medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui proses pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (peralatan bongkar muat peti kemas) di PT Pelindo II berjalan lamban. Salah satu penyebabnya, KPK masih menanti perhitungan kerugian negara.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan perhitungan kerugian negara itu akibat dari penerapan Pasal 2 dan 3 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Ada kebutuhan menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini," kata Febri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Februari 2017.
Kendala lain, kata Febri, yakni KPK kesulitan mengumpulkan bukti dalam kasus yang menyeret R.J. Lino. Sebab, kata dia, ada bukti-bukti yang berada di luar negeri.
Febri menambahkan, sejak 4 Januari 2016, penyidik KPK telah memeriksa 53 orang sebagai saksi untuk tersangka Lino. Unsur saksi sebagian besar pejabat dan pegawai Pelindo II.
"Ada juga GM pelabuhan dan perusahaan yang terkait," tegasnya.
Kasus dugaan korupsi pengadaan tiga Quay Container Crane ini mencuat ketika KPK menetapkan R.J. Lino selaku direktur utama PT Pelindo II, sebagai tersangka pada 18 Desember 2015. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti.
Lino diduga telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi. Hal itu lantaran Lino disebut-sebut menunjuk langsung Wuxi Huadong Heavy Machinery Co. Ltd. dalam proyek tersebut.
Internal Pelindo telah mengingatkan Lino bahaw penunjukan langsung ini bermasalah. Terlebih, barang yang diajukan Wuxi dinilai tak sesuai spesifikasi teknis dan berpotensi melanggar hukum.
Atas perbuatannya itu, Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui proses pengusutan kasus dugaan korupsi pengadaan Quay Container Crane (peralatan bongkar muat peti kemas) di PT Pelindo II berjalan lamban. Salah satu penyebabnya, KPK masih menanti perhitungan kerugian negara.
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan perhitungan kerugian negara itu akibat dari penerapan Pasal 2 dan 3 dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Ada kebutuhan menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini," kata Febri di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, 22 Februari 2017.
Kendala lain, kata Febri, yakni KPK kesulitan mengumpulkan bukti dalam kasus yang menyeret R.J. Lino. Sebab, kata dia, ada bukti-bukti yang berada di luar negeri.
Febri menambahkan, sejak 4 Januari 2016, penyidik KPK telah memeriksa 53 orang sebagai saksi untuk tersangka Lino. Unsur saksi sebagian besar pejabat dan pegawai Pelindo II.
"Ada juga GM pelabuhan dan perusahaan yang terkait," tegasnya.
Kasus dugaan korupsi pengadaan tiga Quay Container Crane ini mencuat ketika KPK menetapkan R.J. Lino selaku direktur utama PT Pelindo II, sebagai tersangka pada 18 Desember 2015. Penetapan ini dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti.
Lino diduga telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi. Hal itu lantaran Lino disebut-sebut menunjuk langsung Wuxi Huadong Heavy Machinery Co. Ltd. dalam proyek tersebut.
Internal Pelindo telah mengingatkan Lino bahaw penunjukan langsung ini bermasalah. Terlebih, barang yang diajukan Wuxi dinilai tak sesuai spesifikasi teknis dan berpotensi melanggar hukum.
Atas perbuatannya itu, Lino disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UWA)