Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri membongkar kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang. Tindak pidana ini dilakukan salah satu politeknik resmi di Sumatra Barat (Sumbar).
"Pengungkapan selanjutnya adalah TPPO dengan modus program magang ke luar negeri yang mengakibatkan korban sebagai mahasiswa mengalami eksploitasi," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 27 Juni 2023.
Djuhandhani menuturkan pengungkapan kasus ini diawali dengan adanya laporan dari korban ZA dan FY kepada pihak KBRI Tokyo, Jepang. Bahwa korban bersama sembilan orang mahasiswa lainnya dikirim oleh politeknik untuk melaksanakan magang di perusahaan Jepang, namun korban dipekerjakan sebagai buruh.
Djuhandhani mengatakan pada awalnya korban tertarik untuk kuliah di politeknik tersebut karena tersangka G, Direktur Politeknik periode 2013-2018 menerangkan keunggulan dari politeknik tersebut. Yakni berupa program magang ke Jepang untuk beberapa jurusan yaitu teknologi pangan, tata air pertanian, mesin pertanian, hortikultura, dan perkebunan.
"Sekira Tahun 2019 korban mendaftar untuk mengikuti program magang di Jepang selama satu tahun dan mengikuti seleksi di program studi dan seleksi di tingkat kampus atau akademik, dengan hasil seleksi bahwa korban lulus untuk mengikuti program magang di Jepang yang diputuskan oleh EH sebagai direktur pada salah satu politeknik periode 2018-2022," ungkap Djuhandhani.
Namun, selama satu tahun magang korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang, melainkan bekerja seperti buruh. Djuhandhani membeberkan beberapa hal yang dialami korban di Jepang.
Pertama, bekerja selama 14 jam dari jam 08.00 sampai dengan 22.00 waktu setempat selama 7 hari dalam seminggu tanpa ada libur. Istirahat pun diberikan hanya 10-15 menit untuk makan dan tidak diizinkan melakukan ibadah.
"Di mana dalam aturan Permendikbud Nomor 03 Tahun 2020 di Pasal 19 yang isinya untuk pembelajaran 1 sks pada proses pembelajaran berupa jamnya seharusnya 170 menit per minggu per semester," ujar Djuhandhani.
Kedua, korban mendapatkan upah sebesar 50.000 yen setara Rp5 juta per bulan. Namun, korban harus memberikan dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 yen atau setara Rp2 juta per bulan.
Djuhandhani menyebut, fakta lain yang diketahui dalam proses penyidikan adalah 10 korban diberangkatkan ke Jepang menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Namun, setelah habis masa berlaku diperpanjang oleh pihak perusahaan menjadi visa kerja selama enam bulan.
"Setelah mengetahui hal itu korban menghubungi pihak politeknik untuk dipulangkan, namun justru korban diancam oleh politeknik apabila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak maka korban akan di-drop out (DO)," kata Djuhandhani.
Djuhandhani menyebut berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa politeknik tersebut tidak memiliki izin untuk proses pemagangan di luar negeri. Sesuai ketentuan Permenaker Nomor: per.08/men/v/2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri.
Selain itu, politeknik dalam menjalankan program magang juga tidak memiliki kurikulum pemagangan di luar negeri. Lalu, menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri dalam hal ini perusahaan di Tokyo-Jepang tanpa diketahui oleh pihak KBRI Tokyo.
Menurut Djuhandhani, ada sejumlah keuntungan yang didapatkan atas kejahatan yang dilakukan G dan EH. Yakni salah satu politeknik yang berada di Sumatra Barat ini yakni dua program studi dari akreditasi B menjadi akreditasi A, lalu untuk salah satu politeknik yang berada di Sumatra Barat mendapatkan akreditasi B.
"Semakin banyak mahasiswa baru untuk masuk ke salah satu politeknik yang berada di Sumatra Barat karena adanya program magang ke Jepang, yang sebelumnya untuk peminat di bawah 1.000 orang, namun pada saat dipimpin G menjadi 1.200 sampai dengan 1.400 orang," ungkap Djuhandhani.
Keuntungan lainnya, G berangkat ke Jepang melihat perusahaan tempat mahasiswa sedang melaksanakan magang menggunakan dana kontribusi dari para mahasiswa. Dana kontribusi yang dibebankan kepada mahasiswamagang luar negeri juga digunakan untuk membayar biaya-biaya lainnya.
Antara lain supervisi ke Jepang, biaya pengurusan visa Jepang di Medan, seleksi mahasiswa, pengiriman surat-surat mahasiswa yang telah lulus ke Jepang, transportasi penandatanganan MoU dan LoA dengan pimpinan perusahaan di Jakarta sekali pada Tahun 2017). Lalu, biaya pelatihan traktor sebagai pembekalan, dan biaya kursus bahasa Jepang Tahun 2013-2018, biaya konsumsi kedatangan pimpinan perusahaan Shimota, dan biaya transportasi pengantaran mahasiswa ke bandara Padang, serta penjemputan mereka pada saat kembali ke Indonesia.
"Sampai dengan bulan Januari 2021, masih terdapat saldo penerimaan dana kontribusi sebesar Rp238.676.000,00, namun pembebanan dana kontribusi kepada mahasiswa magang luar negeri belum mempunyai dasar hukum," beberapa Djuhandhani.
Dalam kasus ini polisi menyita satu bundel fotokopi surat dari politeknik perihal permohonan rekomendasi pengurusan paspor, satu lembar surat kepala dinas perindustrian dan tenaga kerja, satu bundel rekening koran bank BRI, satu lembar fotokopi slip penyetoran bank BNI. Kemudian, satu lembar fotokopi bukti pembuatan tagihan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), satu lembar fotokopi bukti penerimaan negara.
Tujuh lembar nota dinas direktur politeknik, enam lembar kwitansi, 17 lembar slip penarikan ATM bank Mandiri Syariah Indonesia, empat bundel fotokopi arsip dokumen magang Jepang politeknik. Satu bundel fotokopi program magang (internship program) pengalaman kerja praktek mahasiswa) politeknik, satu bundel print out persyaratan yang dilampirkan dalam pembuatan paspor, satu bundel fotokopi perdim 11, dua buah paspor, sembilan lembar hasil berita acara pemeriksaan di Jepang, dan satu lembar daftar gaji dan potongan korban.
Tindak pidana perdagangan orang dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang ini telah dilakukan sejak 2012. Dua mantan direktur politeknik G dan EH telah ditetapkan tersangka.
Mereka dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Lalu, Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Jakarta: Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim
Polri membongkar kasus
tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang. Tindak pidana ini dilakukan salah satu politeknik resmi di Sumatra Barat (Sumbar).
"Pengungkapan selanjutnya adalah TPPO dengan modus program magang ke luar negeri yang mengakibatkan korban sebagai mahasiswa mengalami eksploitasi," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa, 27 Juni 2023.
Djuhandhani menuturkan pengungkapan kasus ini diawali dengan adanya laporan dari korban ZA dan FY kepada pihak KBRI Tokyo, Jepang. Bahwa korban bersama sembilan orang mahasiswa lainnya dikirim oleh politeknik untuk melaksanakan magang di perusahaan Jepang, namun korban dipekerjakan sebagai buruh.
Djuhandhani mengatakan pada awalnya korban tertarik untuk kuliah di politeknik tersebut karena tersangka G, Direktur Politeknik periode 2013-2018 menerangkan keunggulan dari politeknik tersebut. Yakni berupa program magang ke Jepang untuk beberapa jurusan yaitu teknologi pangan, tata air pertanian, mesin pertanian, hortikultura, dan perkebunan.
"Sekira Tahun 2019 korban mendaftar untuk mengikuti program magang di Jepang selama satu tahun dan mengikuti seleksi di program studi dan seleksi di tingkat kampus atau akademik, dengan hasil seleksi bahwa korban lulus untuk mengikuti program magang di Jepang yang diputuskan oleh EH sebagai direktur pada salah satu politeknik periode 2018-2022," ungkap Djuhandhani.
Namun, selama satu tahun magang korban melaksanakan pekerjaan bukan layaknya magang, melainkan bekerja seperti buruh. Djuhandhani membeberkan beberapa hal yang dialami korban di Jepang.
Pertama, bekerja selama 14 jam dari jam 08.00 sampai dengan 22.00 waktu setempat selama 7 hari dalam seminggu tanpa ada libur. Istirahat pun diberikan hanya 10-15 menit untuk makan dan tidak diizinkan melakukan ibadah.
"Di mana dalam aturan Permendikbud Nomor 03 Tahun 2020 di Pasal 19 yang isinya untuk pembelajaran 1 sks pada proses pembelajaran berupa jamnya seharusnya 170 menit per minggu per semester," ujar Djuhandhani.
Kedua, korban mendapatkan upah sebesar 50.000 yen setara Rp5 juta per bulan. Namun, korban harus memberikan dana kontribusi ke kampus sebesar 17.500 yen atau setara Rp2 juta per bulan.
Djuhandhani menyebut, fakta lain yang diketahui dalam proses penyidikan adalah 10 korban diberangkatkan ke Jepang menggunakan visa pelajar yang berlaku selama satu tahun. Namun, setelah habis masa berlaku diperpanjang oleh pihak perusahaan menjadi visa kerja selama enam bulan.
"Setelah mengetahui hal itu korban menghubungi pihak politeknik untuk dipulangkan, namun justru korban diancam oleh politeknik apabila kerja sama politeknik dengan pihak perusahaan Jepang rusak maka korban akan di-
drop out (DO)," kata Djuhandhani.
Djuhandhani menyebut berdasarkan hasil penyidikan diperoleh fakta bahwa politeknik tersebut tidak memiliki izin untuk proses pemagangan di luar negeri. Sesuai ketentuan Permenaker Nomor: per.08/men/v/2008 tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri.
Selain itu, politeknik dalam menjalankan program magang juga tidak memiliki kurikulum pemagangan di luar negeri. Lalu, menjalin kerja sama dengan pihak luar negeri dalam hal ini perusahaan di Tokyo-Jepang tanpa diketahui oleh pihak KBRI Tokyo.
Menurut Djuhandhani, ada sejumlah keuntungan yang didapatkan atas kejahatan yang dilakukan G dan EH. Yakni salah satu politeknik yang berada di Sumatra Barat ini yakni dua program studi dari akreditasi B menjadi akreditasi A, lalu untuk salah satu politeknik yang berada di Sumatra Barat mendapatkan akreditasi B.
"Semakin banyak mahasiswa baru untuk masuk ke salah satu politeknik yang berada di Sumatra Barat karena adanya program magang ke Jepang, yang sebelumnya untuk peminat di bawah 1.000 orang, namun pada saat dipimpin G menjadi 1.200 sampai dengan 1.400 orang," ungkap Djuhandhani.
Keuntungan lainnya, G berangkat ke Jepang melihat perusahaan tempat mahasiswa sedang melaksanakan magang menggunakan dana kontribusi dari para mahasiswa. Dana kontribusi yang dibebankan kepada mahasiswamagang luar negeri juga digunakan untuk membayar biaya-biaya lainnya.
Antara lain supervisi ke Jepang, biaya pengurusan visa Jepang di Medan, seleksi mahasiswa, pengiriman surat-surat mahasiswa yang telah lulus ke Jepang, transportasi penandatanganan MoU dan LoA dengan pimpinan perusahaan di Jakarta sekali pada Tahun 2017). Lalu, biaya pelatihan traktor sebagai pembekalan, dan biaya kursus bahasa Jepang Tahun 2013-2018, biaya konsumsi kedatangan pimpinan perusahaan Shimota, dan biaya transportasi pengantaran mahasiswa ke bandara Padang, serta penjemputan mereka pada saat kembali ke Indonesia.
"Sampai dengan bulan Januari 2021, masih terdapat saldo penerimaan dana kontribusi sebesar Rp238.676.000,00, namun pembebanan dana kontribusi kepada mahasiswa magang luar negeri belum mempunyai dasar hukum," beberapa Djuhandhani.
Dalam kasus ini polisi menyita satu bundel fotokopi surat dari politeknik perihal permohonan rekomendasi pengurusan paspor, satu lembar surat kepala dinas perindustrian dan tenaga kerja, satu bundel rekening koran bank BRI, satu lembar fotokopi slip penyetoran bank BNI. Kemudian, satu lembar fotokopi bukti pembuatan tagihan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), satu lembar fotokopi bukti penerimaan negara.
Tujuh lembar nota dinas direktur politeknik, enam lembar kwitansi, 17 lembar slip penarikan ATM bank Mandiri Syariah Indonesia, empat bundel fotokopi arsip dokumen magang Jepang politeknik. Satu bundel fotokopi program magang (
internship program) pengalaman kerja praktek mahasiswa) politeknik, satu bundel
print out persyaratan yang dilampirkan dalam pembuatan paspor, satu bundel fotokopi perdim 11, dua buah paspor, sembilan lembar hasil berita acara pemeriksaan di Jepang, dan satu lembar daftar gaji dan potongan korban.
Tindak pidana perdagangan orang dengan modus mengirimkan mahasiswa magang ke Jepang ini telah dilakukan sejak 2012. Dua mantan direktur politeknik G dan EH telah ditetapkan tersangka.
Mereka dijerat Pasal 4 Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO. Dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Lalu, Pasal 11 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan TPPO, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara minimal 3 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)