medcom.id, Jakarta: Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Bupati nonaktif Morotai Rusli Sibua enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan. Jaksa menganggap Rusli terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, sebesar Rp2,9 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim pada Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa Rusli Sibua telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana pada Rusli Sibua penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan denda Rp300juta subsider empat bulan kurungan," ujar Jaksa Eva Yustisiana saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Menurut Eva, fakta persidangan mengungkap usai kalah di Pilkada Kabupaten Morotai 2011, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Saat mengajukan langkah hukum itu Rusli didampingi pengacara Sahrin Hamid.
"Selanjutnya Akil Mochtar yang menjadi panel dalam sidang sengketa Pilkada menghubungi Sahrin Hamid supaya menyiapkan uang Rp6 miliar untuk majelis," kata Eva.
Pesan Akil disampaikan Sahrin kepada Rusli. Rusli, saat itu hanya menyanggupi Rp3 miliar. Akil setuju.
"Selanjutnya Rusli meminta Muhlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry supaya mengusahakan uang Rp3 miliar ke Petrus Widarto. Tapi Petrus Widarto tidak menyetujui," ujar Eva.
Rusli masih tetap ingin pinjaman. Dia kembali meminta Muhlis Tapi Tapi dah Muchammad Djuffry membujuk Petrus. Kali ini pinjaman atas nama Djuffry, tak lagi menyebut nama Rusli. Dengan skema itu, uang pinjaman tersebut cair.
Singkat cerita uang ada di tangan Sahrin. Mulanya uang akan diserahkan langsung ke Akil di Gedung Mahkamah Konstitusi. Tetapi, Sahrin takut sehingga Akil meminta uang ditransfer ke CV Ratu Samagat, perusahaan milik istri Akil. Total uang yang ditransfer senilai Rp2,989 miliar.
Suap itu membuat MK memutuskan Rusli-Weni sebagai pemenang Pilkada Morotai 2011.
"Setelah pemberian terdakwa mengkonfirmasi pada Sahrin Hamid dalam suatu pertemuan di Hotel Borobudur menanyakan kepada Muchlis Tapi-Tapi dan Sahrin Hamid dijawab dengan kode 'mantap' dan 'beres'," beber Eva.
Rusli dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun dia diberatkan lantaran perbuatannya tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan berbelit belit dalam persidangan. Hanya faktor belum pernah dihukum yang meringankan Rusli.
Jaksa juga meminta kepada majelis hakim untuk mencabut hak untuk dipilih Rulis dalam jabatan publik selama 10 tahun. Pada persidangan selanjutnya, Rusli dan pengacara bakal membacakan pledoi.
medcom.id, Jakarta: Jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut Bupati nonaktif Morotai Rusli Sibua enam tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider empat bulan kurungan. Jaksa menganggap Rusli terbukti menyuap Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar, sebesar Rp2,9 miliar.
"Menuntut supaya majelis hakim pada Pengadilan Tipikor menyatakan terdakwa Rusli Sibua telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana pada Rusli Sibua penjara selama enam tahun dikurangi selama terdakwa dalam tahanan denda Rp300juta subsider empat bulan kurungan," ujar Jaksa Eva Yustisiana saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (9/11/2015).
Menurut Eva, fakta persidangan mengungkap usai kalah di Pilkada Kabupaten Morotai 2011, Rusli dan pasangannya Weni R Paraisu mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Saat mengajukan langkah hukum itu Rusli didampingi pengacara Sahrin Hamid.
"Selanjutnya Akil Mochtar yang menjadi panel dalam sidang sengketa Pilkada menghubungi Sahrin Hamid supaya menyiapkan uang Rp6 miliar untuk majelis," kata Eva.
Pesan Akil disampaikan Sahrin kepada Rusli. Rusli, saat itu hanya menyanggupi Rp3 miliar. Akil setuju.
"Selanjutnya Rusli meminta Muhlis Tapi Tapi dan Muchammad Djuffry supaya mengusahakan uang Rp3 miliar ke Petrus Widarto. Tapi Petrus Widarto tidak menyetujui," ujar Eva.
Rusli masih tetap ingin pinjaman. Dia kembali meminta Muhlis Tapi Tapi dah Muchammad Djuffry membujuk Petrus. Kali ini pinjaman atas nama Djuffry, tak lagi menyebut nama Rusli. Dengan skema itu, uang pinjaman tersebut cair.
Singkat cerita uang ada di tangan Sahrin. Mulanya uang akan diserahkan langsung ke Akil di Gedung Mahkamah Konstitusi. Tetapi, Sahrin takut sehingga Akil meminta uang ditransfer ke CV Ratu Samagat, perusahaan milik istri Akil. Total uang yang ditransfer senilai Rp2,989 miliar.
Suap itu membuat MK memutuskan Rusli-Weni sebagai pemenang Pilkada Morotai 2011.
"Setelah pemberian terdakwa mengkonfirmasi pada Sahrin Hamid dalam suatu pertemuan di Hotel Borobudur menanyakan kepada Muchlis Tapi-Tapi dan Sahrin Hamid dijawab dengan kode 'mantap' dan 'beres'," beber Eva.
Rusli dinilai terbukti bersalah melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun dia diberatkan lantaran perbuatannya tidak sejalan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan berbelit belit dalam persidangan. Hanya faktor belum pernah dihukum yang meringankan Rusli.
Jaksa juga meminta kepada majelis hakim untuk mencabut hak untuk dipilih Rulis dalam jabatan publik selama 10 tahun. Pada persidangan selanjutnya, Rusli dan pengacara bakal membacakan pledoi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)