medcom.id, Jakarta: Pengungkapan beredarnya vaksin palsu oleh Dittipideksus Bareskrim Polri menimbulkan tanda tanya. Publik bertanya-tanya karena kasus ini baru terungkap setelah bisnis pemalsuan vaksin berjalan 13 tahun.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya menyebut, polisi bergerak mengungkap kasus bukan atas laporan masyarakat. Polisi sejak awal harus meyakinkan peredaran vaksin bisa diproses hukum di Bareskrim atau tidak.
"Penyidikan ini bukan karena ada LP (laporan), tapi murni penyelidikan. Kepolisian lakukan penyelidikan untuk melihat fenomena vaksin ini masuk ranah pidana atau tidak," kata Agung di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (28/6/2016).
Setelah diyakini fenomena vaksin palsu masuk ranah pidana, penyidik langsung menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Polisi selanjutnya menemukan sejumlah barang bukti berikut lokasi penjualan.
"Kami berhasil temukan toko obat dan kami amankan beberapa vaksin yang kami pastikan palsu. Ada empat jaringan vaksin palsu, ini murni penyelidikan," ujar dia.
Agung juga menjelaskan bagaimana proses yang dilalui pihaknya hingga kasus ini terungkap. Dalam pengembangan kasus, kata dia, polisi tak bisa serta merta menindak. Penyidik lebih dulu mengumpulkan data, informasi, dan fakta di lapangan untuk memperkuat adanya kejahatan vaksin palsu.
Penyidik kemudian membangun hipotesis ketika ada satu vaksin memiliki harga berbeda dengan vaksin asli. Penyidik langsung mencari tahu mengapa terdapat perbedaan harga untuk vaksin yang sama.
"Penyelidikan ditemukan harga murah bersumber dari vaksin palsu," kata dia.
Pada tahap ini, penyidik mencari siapa pembuat dan pendistribusi vaksin palsu. Sebanyak 15 tersangka telah ditahan dalam kasus ini. Polisi juga telah meminta keterangan 18 orang saksi.
medcom.id, Jakarta: Pengungkapan beredarnya vaksin palsu oleh Dittipideksus Bareskrim Polri menimbulkan tanda tanya. Publik bertanya-tanya karena kasus ini baru terungkap setelah bisnis pemalsuan vaksin berjalan 13 tahun.
Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya menyebut, polisi bergerak mengungkap kasus bukan atas laporan masyarakat. Polisi sejak awal harus meyakinkan peredaran vaksin bisa diproses hukum di Bareskrim atau tidak.
"Penyidikan ini bukan karena ada LP (laporan), tapi murni penyelidikan. Kepolisian lakukan penyelidikan untuk melihat fenomena vaksin ini masuk ranah pidana atau tidak," kata Agung di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (28/6/2016).
Setelah diyakini fenomena vaksin palsu masuk ranah pidana, penyidik langsung menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan. Polisi selanjutnya menemukan sejumlah barang bukti berikut lokasi penjualan.
"Kami berhasil temukan toko obat dan kami amankan beberapa vaksin yang kami pastikan palsu. Ada empat jaringan vaksin palsu, ini murni penyelidikan," ujar dia.
Agung juga menjelaskan bagaimana proses yang dilalui pihaknya hingga kasus ini terungkap. Dalam pengembangan kasus, kata dia, polisi tak bisa serta merta menindak. Penyidik lebih dulu mengumpulkan data, informasi, dan fakta di lapangan untuk memperkuat adanya kejahatan vaksin palsu.
Penyidik kemudian membangun hipotesis ketika ada satu vaksin memiliki harga berbeda dengan vaksin asli. Penyidik langsung mencari tahu mengapa terdapat perbedaan harga untuk vaksin yang sama.
"Penyelidikan ditemukan harga murah bersumber dari vaksin palsu," kata dia.
Pada tahap ini, penyidik mencari siapa pembuat dan pendistribusi vaksin palsu. Sebanyak 15 tersangka telah ditahan dalam kasus ini. Polisi juga telah meminta keterangan 18 orang saksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)