Ilustrasi hakim--Antara/R Rekotomo
Ilustrasi hakim--Antara/R Rekotomo

Rekrutmen Hakim Terkendala Arogansi Antar Lembaga

Yahya Farid Nasution • 25 Desember 2014 18:49
medcom.id, Jakarta: Mahkamah Agung mengalami krisis hakim di pengadilan tingkat pertama. Hal ini disinyalir karena adanya arogansi antara lembaga yang berwenang, yakni Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY).
 
Komisioner Komisi Yudisial Taufiqqurahman Syahuri mengakui selama tiga tahun kedua lembaga belum mampu membentuk peraturan bersama sebagai payung hukum untuk rekrutmen hakim.
 
"Ini kan sekarang gawat. Di lapangan, tiga tahun kita tidak dapat hakim. Karena MA dan KY belum membuka penerimaan hakim," kata Taufiq kepada Media Indonesia di Jakarta (25/12/2014).

Taufiq mengungkapkan, peraturan bersama seleksi hakim sebenarnya sudah disetujui oleh kedua belah pihak. Namun hingga kini belum bisa dijalankan, karena belum ditandatangani MA.
 
"Itu bolanya ada di MA. Tapi KY akan mengirimkan surat lagi," ungkap dia.
 
Menurut Taufiq, estimasinya kebutuhan hakim secara nasional mencapai 700 orang. Rekrutmen hakim terakhir dilakukan pada 2010. Artinya ada kevakuman hingga tiga tahun. Ini karena belum adanya kesepakatan bersama antara KY dan MA.
 
"Kalau setiap tahun ada kebutuhan 200-an hakim, maka kita membutuhkan 600-700 hakim untuk tiga tahun terakhir, tapi untuk tahun ini akan kita penuhi 350-an hakim atau 50 persen terlebih dulu," papar dia.
 
Selain itu, Taufiq mendesak MA mengajukan permintaan penerbitan peraturan presiden kepada Presiden Joko Widodo terkait pembiayaan proses perekrutan hakim. Perpres dibutuhkan karena hakim saat ini tak lagi berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS).
 
"Mereka (MA) punya kewajiban mengeluarkan perpres, tentang hak keuangan pendidikan hakim. Karena hakim bukan PNS," imbuh dia.
 
Sementara, Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali mengatakan pihaknya saat ini masih merumuskan peraturan bersama antara MA dan KY.
 
"Sudah ada tim pokja. Sekarang sedang dikonsultasikan dengan pemerintah," kata Hatta.
 
Hatta membantah pihaknya dianggap sulit bekerjasama ikhwal perumusan peraturan bersama terkait seleksi perekrutan hakim. "Yang mengundang selalu MA kok. Kalau KY ngomong gitu, ngawur itu," tukas dia.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan