Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan (tengah) memasuki ruang tahanan di Lapas Kelas 1A Bandar Lampung, Lampung. Foto: Antara/Ardiansyah.
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan (tengah) memasuki ruang tahanan di Lapas Kelas 1A Bandar Lampung, Lampung. Foto: Antara/Ardiansyah.

Adik Ketua MPR Didakwa Terima Suap Rp72,74 Miliar

Damar Iradat • 17 Desember 2018 15:02
Lampung: Bupati Lampung Selatan nonaktif Zainudin Hasan didakwa menerima suap Rp72,74 miliar. Uang suap itu diterima Zainudin dari sejumlah rekanan proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Lampung Selatan.
 
"Terdakwa telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri-sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji," kata jaksa dalam surat dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Lampung, Senin, 17 Desember 2018.
 
Uang itu ia terima melalui Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan 2016-2017 Hermansyah Hamidi dan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan 2017-2018 Anjar Asmara, serta Kasubbag Keuangan Dinas PUPR Agung Bhakti Purnomo dan Syahroni selaku Kabid Bina Program Dinas PUPR. Uang itu didapat dari rekanan yang akan mendapatkan proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan tahun anggaran 2016 hingga 2018.

Baca: Adik Ketua MPR Diadili Pekan Depan
 
Jaksa menjelaskan, sejak terpilih menjadi bupati Lampung Selatan, Zainudin langsung melakukan plotting rekanan yang akan menjadi pemenang proyek di Dinas PUPR. Selanjutnya, ia memberikan daftar pekerjaan tahun anggaran 2016 yang sudah di-plotting sebanyak 299 paket kegiatan beserta nama-nama rekanan yang ditunjuk menjadi pemenang kepada Hamidi.
 
Tidak hanya itu, adik Ketua MPR Zulkifli Hasan itu juga menginstruksikan agar Hamidi meminta komitmen fee dari rekanan-rekanan tersebut sebesar 13,5 persen dari nilai proyek. Pada tahun anggaran 2016 ini, Zainudin mengumpulkan komitmen fee sebesar Rp26,073 miliar.
 
Tidak hanya itu, pada 2016 Zainudin juga menerima uang dari salah satu rekanan Dinas PUPR, Ahmad Bastian sebesar Rp9,6 miliar. Uang itu ia terima atas plotting sembilan pekerjaan yang bersumber dari anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) 2016 yang dilakukan Bastian.
 
Pada 2017, Zainudin kembali melakukan plotting proyek. Namun, kali ini besaran komitmen fee naik menjadi 15 hingga 17 persen dari nilai proyek.
 
Hasilnya, ia mendapat total komitmen fee sebesar Rp23,6 miliar. Ia juga menerima uang sebesar Rp5 miliar dari Rusman Effendi sebagai persentase 17,5 persen dari nilai pagu anggaran yang didapatkannya atas kegiatan proyek di Dinas PUPR.
 
Kemudian, pada 2018, ia menunjuk Anjar Asmara menggantikan Hamidi sebagai kepala Dinas PUPR. Kepada Anjar, ia menginstruksikan agar rekanan menberikan komitmen fee sebesar 21 persen dari nilai proyek. Mereka lantas menerima uang sejumlah Rp8,4 miliar dari para rekanan.
 
Dari komitmen fee tersebut, 15 hingga 17 persen masuk ke kantong pribadi Zainudin. Sementara sisanya untuk biaya operasional Dinas PUPR Lampung Selatan.
 
"Sehingga perbuatan terdakwa bersama Agus Bhakti Nugroho, Anjar Asmara, Hernansyah Hamidi, dan Syahroni menerima uang tunai secara bertahap dari 2016 hingga 2018. Total berjumlah Rp72,74 miliar," lanjut jaksa.
 
Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan