Ilustrasi. Foto: MI/Tri Handiyatno
Ilustrasi. Foto: MI/Tri Handiyatno

Perlu Revisi UU untuk Investasi Dana Haji

christian dior simbolon • 02 Agustus 2017 06:13
medcom.id, Jakarta: Ketua Komisi VIII DPR Ali Taher Parasong menyatakan undang-undang yang ada perlu diubah terlebih dulu apabila pemerintah ingin mengelola dana haji untuk investasi. Apalagi jika memilih berinvestasi untuk infrastruktur.
 
Sesuai Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji, ia mengatakan, dana haji tidak boleh dialihkan untuk pembangunan infrastruktur yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan calon haji.
 
"Pertanyaannya, jika itu digunakan untuk kepentingan nonumat Islam dan jemaah haji, lantas di mana cantolan hukumnya? Jadi, tampaknya undang-undang ini tak membenarkan. Jika ada diskresi, harus mengubah undang-undang ini dulu," ujar Ali dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.

Dikatakannya, pada Pasal 3 UU tersebut, misalnya, disebutkan soal tiga tujuan pengelolaan dana haji. Pertama, tujuan pokok untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Kedua, rasionalitas dan efisiensi penggunaan badan pengelola ibadah haji. Terakhir, manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.
 
Dalam acara yang sama, Sekretaris Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Niam mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam mengelola dana haji untuk investasi karena rawan dipolitisasi meski dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) yang diisi orang-orang kompeten.
 
"Harus dikelola orang yang tepercaya. Tepercaya itu ada dua, kompeten dan kredibel. Di situ (BPKH) ada ekonom, ahli fiskal, macam-macam. Tapi soal kredibilitas? Apalagi dikaitkan terhadap tarik-menarik peta politik 2019," ujar Asrorun.
 
Presiden Joko Widodo sebelumnya meminta BPKH agar mengelola dana haji dengan menginvestasikan di sektor menguntungkan seperti infrastruktur. Berdasarkan audit, baik setoran awal, nilai manfaat, maupun dana abadi umat pada 2016, dana haji mencapai Rp95,2 triliun.
 
Dijelaskan Asrorun, sesuai fatwa MUI, ada syarat-syarat khusus yang harus dipenuhi pemerintah sebelum bisa mengelola dana haji. Pertama, jenis usaha atau investasi dana haji harus memenuhi prinsip-prinsip syariah. "Syarat kedua, harus prudensial dan aman. Jangan hanya karena ingin mengejar high return kemudian spekulasinya tinggi, itu tidak diperkenankan," tegasnya.
 
Syarat ketiga, lanjut Asrorun, ialah bermanfaat bagi calon jemaah haji secara khusus dan demi kemaslahatan umat Islam. Terakhir, investasi dana haji harus bersifat likuid. "Rerata per tahun itu kepentingan jemaah haji Rp3,5 triliun. Jadi harus ada buffer-nya. Artinya harus ada prinsip likuiditas. Ketika dibutuhkan, ada," terang Asrorun.
 
Infrastruktur menguntungkan
 
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meyakinkan penggunaan dana haji untuk investasi infrastruktur lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan deposito yang dilakukan pemerintah saat ini. Dengan deposito, keuntungan yang diterima hanya sekitar 5%-6%, sedangkan dengan investasi infrastruktur penerimaan keuntungan bisa dua kali lipat.
 
"Itu kalau ditaruh saja di deposito, berapa sih bunganya, 5%-6%. Cuma segitu deposito. Tapi kalau ada investasi infrastruktur, paling sedikit return-nya 12%-13%, itu pasti. Profitnya lebih besar itu," ujar Darmin di Jakarta, kemarin.
 
Darmin menjelaskan, jika nantinya dana haji digunakan untuk membiayai infrastruktur, instrumen obligasi yang akan digunakan. "Itu bukan pembiayaan ditaruh duitnya begitu saja. Itu harus dibuat surat obligasi," ucapnya. (Nyu/X-11)
 

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(UWA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan