medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Umum PT Pelindo II Richard Joost Lino sebagai tersangka. Dia diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun 2010 di PT Pelindo II.
Tapi, Lino membantah apa yang disangkakan KPK. Dia menjelaskan, pengadaan tersebut telah berlangsung melalui proses lelang sejak 2007.
"Ini lucu bilang saya ngerugiin negara, lelang itu sudah 10 kali lelang coba dari 2007," kata Lino di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (6/1/2015).
Lino menilai, yang merugikan negara adalah pejabat sebelumnya yang menggelar lelang sebanyak 10 kali untuk pengadaan QCC. Dalam kasus ini, Lino mengaku, tak tahu menahu dan hanya memberikan keputusan untuk melakukan pengadaan dari hasil lelang tersebut.
"Coba Anda bayangkan. Lelang sudah 10 kali dari 2007, sebelum saya masuk. Saya masuk 2009, baru saya putusin itu," ujar dia.
"Mau apalagi kalau sudah 10 kali (lelang), itu sudah kritis. 10 kali lelang coba, itu yang ngerugiin negara yang dulu-dulu itu, bukan saya," tambah dia.
Lino berdalih langkahnya mengambil keputusan ini lantaran melihat kondisi biaya angkut muat barang di Pontianak, yang terlampau besar. Menurut dia, selama ini masyarakat di Pontianak mesti menunggu kapal selama dua pekan dengan biaya angkut sebesar Rp6,5 juta per kontainernya.
"Hari ini ongkos angkutnya di Pontianak hanya Rp2,5 juta per kontainer. Itu kalau dikali Rp200 ribu di Pontianak, itu bisa Rp900 miliar loh uang masyarakat di save kan," tandas dia.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Lino sebagai tersangka pada 18 Desember 2015 lalu. Lino diduga telah melakukan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Dalam hal ini, Lino diduga melakukan penunjukan langsung terhadap perusahaan PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd. asal China sebagai penyedia barang dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Umum PT Pelindo II Richard Joost Lino sebagai tersangka. Dia diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) tahun 2010 di PT Pelindo II.
Tapi, Lino membantah apa yang disangkakan KPK. Dia menjelaskan, pengadaan tersebut telah berlangsung melalui proses lelang sejak 2007.
"Ini lucu bilang saya ngerugiin negara, lelang itu sudah 10 kali lelang coba dari 2007," kata Lino di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (6/1/2015).
Lino menilai, yang merugikan negara adalah pejabat sebelumnya yang menggelar lelang sebanyak 10 kali untuk pengadaan QCC. Dalam kasus ini, Lino mengaku, tak tahu menahu dan hanya memberikan keputusan untuk melakukan pengadaan dari hasil lelang tersebut.
"Coba Anda bayangkan. Lelang sudah 10 kali dari 2007, sebelum saya masuk. Saya masuk 2009, baru saya putusin itu," ujar dia.
"Mau apalagi kalau sudah 10 kali (lelang), itu sudah kritis. 10 kali lelang coba, itu yang ngerugiin negara yang dulu-dulu itu, bukan saya," tambah dia.
Lino berdalih langkahnya mengambil keputusan ini lantaran melihat kondisi biaya angkut muat barang di Pontianak, yang terlampau besar. Menurut dia, selama ini masyarakat di Pontianak mesti menunggu kapal selama dua pekan dengan biaya angkut sebesar Rp6,5 juta per kontainernya.
"Hari ini ongkos angkutnya di Pontianak hanya Rp2,5 juta per kontainer. Itu kalau dikali Rp200 ribu di Pontianak, itu bisa Rp900 miliar loh uang masyarakat di save kan," tandas dia.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Lino sebagai tersangka pada 18 Desember 2015 lalu. Lino diduga telah melakukan menyalahgunakan kewenangan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi.
Dalam hal ini, Lino diduga melakukan penunjukan langsung terhadap perusahaan PT Wuxi Hua Dong Heavy Machinery. Co.Ltd. asal China sebagai penyedia barang dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Atas perbuatannya, Lino dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)