Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MI
Ilustrasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). MI

Matheus Joko Disebut Tak Layak Jadi Justice Collaborator Kasus Bansos

Candra Yuri Nuralam • 30 Juli 2021 06:02
Jakarta: Permohonan justice collaborator (JC) dari eks Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dikritik. Sebab, Joko diduga pelaku utama kasus korupsi bantuan sosial (bansos) covid-19.
 
"Enggak bisa, enggak benar kalau itu disetujui, itu melawan ketentuan-ketentuan keputusan Peraturan Mahkamah Agung begitu juga kesepakatan antara polisi, KPK, dan Kejaksaan mengenai justice collaborator. Sebab JC bisa diberikan bukan kepada pelaku utama," kata kuasa hukum eks Menteri Sosial Juliari Batubara, Maqdir Ismail, Kamis, 29 Juli 2021.
 
Menurut dia, patut diduga Joko merupakan pelaku pengutipan dana bantuan sosial, berdasarkan fakta persidangan. Maqdir menyebut kliennya sama sekali tak menikmati uang hasil kutipan tersebut.

"Dan tidak ada yang disita KPK dari Pak Ari. Karena memang tidak menikmati uang suap dan tidak tahu ada pungutan-pungutan yang dilakukan Joko," kata dia.
 
Maqdir menyebut Joko 'menjual' nama Juliari untuk mengutip duit dari pengadaan bansos. Dia menyebut Joko menggunakan uang hasil kutipan bansos untuk membeli rumah, hal tersebut baru diketahui belakangan.
 
"Itu bukti dia menikmati uang tanpa sepengetahuan menteri," kata Maqdir.
 
Di sisi lain, dia menyoal tuntutan 11 tahun penjara oleh Jaksa KPK tak layak. Sebab, tak berdasar pada fakta persidangan.
 
"Dipaksakan dan terlalu bernafsu dengan hukumannya yang tinggi," ujar Maqdir.
 
Baca: KPK Tepis Tuntutan 11 Tahun Penjara Juliari 'Bisikan' Pihak Lain
 
Fakta persidangan yang dimaksud, yakni terkait PT Pangan Digdaya yang diduga memberikan uang pada Joko. Padahal, perwakilan dari perusahaan tersebut tidak dipanggil dalam persidangan.
 
"Di persidangan mereka (PT Pangan Digdaya) tidak dihadirkan, itu cuma pengakuannya Joko, bagaimana ini bisa dianggap benar, belum lagi yang lain-lain," kata Maqdir.
 
Jaksa KPK menuntut Juliari dihukum 11 tahun penjara serta denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Ia dinilai terbukti bersalah dalam kasus dugaan suap bansos sembako covid-19.
 
Juliari dinilai terbukti menerima suap bertahap hingga Rp32,48 miliar. Fulus Rp1,28 miliar diperoleh dari konsultan hukum Harry Van Sidabukke melalui pejabat pembuat komitmen (PPK) Kementerian Sosial (Kemensos) Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.
 
Berikutnya, Juliari menerima Rp1,96 miliar dari Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama, Ardian Iskandar Maddanatja. Juliari juga diduga menerima Rp29,25 miliar dari sejumlah pengusaha penyedia bansos sembako. Seluruh rangkaian penerimaan duit itu terjadi pada Mei-Desember 2020.
 
Juliari dianggap melanggar Pasal 12 huruf b juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan