medcom.id, Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang diajukan Feriyani Lim, pelapor dugaan pemalsuan identitas oleh Ketua nonaktif KPK Abraham Samad. Feriyani dinilai tak memenuhi syarat mendapatkan perlindungan.
"Permohonan perlindungan yang bersangkutan ditolak karena tidak memenuhi syarat," ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, dalam pesan elektronik, Rabu (11/3/2015).
Menurut LPSK, salah satu syarat diberikan perlindungan apabila ada ancaman. "Adanya ancaman merupakan salah satu syarat utama diberikan perlindungan oleh LPSK," jelas Edwin.
Syarat lain adalah prioritas kasus. Tindak pidana prioritas yang diberikan perlindungan adalah saksi tindak pidana korupsi, korban pelanggaran HAM berat, saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang, saksi tindak pidana narkotika, saksi dan korban tindak pidana terorisme, saksi dan korban pelecehan seksual terhadap anak, dan saksi tindak pidana pencucian uang.
"Kasus yang melibatkan Feriyani tidak termasuk dalam tindak pidana prioritas kami. Status tersangka utama menggugurkan permohonan Feriyani," kata Edwin.
Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang melaporkan Abraham Samad, terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana Administrasi Kependudukan. Sejak 9 Februari lalu, penyidik Polda Sulawesi Selatan telah menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat itu.
Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam Kartu Keluarga (KK) Abraham Samad yang beralamat di Boulevard, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Nama Feriyani berada di deretan paling bawah dengan status hubungan keluarga sebagai keluarga lain. Abraham menegaskan dirinya tidak kenal Feriyani.
Abraham dijerat Pasal 263 ayat (1) dan (2) sub Pasal 264, Pasal 264 ayat (1) dan (2) lebih sub Pasal 266 ayat (1) serta (2) KUHP dan atau Pasal 93 UU RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukuman penjara paling lama delapan tahun, denda paling banyak Rp50 juta.
medcom.id, Jakarta: Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menolak permohonan perlindungan yang diajukan Feriyani Lim, pelapor dugaan pemalsuan identitas oleh Ketua nonaktif KPK Abraham Samad. Feriyani dinilai tak memenuhi syarat mendapatkan perlindungan.
"Permohonan perlindungan yang bersangkutan ditolak karena tidak memenuhi syarat," ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu, dalam pesan elektronik, Rabu (11/3/2015).
Menurut LPSK, salah satu syarat diberikan perlindungan apabila ada ancaman. "Adanya ancaman merupakan salah satu syarat utama diberikan perlindungan oleh LPSK," jelas Edwin.
Syarat lain adalah prioritas kasus. Tindak pidana prioritas yang diberikan perlindungan adalah saksi tindak pidana korupsi, korban pelanggaran HAM berat, saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang, saksi tindak pidana narkotika, saksi dan korban tindak pidana terorisme, saksi dan korban pelecehan seksual terhadap anak, dan saksi tindak pidana pencucian uang.
"Kasus yang melibatkan Feriyani tidak termasuk dalam tindak pidana prioritas kami. Status tersangka utama menggugurkan permohonan Feriyani," kata Edwin.
Feriyani Lim, warga Pontianak, Kalimantan Barat yang melaporkan Abraham Samad, terkait dugaan tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana Administrasi Kependudukan. Sejak 9 Februari lalu, penyidik Polda Sulawesi Selatan telah menetapkan Abraham Samad sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat itu.
Saat mengajukan permohonan pembuatan paspor pada 2007, Feriyani Lim memalsukan dokumen dan masuk dalam Kartu Keluarga (KK) Abraham Samad yang beralamat di Boulevard, Kelurahan Masale, Kecamatan Panakkukang, Makassar. Nama Feriyani berada di deretan paling bawah dengan status hubungan keluarga sebagai keluarga lain. Abraham menegaskan dirinya tidak kenal Feriyani.
Abraham dijerat Pasal 263 ayat (1) dan (2) sub Pasal 264, Pasal 264 ayat (1) dan (2) lebih sub Pasal 266 ayat (1) serta (2) KUHP dan atau Pasal 93 UU RI Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah diubah dengan UU Nomor 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukuman penjara paling lama delapan tahun, denda paling banyak Rp50 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(YDH)