Jakarta: Istri Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe, Yulce Wenda dan anaknya Astract Bona Timoramo Enembe menolak dimintai keterangan untuk sang ayah saat diperiksa pada Rabu, 18 Januari 2023. Alasan karena keduanya merupakan bagian dari keluarga inti.
"Tim penyidik juga menanyakan kesediaan kedua saksi dimaksud untuk sekaligus diperiksa sebagai saksi dalam berkas perkara penyidikan tersangka LE (Lukas Enembe) dan keduanya menyatakan menolak," kata juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Januari 2023.
Ali mengatakan pihaknya menghormati keputusan Yulce dan Astract. Keterangan keduanya dipakai untuk melengkapi berkas Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka yang merupakan penyuap Lukas.
"Selanjutnya tim penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan pertemuan Tersangka LE dengan tersangka RL (Rijatono) yang membahas proyek pembangunan infrastruktur di Papua," ucap Ali.
Lukas terjerat kasus dugaan suap dan gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Jakarta: Istri Gubernur nonaktif Papua
Lukas Enembe, Yulce Wenda dan anaknya Astract Bona Timoramo Enembe menolak dimintai keterangan untuk sang ayah saat diperiksa pada Rabu, 18 Januari 2023. Alasan karena keduanya merupakan bagian dari keluarga inti.
"Tim penyidik juga menanyakan kesediaan kedua saksi dimaksud untuk sekaligus diperiksa sebagai saksi dalam berkas perkara penyidikan tersangka LE (Lukas Enembe) dan keduanya menyatakan menolak," kata juru bicara bidang penindakan
KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 19 Januari 2023.
Ali mengatakan pihaknya menghormati keputusan Yulce dan Astract. Keterangan keduanya dipakai untuk melengkapi berkas Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka yang merupakan penyuap Lukas.
"Selanjutnya tim penyidik mendalami pengetahuan saksi antara lain terkait dengan pertemuan Tersangka LE dengan tersangka RL (Rijatono) yang membahas proyek pembangunan infrastruktur di Papua," ucap Ali.
Lukas terjerat kasus
dugaan suap dan
gratifikasi. Kasus yang menjerat Lukas itu bermula ketika Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijatono Lakka mengikutsertakan perusahaannya untuk mengikuti beberapa proyek pengadaan infrastruktur di Papua pada 2019-2021. Padahal, korporasi itu bergerak di bidang farmasi.
KPK menduga Rijatono bisa mendapatkan proyek karena sudah melobi beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum proses pelelangan dimulai. Komunikasi itu diyakini dibarengi pemberian suap.
Kesepakatan dalam kongkalikong Rijatono, Lukas, dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian
fee 14 persen dari nilai kontrak.
Fee harus bersih dari pengurangan pajak.
Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijatono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.
Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan
venue menembang
outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.
Lukas diduga mengantongi Rp1 miliar dari Rijatono. KPK juga menduga Lukas menerima duit haram dari pihak lain.
Rijatono disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan, Lukas disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 dan pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)