperti yang dikatakan Basuki.
 
(Baca juga: Izin Tambang Nur Alam Rugikan Negara Hingga Rp2,7 Triliun)
 
Oleh karena itu, menurut Rifai, sebagai tim kuasa hukum, keterangan Basuki harus dikesampingkan. "Keterangan Basuki Wasis harus dikesampingkan, karena tidak sesuai dengan keterangan saksi lainnya," tutur dia. 
 
Rifai menambahkan keterangan Basuki Wasis bertolak belakang dengan fakta persidangan dan tidak valid. Basuki Wasis juga dinilai tidak dapat mempertanggungjawabkan validitas laporannya.
 
"Banyak ketidak-akuratan yang disajikan dalam laporannya yang terungkap di persidangan," tutur dia. 
 
Salah satu ketidakakuratan yang dipaparkan oleh Basuki Wasis, kata dia, soal kerusakan tambang ketika aktivitas tambang masih berlangsung karena diminta menghitung oleh KPK. Padahal, menurut aturan dan teorinya, penilaian dilakukan ketika masa tambang telah berakhir.
 
Saat dihadirkan sebagai saksi ahli, Basuki menyebut pemberian IUP oleh Nur Alam diduga merugikan negara hingga Rp2,7 triliun. Kerugian itu didapat setelah menghitung jumlah kerugian dari aktivitas tambang di Pulau Kabaena oleh PT AHB.
 
(Baca juga: IUP yang Dikeluarkan Nur Alam Rusak Pulau Kabaena)
 
Dari hasil penelitiannya, terdapat tiga jenis perhitungan terkait kerugian tersebut. Pertama kerugian akibat kerusakan ekologis dengan total kerugian mencapai Rp1,45 triliun. Total kerugian tersebut didapat setelah tim peneliti menghitung sembilan elemen biaya yang harus dibayar.
 
Kemudian, total kerugian ekonomi lingkungan mencapai Rp1,246 triliun. Serta kerugian akibat biaya pemulihan mencapai Rp31 miliar. 
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan