medcom.id, Jakarta: Pembebasan bersyarat yang diberikan kepada terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, Polycarpus Budihari Prijanto sudah sesuai aturan perundang-undangan dan tidak ada intervensi dari pihak lain.
Hal itu dikatakan Diretkur Jenderal Pemasyaratan Handoyo Sudrajat, di Jakarta, Sabtu (29/11/2014). Pihaknya hanya menjalankan ketentuan perundang-undangan yang memunculkan hak narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 pasal 14 tentang nak narapidana.
"Kami menjalankan ketentuan UU, di sana dijelaskan betul hak narapidana. Jika melihat ini maka jelas, tidak ada intervensi dari mana pun," jelas Handoyo.
Dia menolak jika pemberian pembebasan bersyarat tersebut dinilai tidak hati-hati. Menurutnya terpidana merupakan tahanan dengan perkara pidana umum (pembunuhan) dan bukan pelaku tindak pidana khusus (Korupsi,teroris, dan narkotika). Sehingga ketentuan itu bisa dilakukan.
"Ini pidana umum artinya UU dan haknya berlaku," jelasnya.
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengatakan, pembebasan bersyarat harus dikaji kembali jika dinilai ada yang ganjil.
"Jika setelah dicari tahu ada intervensi maka harus dikaji. Jika sudah sesuai aturan maka itu adalah haknya," ujarnya di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/11/2014).
Namun meski pengkajian itu penting, aturan bagi narapidana dalam mendapatkan haknya juga harus dilihat lebih rinci dan hati-hati. Dan Kemenkum HAM harus menjelaskannya secara transparan.
"Kalau tidak salah ada aturan, setelah separuh masanya (penahanan) kemudian dilakukan bebas bersyarat. Harus diperiksa lagi aturannya," terang Fadli.
medcom.id, Jakarta: Pembebasan bersyarat yang diberikan kepada terpidana kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib, Polycarpus Budihari Prijanto sudah sesuai aturan perundang-undangan dan tidak ada intervensi dari pihak lain.
Hal itu dikatakan Diretkur Jenderal Pemasyaratan Handoyo Sudrajat, di Jakarta, Sabtu (29/11/2014). Pihaknya hanya menjalankan ketentuan perundang-undangan yang memunculkan hak narapidana sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 12 tahun 1995 pasal 14 tentang nak narapidana.
"Kami menjalankan ketentuan UU, di sana dijelaskan betul hak narapidana. Jika melihat ini maka jelas, tidak ada intervensi dari mana pun," jelas Handoyo.
Dia menolak jika pemberian pembebasan bersyarat tersebut dinilai tidak hati-hati. Menurutnya terpidana merupakan tahanan dengan perkara pidana umum (pembunuhan) dan bukan pelaku tindak pidana khusus (Korupsi,teroris, dan narkotika). Sehingga ketentuan itu bisa dilakukan.
"Ini pidana umum artinya UU dan haknya berlaku," jelasnya.
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fadli Zon mengatakan, pembebasan bersyarat harus dikaji kembali jika dinilai ada yang ganjil.
"Jika setelah dicari tahu ada intervensi maka harus dikaji. Jika sudah sesuai aturan maka itu adalah haknya," ujarnya di bilangan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (29/11/2014).
Namun meski pengkajian itu penting, aturan bagi narapidana dalam mendapatkan haknya juga harus dilihat lebih rinci dan hati-hati. Dan Kemenkum HAM harus menjelaskannya secara transparan.
"Kalau tidak salah ada aturan, setelah separuh masanya (penahanan) kemudian dilakukan bebas bersyarat. Harus diperiksa lagi aturannya," terang Fadli.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LAL)