medcom.id, Jakarta: Jutaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia terancam dideportasi setelah batas waktu pendaftaran program re-hiring dengan e-kad berakhir 30 Juni lalu.
Mereka rata-rata merupakan pekerja asing tanpa izin (PATI) yang tak ikut mendaftar re-hiring sehingga harus menerima konsekuensi terkena razia oleh aparat imigrasi Malaysia.
Meski demikian, Pemerintah dalam hal ini Ditjen Imigrasi Kemenkumham bersama Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja berupaya memberikan perlindungan hukum bagi WNI yang terjaring razia. Dirjen Imigrasi terus berkoordinasi dengan atase imigrasi di konsulat-konsulat negara bagian di Malaysia.
"Sedang dilakukan upaya komunikasi dengan counter part yang seimbang, imigrasi juga membantu karena punya atase teknis dan konsul," kata Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie di Gedung Imigrasi, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu 5 Juli 2017.
Ronny bilang, pihaknya akan terus memantau perkembangan yang ada mengingat banyaknya WNI yang kemungkinan terjaring razia. Upaya tersebut dilakukan agar tak terjadi hal-hal yang merugikan TKI yang berstatus ilegal.
"Agar mereka terhindar dari hal yang merugikan. Kita memberi bantuan dan dukungan," ujar dia.
Program re-hiring dengan e-kad telah diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia sejak 15 Februari 2017 untuk PATI dari 15 negara, yaitu Bangladesh, Filipina, India, Indonesia, Kazakhstan, Kamboja, Laos, Vietnam, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Turmeknistan, Uzbekistan dan Vietnam.
E-kad ini berfungsi sebagai izin kerja sementara dan setelah mendapat E-kad, PATI harus mengikuti program re-hiring.
"Di KBRI, kita sebenarnya siapkan jalur khusus bagi yang mau ikut re-hiring, 10 staf kita sediakan dari pusat untuk membantu pembuatan paspor dan SPLP," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhamad Iqbal.
Sementara, operasi razia telah dimulai sejak 1 Juli lalu di Semenanjung Malaysia. Dari 1.509 PATI yang ditangkap, sebanyak 197 orang adalah WNI.
medcom.id, Jakarta: Jutaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia terancam dideportasi setelah batas waktu pendaftaran program
re-hiring dengan e-kad berakhir 30 Juni lalu.
Mereka rata-rata merupakan pekerja asing tanpa izin (PATI) yang tak ikut mendaftar
re-hiring sehingga harus menerima konsekuensi terkena razia oleh aparat imigrasi Malaysia.
Meski demikian, Pemerintah dalam hal ini Ditjen Imigrasi Kemenkumham bersama Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Tenaga Kerja berupaya memberikan perlindungan hukum bagi WNI yang terjaring razia. Dirjen Imigrasi terus berkoordinasi dengan atase imigrasi di konsulat-konsulat negara bagian di Malaysia.
"Sedang dilakukan upaya komunikasi dengan
counter part yang seimbang, imigrasi juga membantu karena punya atase teknis dan konsul," kata Dirjen Imigrasi Ronny F Sompie di Gedung Imigrasi, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Rabu 5 Juli 2017.
Ronny bilang, pihaknya akan terus memantau perkembangan yang ada mengingat banyaknya WNI yang kemungkinan terjaring razia. Upaya tersebut dilakukan agar tak terjadi hal-hal yang merugikan TKI yang berstatus ilegal.
"Agar mereka terhindar dari hal yang merugikan. Kita memberi bantuan dan dukungan," ujar dia.
Program
re-hiring dengan e-kad telah diluncurkan oleh Kementerian Dalam Negeri Malaysia sejak 15 Februari 2017 untuk PATI dari 15 negara, yaitu Bangladesh, Filipina, India, Indonesia, Kazakhstan, Kamboja, Laos, Vietnam, Nepal, Pakistan, Sri Lanka, Thailand, Turmeknistan, Uzbekistan dan Vietnam.
E-kad ini berfungsi sebagai izin kerja sementara dan setelah mendapat E-kad, PATI harus mengikuti program re-hiring.
"Di KBRI, kita sebenarnya siapkan jalur khusus bagi yang mau ikut re-hiring, 10 staf kita sediakan dari pusat untuk membantu pembuatan paspor dan SPLP," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI, Lalu Muhamad Iqbal.
Sementara, operasi razia telah dimulai sejak 1 Juli lalu di Semenanjung Malaysia. Dari 1.509 PATI yang ditangkap, sebanyak 197 orang adalah WNI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SCI)