KPK tahan pengacara kondang OC Kaligis--Foto: Antara/Vitalis Yogi Trisna
KPK tahan pengacara kondang OC Kaligis--Foto: Antara/Vitalis Yogi Trisna

OC Kaligis Dicokok, Dunia Advokat Semakin Tercoreng

Damar Iradat • 22 Juli 2015 14:21
medcom.id, Jakarta: Terkuaknya praktik gratifikasi di PTUN Medan oleh KPK semakin mencoreng dunia advokasi Indonesia. Pasalnya, dalam kasus itu menyeret pengacara senior OC Kaligis.
 
"Kasus ini sudah mencoreng wajah advokasi Indonesia. Apalagi salah satu tokoh senior, Pak OC Kaligis, dan advokat junior dari kantornya sudah dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK," ujar Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (ILUNI-FHUI), Melli Darsa, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Metrotvnews.com, Rabu (22/7/2015).
 
Sebab itu, dia mengajak para advokat dan praktisi hukum agar menjadikan kasus ini titik balik memperbaiki dunia advokasi. Caranya  dengan menghilangkan praktik-praktik gratifikasi.

"Kalau tidak segera ditangani, masyarakat bisa mempertanyakan berbagai kasus lain apakah diputuskan berdasar keadilan hukum atau karena praktik gratifikasi advokatnya," kata dia.
 
Ia menambahkan, "Kita mengingatkan semua advokat bahwa profesi ini adalah pembela hukum, bukannya kasir gratifikasi apalagi korupsi,” lanjut dia.
 
Sebelumnya KPK telah menetapkan OC Kaligis dan Yagi Bhastara sebagai tersangka bersama dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro, Hakim Anggota Amir Fauzi, Hakim Anggota Dermawan Ginting, dan panitera PTUN Medan Yusril Sofian dalam dugaan praktik gratifikasi terkait penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang tengah disidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
 
"Kalau ingin menang, harus menang dengan cara yang benar. Ini yang seharusnya menjadi standar praktik advokasi di Indonesia. Menjadi seorang advokat dan praktisi hukum berarti bertugas membela kebenaran dan keadilan, bukan hanya soal membela tersangka. Jangan hanya bangga karena tingkat kemenangan yang tinggi padahal diperoleh dengan praktik gratifikasi," kata tambah dia.
 
Untuk itu, ILUNI-FHUI mendorong agar organisasi yang menaungi advokat dan praktisi hukum di Indonesia untuk segera meningkatkan standar ujian profesi dan lebih pro-aktif dalam meninjau ulang secara berkala praktik para advokat. Seruan ini bertujuan agar praktik gratifikasi peradilan dapat dicegah dan jangan hanya sekedar reaktif ketika pelanggaran sudah terjadi.
 
Melli juga memberikan apresiasi kepada KPK setelah berhasil mengungkap kasus besar ini. Menurutnya, kasus suap di PTUN Medan akan menjadi momentum membersihkan berbagai rahasia buram profesi advokat.
 
"Kasus ini juga dapat jadi satu titik balik harapan agar profesi advokat dan praktisi hukum Indonesia bisa jadi yang terdepan dan panutan dalam pemberantasan korupsi serta gratifikasi. Kepercayaan masyarakat terhadap kebenaran putusan hukum harus kita kembalikan bersama,” tutup Melli.
 
Menurut data Indonesia Corruption Watch, dalam 10 tahun terakhir setidaknya ada 10 advokat yang terjerat dengan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. Organisasi yang menaungi para advokat Indonesia harus bersikap transparan dengan mengumumkan atau mencantumkan nama-nama orang yang sudah diberhentikan atau mundur dari profesi advokat. Sehingga hak-hak masyarakat konsumen jasa hukum dapat terlindungi.
 
Para hakim juga harus bisa tahan godaan dan menyadari bahwa ‘ketok palu’ itu tidak ternilai harganya dan harus berani menolak praktik gratifikasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan