medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung belum menaikkan status kasus dugaan pemufakatan jahat yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto. Jaksa masih menyelidiki kasus dengan meminta keterangan berbagai pihak.
Jaksa Agung M. Prasetyo mengungkapkan alasan mengapa jajarannya belum juga menetapkan tersangka dalam kasus ini. Salah satunya, enggan terburu-buru. Ketergesa-gesaan, khawatirnya menciptakan kegagalan di pengadilan karena dakwaan yang lemah.
"Kan tidak mudah juga, semuanya juga kita selidiki untuk lebih tahu bagaimana peristiwanya. Jaksa juga kan tidak sembarangan, masih ada hal-hal lain, aspek-aspek lain yang perlu dipenuhi agar tidak lemah. Kita juga tidak mau gagal di awal kan. Jadi semuanya harus sesuai," kata Prasetyo kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Dia mengatakan penyelidikan harus tepat dan sesuai. Jangan ada cela yang bisa menggagalkan atau melemahkan dakwaan. Segala sesuatunya, kata dia, harus sesuai dengan fakta yang ada.
"Semuanya harus sesuai, apabila nanti ada yang kurang bagaimana? Tentunya kan penyelidik harus menyusun sedemikian rupa agar tidak lemah nantinya di kemudian hari," tegas dia.
Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum tak membatasi penyelidikan dengan tenggat waktu. Hal itu dilakukan, agar para jaksa bisa ekstra hati-hati dalam melangkah dan tak sia-sia kelak.
Kasus yang belakangan tenar dengan sebutan `Papa Minta Saham` ini meledak lewat kicauan Menteri ESDM Sudirman Said. Dia menyebut politikus DPR, belakangan diketahui Ketua DPR Setya Novanto, nekat menjual nama presiden dan wapres saat berbincang dengan Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin.
Menteri Sudirman mengantongi bukti rekaman perbincangan mereka. Terlibat aktif pula dalam rekaman obrolan itu Riza Chalid. Novanto dan Riza saling tik-tok untuk meyakinkan Maroef bahwa proses kontrak karya PT Freeport bisa aman di tangan mereka.
Selain menjual nama presiden dan wapres, Novanto dan Riza juga puluhan kali mencatut nama Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Juga belasan tokoh lainnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Wiranto.
Adalah Maroef yang diam-diam merekam `jualan` Novanto dan Riza. Bukti rekamanan utuh sudah diperdengarkan di Majelis Mahkamah Dewan (MKD), sementara ponsel yang digunakan untuk mereka kini ada di tangan Kejaksaan Agung.
Kejagung terhitung sudah empat kali bolak-balik meminta keterangan Maroef untuk mengungkap dugaan pemufakatan Novanto dan Riza. Menteri Sudirman baru sekali diperiksa, tapi berkomitmen siap kapan pun kalau diminta kembali ke Gedung Bundar.
Ini jelas sinyal gawat buat Novanto dan Riza. Kalau terbukti, keduanya terancam dijerat Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5."
Presiden pun gusar, bahkan marah, namanya dibawa-bawa untuk `mengemis` 20 persen saham PT Freeport.
medcom.id, Jakarta: Kejaksaan Agung belum menaikkan status kasus dugaan pemufakatan jahat yang menyeret Ketua DPR Setya Novanto. Jaksa masih menyelidiki kasus dengan meminta keterangan berbagai pihak.
Jaksa Agung M. Prasetyo mengungkapkan alasan mengapa jajarannya belum juga menetapkan tersangka dalam kasus ini. Salah satunya, enggan terburu-buru. Ketergesa-gesaan, khawatirnya menciptakan kegagalan di pengadilan karena dakwaan yang lemah.
"Kan tidak mudah juga, semuanya juga kita selidiki untuk lebih tahu bagaimana peristiwanya. Jaksa juga kan tidak sembarangan, masih ada hal-hal lain, aspek-aspek lain yang perlu dipenuhi agar tidak lemah. Kita juga tidak mau gagal di awal kan. Jadi semuanya harus sesuai," kata Prasetyo kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (16/12/2015).
Dia mengatakan penyelidikan harus tepat dan sesuai. Jangan ada cela yang bisa menggagalkan atau melemahkan dakwaan. Segala sesuatunya, kata dia, harus sesuai dengan fakta yang ada.
"Semuanya harus sesuai, apabila nanti ada yang kurang bagaimana? Tentunya kan penyelidik harus menyusun sedemikian rupa agar tidak lemah nantinya di kemudian hari," tegas dia.
Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Umum tak membatasi penyelidikan dengan tenggat waktu. Hal itu dilakukan, agar para jaksa bisa ekstra hati-hati dalam melangkah dan tak sia-sia kelak.
Kasus yang belakangan tenar dengan sebutan `Papa Minta Saham` ini meledak lewat kicauan Menteri ESDM Sudirman Said. Dia menyebut politikus DPR, belakangan diketahui Ketua DPR Setya Novanto, nekat menjual nama presiden dan wapres saat berbincang dengan Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin.
Menteri Sudirman mengantongi bukti rekaman perbincangan mereka. Terlibat aktif pula dalam rekaman obrolan itu Riza Chalid. Novanto dan Riza saling tik-tok untuk meyakinkan Maroef bahwa proses kontrak karya PT Freeport bisa aman di tangan mereka.
Selain menjual nama presiden dan wapres, Novanto dan Riza juga puluhan kali mencatut nama Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan. Juga belasan tokoh lainnya, seperti Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto, dan Wiranto.
Adalah Maroef yang diam-diam merekam `jualan` Novanto dan Riza. Bukti rekamanan utuh sudah diperdengarkan di Majelis Mahkamah Dewan (MKD), sementara ponsel yang digunakan untuk mereka kini ada di tangan Kejaksaan Agung.
Kejagung terhitung sudah empat kali bolak-balik meminta keterangan Maroef untuk mengungkap dugaan pemufakatan Novanto dan Riza. Menteri Sudirman baru sekali diperiksa, tapi berkomitmen siap kapan pun kalau diminta kembali ke Gedung Bundar.
Ini jelas sinyal gawat buat Novanto dan Riza. Kalau terbukti, keduanya terancam dijerat Pasal 15 UU Tindak Pidana Korupsi No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu berbunyi, "Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dipidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5."
Presiden pun gusar, bahkan marah, namanya dibawa-bawa untuk `mengemis` 20 persen saham PT Freeport.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(KRI)