medcom.id, Jakarta: Yusril Ihza Mahendra, pengacara mantan Ketua DPD RI Irman Gusman menyesalkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak mencegah kliennya menerima duit dari pemilik CV Semesta Berjaya Xaverandy Sutanto dan istrinya Memi. Lembaga Antirasywah itu, kata Yusril, tidak menjalankan fungsi pencegahan sebagaimana mestinya.
"Dalam perkara terdakwa ini fungsi pencegahan tidak dilakukan, yang dilakukan pengintaian penyadapan percakapan orang lain yang dilakukan sejak 24 Juni 2016," kata Yusril saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2016).
Yusril menyebut jika pimpinan KPK beriktikad baik melakukan pencegahan korupsi, Irman bakal diberitahu kalau ada yang memberi uang. Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu menuturkan, penyadapan pada Memi, Xaverandy, Sukri dan Willy Hamdi Sutanto sudah diketahui bakal ada pemberian pada terdakwa.
Irman, kata Yusril, tidak mengetahui soal pemberian uang itu. Nah seharusnya, peran KPK bekerja di sana.
"Masih ada waktu untuk menghentikan penyerahan uang yang tidak diketahui terdakwa bila ada iktikad baik KPK melakukan pencegahan," tutur Yusril.
KPK, tegas Yusril, memiliki waktu untuk mencegah pemberian terjadi saat penyidik tiba di rumah dinas sebelum Irman pulang. Tapi yang dilakukan KPK adalah menginterogasi Xaverandy dan Memi yang tiba lebih dulu dengan menanyakan uang Rp100 juta yang diserahkan untuk Irman.
"Adalah bukti bahwa KPK memang berniat merusak harkat dan martabat terdakwa dan menghancurkan integritas DPD sebagai salah satu lembaga tinggi negara untuk kepentingan tertentu," tambah Irman.
Menurut dia, KPK makin terlihat ingin merusak nama Irman lantaran tidak membiarkan Irman menjelaskan uang yang diterima. Karena sesungguhnya Irman tidak tahu bungkusan yang diterima adalah duit.
Irman tidak tahu isi bungkusan lantaran Xaverandy dan Memi tidak memberitahu isi bungkusan yang diberikan. Lagipula, Irman masih mempunyai waktu 30 hari sesuai UU untuk melaporkan pemberian sebelum bisa dikatakan menerima suap.
"Buah tangan yang diterima terdakwa dengan tanpa niat atau tidak tahu isi buah tangan itu tapi dibuat KPK sebagai OTT sama dengan pemberian hadiah perusahaan minyak Rusia Rosneff kepada Presiden RI Jokowi," beber Yusril.
Tapi, pemberian pada Jokowi tidak termasuk suap. Pemberian itu juga sudah diserahkan pada KPK dalam kurun waktu 30 hari. Padahal sudah diserahkan secara bertahap pada Mei 2016 melalui Pertamina.
"Tidak adil bagi terdakwa yang menerima bingkisan atau buah tangan tanpa niat dan tidak diberikan waktu dan kesempatan untuk menyerahkan buah tangan ke KPK yang belakangan diketahui uang Rp100 juta," pungkas Yusril.
medcom.id, Jakarta: Yusril Ihza Mahendra, pengacara mantan Ketua DPD RI Irman Gusman menyesalkan sikap Komisi Pemberantasan Korupsi yang tidak mencegah kliennya menerima duit dari pemilik CV Semesta Berjaya Xaverandy Sutanto dan istrinya Memi. Lembaga Antirasywah itu, kata Yusril, tidak menjalankan fungsi pencegahan sebagaimana mestinya.
"Dalam perkara terdakwa ini fungsi pencegahan tidak dilakukan, yang dilakukan pengintaian penyadapan percakapan orang lain yang dilakukan sejak 24 Juni 2016," kata Yusril saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Selasa (15/11/2016).
Yusril menyebut jika pimpinan KPK beriktikad baik melakukan pencegahan korupsi, Irman bakal diberitahu kalau ada yang memberi uang. Ketua Umum Partai Bulan Bintang itu menuturkan, penyadapan pada Memi, Xaverandy, Sukri dan Willy Hamdi Sutanto sudah diketahui bakal ada pemberian pada terdakwa.
Irman, kata Yusril, tidak mengetahui soal pemberian uang itu. Nah seharusnya, peran KPK bekerja di sana.
"Masih ada waktu untuk menghentikan penyerahan uang yang tidak diketahui terdakwa bila ada iktikad baik KPK melakukan pencegahan," tutur Yusril.
KPK, tegas Yusril, memiliki waktu untuk mencegah pemberian terjadi saat penyidik tiba di rumah dinas sebelum Irman pulang. Tapi yang dilakukan KPK adalah menginterogasi Xaverandy dan Memi yang tiba lebih dulu dengan menanyakan uang Rp100 juta yang diserahkan untuk Irman.
"Adalah bukti bahwa KPK memang berniat merusak harkat dan martabat terdakwa dan menghancurkan integritas DPD sebagai salah satu lembaga tinggi negara untuk kepentingan tertentu," tambah Irman.
Menurut dia, KPK makin terlihat ingin merusak nama Irman lantaran tidak membiarkan Irman menjelaskan uang yang diterima. Karena sesungguhnya Irman tidak tahu bungkusan yang diterima adalah duit.
Irman tidak tahu isi bungkusan lantaran Xaverandy dan Memi tidak memberitahu isi bungkusan yang diberikan. Lagipula, Irman masih mempunyai waktu 30 hari sesuai UU untuk melaporkan pemberian sebelum bisa dikatakan menerima suap.
"Buah tangan yang diterima terdakwa dengan tanpa niat atau tidak tahu isi buah tangan itu tapi dibuat KPK sebagai OTT sama dengan pemberian hadiah perusahaan minyak Rusia Rosneff kepada Presiden RI Jokowi," beber Yusril.
Tapi, pemberian pada Jokowi tidak termasuk suap. Pemberian itu juga sudah diserahkan pada KPK dalam kurun waktu 30 hari. Padahal sudah diserahkan secara bertahap pada Mei 2016 melalui Pertamina.
"Tidak adil bagi terdakwa yang menerima bingkisan atau buah tangan tanpa niat dan tidak diberikan waktu dan kesempatan untuk menyerahkan buah tangan ke KPK yang belakangan diketahui uang Rp100 juta," pungkas Yusril.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)