medcom.id, Jakarta: Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mencatat setidaknya ada empat upaya pelemahan terhadap Komisi Yudisial. Hal ini diungkap usai penetapan tersangka terhadap Ketua KY Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri.
Perwakilan KPP Aradila Caesar menjelaskan, pelemahan pertama dilakukan melalui proses-proses judicial review (JR) Undang-Undang Komisi Yudisial. Pada 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan KY dalam pengawasan hakim MK.
Di 2012, Mahkamah Agung membatalkan delapan poin dalam Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sementara pada 2015, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengajukan peninjauan kembali terhadap UU KY ke MK terkait keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan Hakim.
"Padahal keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan hakim merupakan upaya menjaga integritas dan profesionalitas calon hakim demi peradilan bersih dan bermartabat," kata Aradila dalam rilis tertulis yang diterima Metrotvnews.com, Minggu (12/7/2015).
Menurut dia, upaya pelemahan kedua terlihat pada penetapan tersangka dua pimpinan KPK dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Hakim Sarpin Rizaldi. "Penetapan ini terkesan ganjil mengingat kedua komisoner tersebut mengeluarkan pernyataan dalam rangka melaksanakan tugas Komisi Yudisial," ucap dia.
Sementara upaya pelemahan ketiga, sambung dia, terkait dengan sejumlah rekomendasi KY terkait pelanggaran kode etik yang tidak ditindaklanjuti Mahkamah Agung. Salah satunya, rekomendasi atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hakim Sarpin hingga kini tak kunjung direspon.
Kemudian yang terakhir, jelas Aradila, upaya pelemahan dilihat dari sejumlah hakim yang menolak diperiksa Komisi Yudisial. Aradila menyebutkan, beberapa di antaranya adalah hakim praperadilan Budi Gunawan, hakim pemeriksa perkara mantan Ketua KPK Antasari Azhar, dan kasus eksekusi gedung Arthaloka.
medcom.id, Jakarta: Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) mencatat setidaknya ada empat upaya pelemahan terhadap Komisi Yudisial. Hal ini diungkap usai penetapan tersangka terhadap Ketua KY Suparman Marzuki dan Komisioner KY Taufiqurrohman Syahuri.
Perwakilan KPP Aradila Caesar menjelaskan, pelemahan pertama dilakukan melalui proses-proses
judicial review (JR) Undang-Undang Komisi Yudisial. Pada 2006, Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan KY dalam pengawasan hakim MK.
Di 2012, Mahkamah Agung membatalkan delapan poin dalam Surat Keputusan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Sementara pada 2015, Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) mengajukan peninjauan kembali terhadap UU KY ke MK terkait keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan Hakim.
"Padahal keterlibatan KY dalam seleksi pengangkatan hakim merupakan upaya menjaga integritas dan profesionalitas calon hakim demi peradilan bersih dan bermartabat," kata Aradila dalam rilis tertulis yang diterima
Metrotvnews.com, Minggu (12/7/2015).
Menurut dia, upaya pelemahan kedua terlihat pada penetapan tersangka dua pimpinan KPK dalam kasus dugaan pencemaran nama baik Hakim Sarpin Rizaldi. "Penetapan ini terkesan ganjil mengingat kedua komisoner tersebut mengeluarkan pernyataan dalam rangka melaksanakan tugas Komisi Yudisial," ucap dia.
Sementara upaya pelemahan ketiga, sambung dia, terkait dengan sejumlah rekomendasi KY terkait pelanggaran kode etik yang tidak ditindaklanjuti Mahkamah Agung. Salah satunya, rekomendasi atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Hakim Sarpin hingga kini tak kunjung direspon.
Kemudian yang terakhir, jelas Aradila, upaya pelemahan dilihat dari sejumlah hakim yang menolak diperiksa Komisi Yudisial. Aradila menyebutkan, beberapa di antaranya adalah hakim praperadilan Budi Gunawan, hakim pemeriksa perkara mantan Ketua KPK Antasari Azhar, dan kasus eksekusi gedung Arthaloka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OGI)