Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

RUU TPKS Belum Banyak Memuat Penangangan Kekerasan Seksual Berbasis Siber

Fachri Audhia Hafiez • 02 Februari 2022 07:55
Jakarta: Komisi Nasional (Komnas) Antikekerasan Terhadap Perempuan menilai Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) belum banyak memuat penanganan kasus kekerasan seksual berbasis siber. Subtansi tersebut diharapkan lebih banyak disematkan dalam bakal beleid itu.
 
"Belum (banyak). Komnas Perempuan juga kampanye, melakukan komunikasi dengan banyak pihak untuk memberikan warning 'ini loh ada kekerasan siber, bentuknya ini' dan tidak semua kekerasan siber ada aturannya," kata Ketua Subkomisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan, Siti Aminah, kepada Medcom.id, Rabu, 2 Februari 2022.
 
Menurut Siti, RUU TPKS baru mengatur mengenai tindak pidana pelecehan seksual teknologi informasi. Elemen itu mencakup penanganan kasus seperti mengunggah konten tanpa persetujuan atau untuk intimidasi.
 
Baca: RUU TPKS Dianggap Perlu Dilengkapi Instrumen Penghapusan Jejak Digital

Siti mengatakan kasus kekerasan seksual di dunia siber beragam. Seharusnya, kata dia, RUU TPKS perlu menambahkan beragam subtansi penanganan kasus kekerasan seksual berbasis siber seiring dengan perkembangan teknologi.
 
"Karena kan perkembangan kekerasan siber itu kenaikannya luar biasa. Lonjakannya juga terjadi tahun kemarin (2021)," ucap Siti.
 
Adapun Komnas Perempuan mengusulkan perumusan Kekerasan Siber Berbasis Gender (KSBG) atau Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) dalam RUU TPKS. Yakni terkait tindak pidana rekayasa pornografi atau morphing.
 
Kasus itu berupa penggunaan aplikasi deep fake dengan mengganti kepala korban ke gambar atau video dan mengunggahnya ke situs web pornografi. Fenomena ini seperti kasus rekayasa digital video syur 61 detik yang disebut mirip aktris Nagita Slavina (Gigi).
 
"Wajah seseorang yang dipotong dan ditempelkan dalam gambar atau video porno akan dirugikan, karena seakan-akan ia melakukan aktivitas seksual yang mengakibatkan rusaknya reputasi seseorang," ujar Siti.
 
Sebelumnya, Gugus Tugas RUU TPKS memulai proses konsinyasi pembahasan RUU TPKS. Proses itu dilakukan bersama Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sekretariat Negara, Kejakasaan Agung, dan Polri.
 
Upaya tersebut dilakukan untuk memastikan penyusunan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU TPKS bisa berjalan baik. Artinya, tidak ada poin-poin krusial yang terlewatkan sehingga peraturan tersebut bisa menjadi produk hukum yang kuat dan solid.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DEV)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan