medcom.id, Jakarta: Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino siap menjalani sidang praperadilan terkait status tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia punya beberapa poin yang akan dijadikan senjata di persidangan.
Salah satu yang dia tekankan tak adanya perhitungan kerugian negara dalam pengadaan tiga Quay Container Crane pada 2010 yang menyandungnya. Lino menganggap penetapan tersangka tak sah tanpa adanya data itu.
Pengacara Lino, Maqdir Ismail, meragukan KPK punya data kerugian negara. Pasalnya, KPK belum menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bagaimana bisa katakan ada kerugian negara, penghitungan saja belum dilakukan?" kata Maqdir di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (4/1/2016).
Menurut dia, KPK tak bisa asal menetapkan tersangka kasus korupsi tanpa ada penghitungan kerugian negara resmi dari BPK. Bila pun ada, lanjut dia, data kerugian negara belum cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. "Itu bukan alat bukti tapi petunjuk," ujarnya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diketahui sudah memberi laporan terkait kasus ini. Maqdir menilai hal itu juga tak cukup untuk menjerat Lino.
"Keterangan PPATK bukan alat bukti. Sebab, itu hanya hasil dan harus dikonfirmasi. Hasil PPATK sama dengan penelitian intelijen dan tidak bisa jadi barang bukti," katanya.
Lino diketahui tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan tiga Quay Container Crane di Pelindo II pada tahun anggaran 2010. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Desember lalu.
Dia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi. Namun, KPK belum dapat menyampaikan kerugian negara dalam kasus ini karena masih dalam tahap penghitungan.
Atas perbuatannya itu, R. J. Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lino mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang bakal digelar pada Senin 11 Januari 2016 mendatang.
Lino melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan lantaran merasa tak melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam salinan permohonannya, ada 5 alasan yang disebutkan Lino, yaitu:
1. Tidak ada perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan 3 unit quay container crane.
2. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada kerugian keuangan negara.
3. Keberadaan 3 unit QCC telah menguntungkan keuangan negara.
4. Termohon melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tidak sah.
5. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka sebelum diperiksa.
medcom.id, Jakarta: Mantan Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino siap menjalani sidang praperadilan terkait status tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia punya beberapa poin yang akan dijadikan senjata di persidangan.
Salah satu yang dia tekankan tak adanya perhitungan kerugian negara dalam pengadaan tiga Quay Container Crane pada 2010 yang menyandungnya. Lino menganggap penetapan tersangka tak sah tanpa adanya data itu.
Pengacara Lino, Maqdir Ismail, meragukan KPK punya data kerugian negara. Pasalnya, KPK belum menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Bagaimana bisa katakan ada kerugian negara, penghitungan saja belum dilakukan?" kata Maqdir di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (4/1/2016).
Menurut dia, KPK tak bisa asal menetapkan tersangka kasus korupsi tanpa ada penghitungan kerugian negara resmi dari BPK. Bila pun ada, lanjut dia, data kerugian negara belum cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. "Itu bukan alat bukti tapi petunjuk," ujarnya.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diketahui sudah memberi laporan terkait kasus ini. Maqdir menilai hal itu juga tak cukup untuk menjerat Lino.
"Keterangan PPATK bukan alat bukti. Sebab, itu hanya hasil dan harus dikonfirmasi. Hasil PPATK sama dengan penelitian intelijen dan tidak bisa jadi barang bukti," katanya.
Lino diketahui tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan tiga Quay Container Crane di Pelindo II pada tahun anggaran 2010. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Desember lalu.
Dia diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi. Namun, KPK belum dapat menyampaikan kerugian negara dalam kasus ini karena masih dalam tahap penghitungan.
Atas perbuatannya itu, R. J. Lino disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lino mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Sidang bakal digelar pada Senin 11 Januari 2016 mendatang.
Lino melalui kuasa hukumnya mengajukan praperadilan lantaran merasa tak melakukan perbuatan melawan hukum. Dalam salinan permohonannya, ada 5 alasan yang disebutkan Lino, yaitu:
1. Tidak ada perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan 3 unit quay container crane.
2. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka tanpa ada kerugian keuangan negara.
3. Keberadaan 3 unit QCC telah menguntungkan keuangan negara.
4. Termohon melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tidak sah.
5. Pemohon ditetapkan sebagai tersangka sebelum diperiksa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(FZN)