Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik - MI/Rommy Pujianto.
Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik - MI/Rommy Pujianto.

Panglima TNI Diminta tidak Melakukan Manuver Politik

Renatha Swasty • 24 September 2017 15:52
medcom.id, Jakarta: Wakil Sekjen Partai Demokrat Rachland Nashidik meminta Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo tidak melakukan manuver politik. Ini menyusul pernyataan Gatot terkait adanya institusi non militer yang akan mengimpor 5.000 senjata secara ilegal menggunakan nama Presiden Joko Widodo. 
 
"Kita semua perlu lebih tenang dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun Undang-undang. Contohnya, manuver politik Panglima TNI Gatot Nurmantyo," kata Rachland dalam keterangan tertulis, Minggu, 24 September 2017. 
 
Rachland menyebut, Gatot sudah melakukan sejumlah kesalahan dengan membocorkan data intelijen, apalagi yang sensitif kepada publik. Seharusnya informasi semacam itu dilaporkan pada Presiden atau pada DPR. 

"Bukan kepada sesepuh dan purnawirawan TNI dalam acara yang diliput luas oleh wartawan dan dipandang sebagai upaya untuk menghimpun dukungan bagi manuver-manuver politiknya," tandas dia. 
 
Rachland melanjutkan, pernyataan Gatot paling fatal adalah ketika menyebut bakal menyerbu polisi bila mempunyai senjata yang dapat menembak tank, menembak kapal atau menembak pesawat. Dia menegaskan, militer tidak boleh mengambil kebijakan politik. 
 
Kebijakan politik kata dia hanya boleh diambil oleh pengelola otoritas negara yang dipilih oleh pemilu demokratik. Apalagi, Panglima TNI tidak dipilih oleh pemilu, melainkan diangkat oleh Presiden. 
 
Kewajibannya tambah dia, bukan mengambil kebijakan, melainkan menjalankan dan mengelola operasi. 
 
Salah satu puncak keberhasilan reformasi TNI adalah memindahkan kebijakan pengerahan dan penggunaan kekuatan angkatan perang dari militer ke tangan otoritas politik. 
 
Gatot dinilai Rachland sudah melampaui kewenangan dan melanggar undang-undang saat mengancam akan "menyerbu" BIN dan Polisi. Dalam tempat pertama, lanjut dia, Gatot tidak boleh mengeluarkan ancaman karena seharusnya Gatot sadar dan patuh bahwa pengerahan dan penggunaan kekuatan TNI bukan kewenangannya, melainkan kewenangan Presiden atas persetujuan DPR. 
 
"Politik TNI harus selamanya politik negara, bukan politik Panglima TNI. Bagi kelangsungan demokrasi, kita semua cukup waras untuk memahami: pemesanan 5.000 senjata serbu oleh badan intelijen, bila itu benar, sama berbahayanya dengan Panglima TNI yang berpolitik praktis dan melampaui kewenangannya," tandas dia. 
 
Sebelumnya, di hadapan para purnawirawan, Gatot menyebut, ada institusi non militer yang berupaya mendatangkan 5.000 pucuk senjata secara ilegal, dan itu mencatut nama Presiden Jokowi.
 
"Ada kelompok institusi yang akan beli 5000 pucuk senjata, bukan militer. Memakai nama Presiden. Seolah-olah dari Presiden yang berbuat, padahal saya yakin itu bukan presiden. Informasi yang saya dapat kalau tidak A1 tidak akan saya sampaikan di sini," kata Gatot di aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat 22 September 2017. 
 
Gatot menegaskan, tidak boleh ada institusi di Indonesia yang memiliki senjata selain TNI dan Polri. “Dan polisi pun tidak boleh memiliki senjata yang bisa menembak tank dan bisa menembak pesawat dan bisa menembak kapal, saya serbu kalau ada. Ini ketentuan,” ujar Gatot. 
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan