medcom.id, Jakarta: Hiruk pikuk perjalanan Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2014 tak luput menjadi perhatian banyak pihak. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi juga tak luput memantau aksi culas politikus.
Aksi tipu dan lobby masih kerap terjadi. Situasi zaman yang berubah tak membuat partai berbenah. Konotasi partai sebagai rahim busuk korupsi tak terbantah. Padahal, KPK sudah memberikan rekomendasi terkait pembenahan pola rekruitment untuk partai politik.
Semangat pemberantasan korupsi hanya sebatas di lidah dan bukan ditindakan. Nyatanya, korupsi yang dilakukan politikus tak pernah berhenti, bahkan kian merajalela menjelang pemilu 2014.
Kasus Luthfi Hasan Ishaaq pada 2013, rupanya tak menjadi cerminan politikus berbuat culas. Modus baru bahkan mereka lakukan dengan dalih lain. Pada 2014, dua politikus kakap harus masuk perangkap. Status sosial baru, harus mereka sandang yakni sebagai tersangka kasus korupsi.
Label yang bukan hanya label. Sebab bisa jadi, nasib dan karier politik mati setelah KPK mengeksekusi. Keduanya adalah Suryadharma Ali dan Jero Wacik. Satu Menteri Agama dan satu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka mengikuti jejak sang anak emas di Kabinet, Andi Alifian Mallarangeng.
Berikut ringkasan Metrotvnews.com, terkait dua politikus itu:
Suryadharma Ali, Amir Alhajj Alfaasidiin
Suryadharma Ali (baju batik).Ant/Jafkhairi
Nama Suryadharma Ali mencuat dalam pemberitaan di media massa menjelang pemilu 2014. Bukan lantaran prestasi, tapi korupsi. Kamis (22/5/2014) petang, nama Suryadharma menghiasi laman media online. Musababnya, surat perintah penyidikan atas nama Suryadharma sudah diteken. Tak tanggung, Suryadharma yang biasa akrab disapa SDA menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pelaksanaan ibadah Haji di Kementerian Agama.
Dugaan keterlibatan SDA sebenarnya sudah lama diendus penyidik. Kala Busyro Muqoddas masih menjabat Ketua KPK, Busyro pernah meminta dilakukan moratorium penerimaan peserta ibadah haji pada 2012. Namun, usulan KPK ditolak mentah-mentah. Alasannya, KPK tak punya dasar buat meminta Kemenag melakukan penghentian.
Surya balik pongah. Dia mengangkat Anggito Abimanyu buat duduk di kursi Direktur Jenderal Pelayanan Ibadah Haji dan Umroh (PHU). Alasannya, supaya Anggito yang merupakan mantan calon Wakil Menteri Keuangan, mampu membenahi sistem dan manajemen keuangan di Ditjen PHU.
Namun, alasan SDA tak berbukti. Di era itu, SDA malah ketahuan mengajak sejumlah kolega dan keluarga berangkat haji. Tak tanggung-tanggung, 35 orang diboyong SDA dengan pesawat dalam rombongan Amirul Hajj.
Rupanya, rombongan menggunakan kuota yang bukan milik mereka. Ada nama Sekjen PPP kala itu, Irgan Chairul Mahfiz dan istri SDA, Wardhatul Asriyah yang juga masuk di rombongan itu. Sejumlah nama, seperti Margono yang merupakan Ketua DPW PPP Banten juga ikut. Bahkan, Margono dimasukan sebagai panitia haji. Tapi fakta berkata lain, dia membayar hampir Rp100 juta kepada biro perjalanan haji Al-Amin, milik Melani Leimena Suharli.
Bau di kuota ini jadi pintu masuk KPK menelisik lebih jauh. Pada musim haji 2013, KPK mengirim tim buat memantau. Hasilnya, KPK menemukan temuan yang lebih parah. Katering dan penginapan yang disediakan buat jamaah rupanya kacau balau. Jamaah haji ada yang tak mendapat jatah makan, lantaran jumlah kuota tak sama dengan yang semestinya.
Tak hanya soal kuota, KPK sudah jauh-jauh hari mengendus bau amis. Lantaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penggelolaan dana haji. Di dalam hasil auditnya pada Januari 2014, PPATK mengungkap ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar. Selama periode 2004-2012, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp2,3 triliun per tahun. Santer kabar, duit mengalir ke DPR saat pembahasan anggaran Haji.
Kisruh dalam pelaksanaan haji, membuat Komisi bertindak. Sebab sebelumnya, ada korupsi dalam proses penggadaan kitab suci Alquran yang juga dilakukan di Kementerian Agama. Lewat sejumlah pengumpulan keterangan, temuan buktu, dan analisa, KPK menggelar ekspose. Forum ekspose pun sepakat menetapkan Suryadharma Ali yang menjabat sebagai Menteri Agama sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pelaksanaan Ibadah Haji tahun 2012-2013.
“Sudah naik penyidikan dengan SDA dkk sebagai tersangka," kata Busyro saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (22/5/2014) lalu.
Suryadharma dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penetapan SDA berbuntut panjang. Sejumlah kolega dan politikus dari sejumlah partai kudu dipanggil. Bahkan, Anggito yang tadinya dijadikan SDA sebagai tameng, kudu kena. Laptop dan handphone milik Anggito kudu disita penyidik lantaran ditemukan jejak tersangka di kedua benda itu. Anggito pun bolak-balik KPK buat menjadi saksi.
Kesal menjadi tameng, Anggito akhirnya membuka semua ke penyidik. Dia membeberkan semua modus yang dilakukan Suryadharma saat menjadi menteri yang mengurusi agama. Anggito menyerahkan semua dokumen dan membeberkan modus SDA. Sehingga, Komisi kemudian memperpanjang cakupan penyidikan dari tahun 2012-2013 menjadi 2010-2013 dengan tersangka yang sama yakni SDA.
Suryadharma pun menjadi menteri aktif kedua yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Sebelumnya, Andi Alifian Mallarangeng terlebih dahulu merasakan lantai dingin hotel prodeo di KPK, dan merasakan panasnya kursi pesakitan di ruang pengadilan.
Meski sudah jadi Amir Alhajj Alfaasidiin, Suryadharma Ali belum juga ditahan. Surya malah aktif di Koalisi Merah Putih pimpinan Prabowo Subianto dan menjadi inisiator pengusung Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP versi Munas Jakarta.
Jero Wacik, Sang Pemeras di Kementerian Energi
Jero Wacik.MI/Rommy Pujianto
Nama Jero Wacik sudah sayup-sayup terdengar terlibat dalam dugaan korupsi sejak lama. Yakni, sejak mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini ditangkap pada 18 Agustus 2013. Namun, Jero selalu berkilah tahu ihwal kasus korupsi yang menyeret mantan wakilnya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Jejak Jero mulai terendus saat penyidik menemukan uang ribuan dollar AS di ruangan Waryono Karno, mantan Sekretaris Jenderal Kemen ESDM, kala menggeledah ruangan tersebut. Duit dollar yang ada di ruangan Waryono diakui Jero sebagai duit operasional kementerian.
Rupa-rupanya, duit itu menjadi kunci dari pintu korupsi yang selama ini menjalar di lingkungan Kementerian Energi. Sebab ternyata, Rudi Rubiandini yang sudah jadi tersangka, membuka suara jika Waryono sering minta duit ke rekanan dan lembaga yang berkaitan dengan Kemen ESDM. Lewat Rudi pula diketahui, ada aliran dana ke Komisi VII DPR.
Keterangan Guru Besar Teknik Perminyakan ITB itu bukan omong kosong. Sebab, banyak fakta dan bukti yang mendukung. Satu persatu orang yang disebut kudu mendapat status baru. Waryono menjadi pihak pertama yang menjadi tersangka seusai Rudi. Pada Januari 2014, Waryono ditetapkan menjadi penerima gratifikasi buat sejumlah kegiatan di Kemen ESDM. Selepas Waryono, Sutan Bhatoegana yang merupakan mantan Ketua Komisi Energi (VII) DPR juga kudu jadi tersangka penerima gratifikasi.
Laju penyidikan bergerak cepat. KPK menemukan aliran dana lain yang diduga dimainkan Waryono di lingkungan Kemen ESDM. Di Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara Kemen ESDM, satgas KPK menemukan duit di salah satu ruangan dan mobil seorang petinggi PPBMN bernama Sri Utami. Lewat keterangan Sri, seturut kemudian KPK kembali menjerat Waryono Karno sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penggelolaan dana di Kesetjenan ESDM.
Kasus kedua yang menjerat Waryono inilah yang jadi pintu masuk ke Jero Wacik. Belakangan diketahui, banyak anggaran kementerian disunat Waryono buat dialirkan ke sang atasan, Jero Wacik. Dana yang disunat itu berasal dari sejumlah pos. Bahkan, Waryono disebut-sebut diperintah Jero buat belajar ke Kementerian/Lembaga lain dalam mengelola duit.
Waryono pun dapat banyak pelajaran. Dia mengutak-atik sejumlah pos dan bahkan meminta sejumlah eselon II buat menyisihkan anggaran. Tak hanya di dalam Kemen ESDM, Waryono memutar otak buat meraup duit dari orang di luar kementerian. Akhirnya, banyak rekanan Kementerian ESDM yang juga harus rela ditadah Waryono. Duit-duit ini yang kemudian disulap Waryono buat keperluan operasional sang Menteri.
Usut punya usut, anggaran operasional inilah yang jadi petaka. Dana Operasional Menteri ESDM yang dinilai sedikit karena ada perubahan APBN, dijadikan Jero sebagai tameng. Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat akhirnya meraup banyak dari hasil ‘potekan’ anggaran operasional pejabat eselon II ke bawah dan dari sumbangan tidak rela rekanan.
Rabu (2/9/2014) siang hari, sejumlah pimpinan KPK menggelar konferensi pers. Mereka mengumumkan status baru buat orang yang disebut Anas Urbaningrum sebagai salah satu Sengkuni di Partai Demokrat.
"Bahwa sudah dikeluarkan surat perintah penyidikan per tanggal 2 September 2014, peningkatan status menjadi penyidikan atas nama tersangka JW dari Kementerian ESDM," kata Zulkarnaen yang ditemani Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Uniknya, pasal yang disangkakan bukan pasal penyalahgunaan wewenang. Melainkan, Pasal 12 huruf e atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHPidana. Pasal tersebut terkait dengan tindak pidana korupsi yang berasal dari pemerasan. Dengan pasal itu, orang dekat Susilo Bambang Yudhoyono itu sah disebut koruptor pemeras.
Jero menjadi menteri ketiga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II yang menjadi tersangka setelah Andi Alifian Mallaranggeng dan Suryadharma Ali. Namun, menjadi orang dekat kedua bagi Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi tersangka.
Namun, Jero yang menggebu-gebu membersihkan koruptor seperti Anas Urbaningrum di Partai Demokrat, tak mundur dari kepengurusan seperti yang dilakukan Anas. Kini tinggal menunggu, akankah Jero satu hotel prodeo dengan Anas? Sebab, Anas Urbaningrum mengaku sudah siap membantu dan menjadi teman untuk Jero, jika akhirnya Jero ditahan.
medcom.id, Jakarta: Hiruk pikuk perjalanan Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden 2014 tak luput menjadi perhatian banyak pihak. Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi juga tak luput memantau aksi culas politikus.
Aksi tipu dan lobby masih kerap terjadi. Situasi zaman yang berubah tak membuat partai berbenah. Konotasi partai sebagai rahim busuk korupsi tak terbantah. Padahal, KPK sudah memberikan rekomendasi terkait pembenahan pola rekruitment untuk partai politik.
Semangat pemberantasan korupsi hanya sebatas di lidah dan bukan ditindakan. Nyatanya, korupsi yang dilakukan politikus tak pernah berhenti, bahkan kian merajalela menjelang pemilu 2014.
Kasus Luthfi Hasan Ishaaq pada 2013, rupanya tak menjadi cerminan politikus berbuat culas. Modus baru bahkan mereka lakukan dengan dalih lain. Pada 2014, dua politikus kakap harus masuk perangkap. Status sosial baru, harus mereka sandang yakni sebagai tersangka kasus korupsi.
Label yang bukan hanya label. Sebab bisa jadi, nasib dan karier politik mati setelah KPK mengeksekusi. Keduanya adalah Suryadharma Ali dan Jero Wacik. Satu Menteri Agama dan satu Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral di Kabinet Indonesia Bersatu jilid II, pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono. Mereka mengikuti jejak sang anak emas di Kabinet, Andi Alifian Mallarangeng.
Berikut ringkasan Metrotvnews.com, terkait dua politikus itu:
Suryadharma Ali, Amir Alhajj Alfaasidiin
Suryadharma Ali (baju batik).Ant/Jafkhairi
Nama Suryadharma Ali mencuat dalam pemberitaan di media massa menjelang pemilu 2014. Bukan lantaran prestasi, tapi korupsi. Kamis (22/5/2014) petang, nama Suryadharma menghiasi laman media online. Musababnya, surat perintah penyidikan atas nama Suryadharma sudah diteken. Tak tanggung, Suryadharma yang biasa akrab disapa SDA menjadi tersangka dalam dugaan korupsi pelaksanaan ibadah Haji di Kementerian Agama.
Dugaan keterlibatan SDA sebenarnya sudah lama diendus penyidik. Kala Busyro Muqoddas masih menjabat Ketua KPK, Busyro pernah meminta dilakukan moratorium penerimaan peserta ibadah haji pada 2012. Namun, usulan KPK ditolak mentah-mentah. Alasannya, KPK tak punya dasar buat meminta Kemenag melakukan penghentian.
Surya balik pongah. Dia mengangkat Anggito Abimanyu buat duduk di kursi Direktur Jenderal Pelayanan Ibadah Haji dan Umroh (PHU). Alasannya, supaya Anggito yang merupakan mantan calon Wakil Menteri Keuangan, mampu membenahi sistem dan manajemen keuangan di Ditjen PHU.
Namun, alasan SDA tak berbukti. Di era itu, SDA malah ketahuan mengajak sejumlah kolega dan keluarga berangkat haji. Tak tanggung-tanggung, 35 orang diboyong SDA dengan pesawat dalam rombongan Amirul Hajj.
Rupanya, rombongan menggunakan kuota yang bukan milik mereka. Ada nama Sekjen PPP kala itu, Irgan Chairul Mahfiz dan istri SDA, Wardhatul Asriyah yang juga masuk di rombongan itu. Sejumlah nama, seperti Margono yang merupakan Ketua DPW PPP Banten juga ikut. Bahkan, Margono dimasukan sebagai panitia haji. Tapi fakta berkata lain, dia membayar hampir Rp100 juta kepada biro perjalanan haji Al-Amin, milik Melani Leimena Suharli.
Bau di kuota ini jadi pintu masuk KPK menelisik lebih jauh. Pada musim haji 2013, KPK mengirim tim buat memantau. Hasilnya, KPK menemukan temuan yang lebih parah. Katering dan penginapan yang disediakan buat jamaah rupanya kacau balau. Jamaah haji ada yang tak mendapat jatah makan, lantaran jumlah kuota tak sama dengan yang semestinya.
Tak hanya soal kuota, KPK sudah jauh-jauh hari mengendus bau amis. Lantaran Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam penggelolaan dana haji. Di dalam hasil auditnya pada Januari 2014, PPATK mengungkap ada transaksi mencurigakan sebesar Rp 230 miliar. Selama periode 2004-2012, dana haji yang dikelola mencapai Rp 80 triliun dengan imbalan hasil sekitar Rp2,3 triliun per tahun. Santer kabar, duit mengalir ke DPR saat pembahasan anggaran Haji.
Kisruh dalam pelaksanaan haji, membuat Komisi bertindak. Sebab sebelumnya, ada korupsi dalam proses penggadaan kitab suci Alquran yang juga dilakukan di Kementerian Agama. Lewat sejumlah pengumpulan keterangan, temuan buktu, dan analisa, KPK menggelar ekspose. Forum ekspose pun sepakat menetapkan Suryadharma Ali yang menjabat sebagai Menteri Agama sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pelaksanaan Ibadah Haji tahun 2012-2013.
“Sudah naik penyidikan dengan SDA dkk sebagai tersangka," kata Busyro saat dihubungi melalui pesan singkat, Kamis (22/5/2014) lalu.
Suryadharma dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Penetapan SDA berbuntut panjang. Sejumlah kolega dan politikus dari sejumlah partai kudu dipanggil. Bahkan, Anggito yang tadinya dijadikan SDA sebagai tameng, kudu kena. Laptop dan handphone milik Anggito kudu disita penyidik lantaran ditemukan jejak tersangka di kedua benda itu. Anggito pun bolak-balik KPK buat menjadi saksi.
Kesal menjadi tameng, Anggito akhirnya membuka semua ke penyidik. Dia membeberkan semua modus yang dilakukan Suryadharma saat menjadi menteri yang mengurusi agama. Anggito menyerahkan semua dokumen dan membeberkan modus SDA. Sehingga, Komisi kemudian memperpanjang cakupan penyidikan dari tahun 2012-2013 menjadi 2010-2013 dengan tersangka yang sama yakni SDA.
Suryadharma pun menjadi menteri aktif kedua yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi. Sebelumnya, Andi Alifian Mallarangeng terlebih dahulu merasakan lantai dingin hotel prodeo di KPK, dan merasakan panasnya kursi pesakitan di ruang pengadilan.
Meski sudah jadi Amir Alhajj Alfaasidiin, Suryadharma Ali belum juga ditahan. Surya malah aktif di Koalisi Merah Putih pimpinan Prabowo Subianto dan menjadi inisiator pengusung Djan Faridz sebagai Ketua Umum PPP versi Munas Jakarta.
Jero Wacik, Sang Pemeras di Kementerian Energi
Jero Wacik.MI/Rommy Pujianto
Nama Jero Wacik sudah sayup-sayup terdengar terlibat dalam dugaan korupsi sejak lama. Yakni, sejak mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini ditangkap pada 18 Agustus 2013. Namun, Jero selalu berkilah tahu ihwal kasus korupsi yang menyeret mantan wakilnya di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Jejak Jero mulai terendus saat penyidik menemukan uang ribuan dollar AS di ruangan Waryono Karno, mantan Sekretaris Jenderal Kemen ESDM, kala menggeledah ruangan tersebut. Duit dollar yang ada di ruangan Waryono diakui Jero sebagai duit operasional kementerian.
Rupa-rupanya, duit itu menjadi kunci dari pintu korupsi yang selama ini menjalar di lingkungan Kementerian Energi. Sebab ternyata, Rudi Rubiandini yang sudah jadi tersangka, membuka suara jika Waryono sering minta duit ke rekanan dan lembaga yang berkaitan dengan Kemen ESDM. Lewat Rudi pula diketahui, ada aliran dana ke Komisi VII DPR.
Keterangan Guru Besar Teknik Perminyakan ITB itu bukan omong kosong. Sebab, banyak fakta dan bukti yang mendukung. Satu persatu orang yang disebut kudu mendapat status baru. Waryono menjadi pihak pertama yang menjadi tersangka seusai Rudi. Pada Januari 2014, Waryono ditetapkan menjadi penerima gratifikasi buat sejumlah kegiatan di Kemen ESDM. Selepas Waryono, Sutan Bhatoegana yang merupakan mantan Ketua Komisi Energi (VII) DPR juga kudu jadi tersangka penerima gratifikasi.
Laju penyidikan bergerak cepat. KPK menemukan aliran dana lain yang diduga dimainkan Waryono di lingkungan Kemen ESDM. Di Pusat Pengelolaan Barang Milik Negara Kemen ESDM, satgas KPK menemukan duit di salah satu ruangan dan mobil seorang petinggi PPBMN bernama Sri Utami. Lewat keterangan Sri, seturut kemudian KPK kembali menjerat Waryono Karno sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penggelolaan dana di Kesetjenan ESDM.
Kasus kedua yang menjerat Waryono inilah yang jadi pintu masuk ke Jero Wacik. Belakangan diketahui, banyak anggaran kementerian disunat Waryono buat dialirkan ke sang atasan, Jero Wacik. Dana yang disunat itu berasal dari sejumlah pos. Bahkan, Waryono disebut-sebut diperintah Jero buat belajar ke Kementerian/Lembaga lain dalam mengelola duit.
Waryono pun dapat banyak pelajaran. Dia mengutak-atik sejumlah pos dan bahkan meminta sejumlah eselon II buat menyisihkan anggaran. Tak hanya di dalam Kemen ESDM, Waryono memutar otak buat meraup duit dari orang di luar kementerian. Akhirnya, banyak rekanan Kementerian ESDM yang juga harus rela ditadah Waryono. Duit-duit ini yang kemudian disulap Waryono buat keperluan operasional sang Menteri.
Usut punya usut, anggaran operasional inilah yang jadi petaka. Dana Operasional Menteri ESDM yang dinilai sedikit karena ada perubahan APBN, dijadikan Jero sebagai tameng. Sekretaris Majelis Tinggi Partai Demokrat akhirnya meraup banyak dari hasil ‘potekan’ anggaran operasional pejabat eselon II ke bawah dan dari sumbangan tidak rela rekanan.
Rabu (2/9/2014) siang hari, sejumlah pimpinan KPK menggelar konferensi pers. Mereka mengumumkan status baru buat orang yang disebut Anas Urbaningrum sebagai salah satu Sengkuni di Partai Demokrat.
"Bahwa sudah dikeluarkan surat perintah penyidikan per tanggal 2 September 2014, peningkatan status menjadi penyidikan atas nama tersangka JW dari Kementerian ESDM," kata Zulkarnaen yang ditemani Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.
Uniknya, pasal yang disangkakan bukan pasal penyalahgunaan wewenang. Melainkan, Pasal 12 huruf e atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 421 KUHPidana. Pasal tersebut terkait dengan tindak pidana korupsi yang berasal dari pemerasan. Dengan pasal itu, orang dekat Susilo Bambang Yudhoyono itu sah disebut koruptor pemeras.
Jero menjadi menteri ketiga dalam Kabinet Indonesia Bersatu II yang menjadi tersangka setelah Andi Alifian Mallaranggeng dan Suryadharma Ali. Namun, menjadi orang dekat kedua bagi Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi tersangka.
Namun, Jero yang menggebu-gebu membersihkan koruptor seperti Anas Urbaningrum di Partai Demokrat, tak mundur dari kepengurusan seperti yang dilakukan Anas. Kini tinggal menunggu, akankah Jero satu hotel prodeo dengan Anas? Sebab, Anas Urbaningrum mengaku sudah siap membantu dan menjadi teman untuk Jero, jika akhirnya Jero ditahan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ICH)