Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Direktur Keuangan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) Persero, Tri Hartono Rianto. Ia akan dikorek dalam kasus dugaan suap proyek baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propetindo (APP) yang dilaksanakan PT INTI.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AYA (Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 6 September 2019.
Selain Tri Hartono, KPK juga menghadirkan lima saksi lainya. Mereka adalah Account Manager PT Jaya Teknik Indonesia, Nando Alieftiawan; Direktur Utama PT Era Bangun Jaya, Eddy BJ Sihombing; CEO PT Tridharma Kencana, Hendrik Leonardus; Presiden Direktur PT SOG Indonesia, Sanny Jauwhannes; hingga sopir pribadi Andra, Endang.
KPK menetapkan Andra dan staf PT INTI Taswin Nur sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek BHS. Andra menjadi penerima suap, sedangkan Taswin pemberi suap.
Andra diduga mengarahkan PT APP untuk menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS. Proyek bernilai Rp86 miliar ini dioperasikan PT APP.
Dia disinyalir telah mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa PuraII Marzuki Battung untuk menyusun spesifikasi teknis proyek tersebut. Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra juga diduga mengarahkan Direktur PT Angkasa Pura Propertindo Wisnu Raharjo mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI. Dengan begitu, uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Selaku penerima suap, Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi memanggil Direktur Keuangan PT Industri Telekomunikasi Indonesia (PT INTI) Persero, Tri Hartono Rianto. Ia akan dikorek dalam kasus dugaan suap proyek
baggage handling system (BHS) pada PT Angkasa Pura Propetindo (APP) yang dilaksanakan PT INTI.
"Yang bersangkutan akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AYA (Direktur Keuangan PT Angkasa Pura II, Andra Y Agussalam),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jakarta, Jumat, 6 September 2019.
Selain Tri Hartono, KPK juga menghadirkan lima saksi lainya. Mereka adalah Account Manager PT Jaya Teknik Indonesia, Nando Alieftiawan; Direktur Utama PT Era Bangun Jaya, Eddy BJ Sihombing; CEO PT Tridharma Kencana, Hendrik Leonardus; Presiden Direktur PT SOG Indonesia, Sanny Jauwhannes; hingga sopir pribadi Andra, Endang.
KPK menetapkan Andra dan staf PT INTI Taswin Nur sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek BHS. Andra menjadi penerima suap, sedangkan Taswin pemberi suap.
Andra diduga mengarahkan PT APP untuk menunjuk langsung PT INTI sebagai penggarap proyek BHS. Proyek bernilai Rp86 miliar ini dioperasikan PT APP.
Dia disinyalir telah mengarahkan Executive General Manager Divisi Airport Maintainance Angkasa PuraII Marzuki Battung untuk menyusun spesifikasi teknis proyek tersebut. Padahal, berdasarkan penilaian tim teknis PT APP, harga penawaran PT INTI terlalu mahal.
Andra juga diduga mengarahkan Direktur PT Angkasa Pura Propertindo Wisnu Raharjo mempercepat penandatanganan kontrak antara PT APP dan PT INTI. Dengan begitu, uang muka segera cair sehingga PT INTI bisa menggunakannya sebagai modal awal.
Selaku penerima suap, Andra disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Taswin sebagai pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)