Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/Medcom.id/Candra
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata/Medcom.id/Candra

Kabulkan Praperadilan Helmut Hermawan, KPK: Hakim Istimewa!

Candra Yuri Nuralam • 28 Februari 2024 07:18
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan alasan hakim tunggal praperadilan menyatakan penetapan tersangka Dirut PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan tidak sah. Majelis dinilai mengabaikan bukti KPK dan putusan terdahulu.
 
“Mungkin hakim yang menyidangkan praperadilan perkara ini tidak mengikuti putusan-putusan hakim praperadilan dalam perkara sebelumnya. Atau hakimnya sangat istimewa sehingga mengabaikan bukti-bukti yang diajukan jaksa KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kepada Medcom.id, Rabu, 28 Februari 2024.
 
Alex meyakini pihaknya tidak melakukan kesalahan dalam menetapkan Helmut sebagai tersangka. Apalagi, prosedur tetap penetapan tersangka sudah berjalan selama puluhan tahun.

“Selama 20 tahun KPK berdiri hakim tidak pernah mempersoalkan penetapan tersangka pada tahap penyelidikan naik ke penyidikan,” ujar Alex.
 
Baca: KPK Kalah Lagi, Penyuap Eks Wamenkumham Bebas dari Status Tersangka

KPK bakal mempelajari putusan praperadilan Helmut. Helmut bakal dijadikan tersangka dalam waktu dekat.
 
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memenangkan gugatan praperadilan Helmut Hermawan. Status tersangka dalam kasus dugaan penerimaan suap dan gratifikasi untuknya dinyatakan gugur.
 
“Mengadili, menyatakan penetapan tersangka atas diri pemohon oleh termohon sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum oleh karenanya penetapan a quo tidak mempunyai hukum mengikat,” kata Hakim Tunggal Tumpanuli Marbun di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 27 Februari 2024.
 
Hakim menilai KPK kurang bukti untuk menetapkan Helmut sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Penanganan kasusnya juga dinilai bertentangan dengan aturan main dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang KPK.
 
“Berpotensi menjadi penyalahgunaan wewenang,” ujar Tumpanuli. 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan