Metrotvnews.xom, Jakarta: Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran H. Mustary didakwa terlibat dugaan suap pembangunan jalan di wilayahnya dari perusahaan rekanan. Perbuatan itu dilakukan Amran bersama sejumlah anggota Komisi V DPR.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa pebuatan yang dipandang sebagai perbuatan yag berdiri sendiri-sendiri sehingga meruapakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Penuntut Umum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2016).
Jaksa menunturkan, kasus bermula pada Juli 2015, bertepatan dengan pembahasan rencana kerja dan anggaran kementerian lembaga (RKA K/LL antara Komisi V DPR serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Amran menginformasikan kepada Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred, akan ada proyek dari program aspirasi anggota Komisi V DPR 2016.
Guna merealisasikan program aspirasi itu, Amran menyampaikan kepada Abdul Khoir dan rekanan lain mengenai keperluan dana yang akan diberikan kepada Komisi V DPR. Atas permintaan itu, Abdul Khoir, Hong Arta, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng, Komisaris PT Papua Putra Mandiri Henock Setiawan alisa Rino, dan Direktur CV Putra Mandiri Charles Fransz alias Carlos yang merupakan rekanan BPJNIX beberapa kali memberikan uang kepada Amran dan anggota Komisi V DPR.
Pada 6-9 Agustus 2015, rombongan anggota Komisi V DPR mengunjungi Maluku. Mereka yang ada dalam rombongan adalah Damayanti Wisnu Putranti, Fary Djemi Francis, Michael Watimenna, Yudi Widiana Adia, dan Mohammad Toha. Dalam kunjungan itu, Amran mengenalkan Abdul Khoir kepada Mohamad Toha.
Amran dan Khoir menyampaikan kepada Toha untuk menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Amran pun meminta Khoir memberikan Rp455 juta yang akan diberikan kepada anggota Komisi V DPR. Fulus itu kemudian diberikan Khoir kepada Amran.
Terdakwa kemudian meminta fee Rp3 miliar kepada Abdul Khoir. Atas permintaan itu, Khoir menghubungi Aseng, Rino, Carlos, dan Hong Arta dengan kesepakatan nantinya perusahaaan mereka mendapatkan proyek dari program aspirasi.
Aseng, Rino, dan Hong Arta kemudian mengirimkan uang kepada Khoir masing-masing Rp500 juta sedangkan Carlos mengirim Rp600 juta. Mereka berhasil mengumpulkan Rp2,6 miliar yang kemudian diserahkan kepada Amran.
Dalam perkembangannya, anggota Komisi V DPR dari PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti menerima SGD328 ribu, sekitar 8% dari proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp41 miliar, dari Abdul Khoir. Fulus diterima pada 25 November 2015 di Restoran Merah Delima, Jakarta Selatan, melalui Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi yang merupakan rekan Damayanti.
Fulus SGD328 ribu dibagi tiga antara Damayanti, Dessy, dan Uwi. Damayanti menerima SGD245.700 atau 6% dari nilai proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp41 miliar. Sedangkan, Dessy dan Uwi masing-masing menerima SGD41.150 atau 1 persen dari proyek.
Pada 7 Januari 2016, Abdul Khoir memberikan fee kepada Budi Supriyanto, anggota Komisi V DPR sebesar SGD404 ribu melalui Dessy dan Uwi di Foodcourt Pasaraya Melawai, Jakarta Selatan. Pada 11 Januari, Uwi menyerahkan fee 6% dari proyek rekontruksi Jalan Werinama-Laimu senilai Rp50 miliar atau SGD305 ribu kepada Budi di Restoran Soto Kudus, Tebet, Jakarta Selatan.
Dua persen dari proyek rekontruksi Jalan Werinama-Laimu, sekitar SGD99 ribu dibagi tiga antara Damayanti, Dessy, dan Uwi. Masing-masing memperoleh SGD33 ribu.
Sementara itu, anggota Komisi V DPR dari Partai Amantan Nasional Andi Taufan Tiro menerima jatah 7% dari program aspirasi Rp100 miliar untuk pembangunan dan rekonstruksi Jalan Wayabula-Sofi yang akan digarap Abdul Khoir. Andi mendapatkan SGD206.718 pada 10 November, Rp500 juta pada 1 Desember, Rp2 miliar pada 10 November, Rp200 juta pada 12 November, dan SGD205.128 pada 19 November.
Musa Zainuddin, anggota Komisi V DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa menerima fee dari program aspirasi senilai Rp250 miliar. Dari dana itu, Aseng akan mengerjakan proyek pembangunan Jalan Puri-Waisala senilai Rp50,44 miliar sedangkan Abdul Khoir mengerjakan proyek Jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar.
Abdul Khoir dan Aseng pun memberikan sekitar Rp8 miliar yang sebagian dalam bentuk dollar Singapura sebagai fee secara bertahap kepada Musa melaui Jaelani, tenaga ahli di DPR. Jaelani kemudian menyerahkan Rp3,8 miliar dan SGD328.337 kepada Musa opada 28 Desember 2015. Sementara itu, Rp1 miliar digunakan Jaelani dan Rino masing-masing Rp500 juta.
Atas perbuatan itu, Amran didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Metrotvnews.xom, Jakarta: Mantan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran H. Mustary didakwa terlibat dugaan suap pembangunan jalan di wilayahnya dari perusahaan rekanan. Perbuatan itu dilakukan Amran bersama sejumlah anggota Komisi V DPR.
"Melakukan atau turut serta melakukan beberapa pebuatan yang dipandang sebagai perbuatan yag berdiri sendiri-sendiri sehingga meruapakan beberapa kejahatan, menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Penuntut Umum di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Iskandar Marwanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (28/12/2016).
Jaksa menunturkan, kasus bermula pada Juli 2015, bertepatan dengan pembahasan rencana kerja dan anggaran kementerian lembaga (RKA K/LL antara Komisi V DPR serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Amran menginformasikan kepada Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred, akan ada proyek dari program aspirasi anggota Komisi V DPR 2016.
Guna merealisasikan program aspirasi itu, Amran menyampaikan kepada Abdul Khoir dan rekanan lain mengenai keperluan dana yang akan diberikan kepada Komisi V DPR. Atas permintaan itu, Abdul Khoir, Hong Arta, Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng, Komisaris PT Papua Putra Mandiri Henock Setiawan alisa Rino, dan Direktur CV Putra Mandiri Charles Fransz alias Carlos yang merupakan rekanan BPJNIX beberapa kali memberikan uang kepada Amran dan anggota Komisi V DPR.
Pada 6-9 Agustus 2015, rombongan anggota Komisi V DPR mengunjungi Maluku. Mereka yang ada dalam rombongan adalah Damayanti Wisnu Putranti, Fary Djemi Francis, Michael Watimenna, Yudi Widiana Adia, dan Mohammad Toha. Dalam kunjungan itu, Amran mengenalkan Abdul Khoir kepada Mohamad Toha.
Amran dan Khoir menyampaikan kepada Toha untuk menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Amran pun meminta Khoir memberikan Rp455 juta yang akan diberikan kepada anggota Komisi V DPR. Fulus itu kemudian diberikan Khoir kepada Amran.
Terdakwa kemudian meminta fee Rp3 miliar kepada Abdul Khoir. Atas permintaan itu, Khoir menghubungi Aseng, Rino, Carlos, dan Hong Arta dengan kesepakatan nantinya perusahaaan mereka mendapatkan proyek dari program aspirasi.
Aseng, Rino, dan Hong Arta kemudian mengirimkan uang kepada Khoir masing-masing Rp500 juta sedangkan Carlos mengirim Rp600 juta. Mereka berhasil mengumpulkan Rp2,6 miliar yang kemudian diserahkan kepada Amran.
Dalam perkembangannya, anggota Komisi V DPR dari PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti menerima SGD328 ribu, sekitar 8% dari proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp41 miliar, dari Abdul Khoir. Fulus diterima pada 25 November 2015 di Restoran Merah Delima, Jakarta Selatan, melalui Dessy Ariyati Edwin dan Julia Prasetyarini alias Uwi yang merupakan rekan Damayanti.
Fulus SGD328 ribu dibagi tiga antara Damayanti, Dessy, dan Uwi. Damayanti menerima SGD245.700 atau 6% dari nilai proyek pelebaran Jalan Tehori-Laimu senilai Rp41 miliar. Sedangkan, Dessy dan Uwi masing-masing menerima SGD41.150 atau 1 persen dari proyek.
Pada 7 Januari 2016, Abdul Khoir memberikan fee kepada Budi Supriyanto, anggota Komisi V DPR sebesar SGD404 ribu melalui Dessy dan Uwi di Foodcourt Pasaraya Melawai, Jakarta Selatan. Pada 11 Januari, Uwi menyerahkan fee 6% dari proyek rekontruksi Jalan Werinama-Laimu senilai Rp50 miliar atau SGD305 ribu kepada Budi di Restoran Soto Kudus, Tebet, Jakarta Selatan.
Dua persen dari proyek rekontruksi Jalan Werinama-Laimu, sekitar SGD99 ribu dibagi tiga antara Damayanti, Dessy, dan Uwi. Masing-masing memperoleh SGD33 ribu.
Sementara itu, anggota Komisi V DPR dari Partai Amantan Nasional Andi Taufan Tiro menerima jatah 7% dari program aspirasi Rp100 miliar untuk pembangunan dan rekonstruksi Jalan Wayabula-Sofi yang akan digarap Abdul Khoir. Andi mendapatkan SGD206.718 pada 10 November, Rp500 juta pada 1 Desember, Rp2 miliar pada 10 November, Rp200 juta pada 12 November, dan SGD205.128 pada 19 November.
Musa Zainuddin, anggota Komisi V DPR dari Partai Kebangkitan Bangsa menerima fee dari program aspirasi senilai Rp250 miliar. Dari dana itu, Aseng akan mengerjakan proyek pembangunan Jalan Puri-Waisala senilai Rp50,44 miliar sedangkan Abdul Khoir mengerjakan proyek Jalan Taniwel-Saleman senilai Rp54,32 miliar.
Abdul Khoir dan Aseng pun memberikan sekitar Rp8 miliar yang sebagian dalam bentuk dollar Singapura sebagai fee secara bertahap kepada Musa melaui Jaelani, tenaga ahli di DPR. Jaelani kemudian menyerahkan Rp3,8 miliar dan SGD328.337 kepada Musa opada 28 Desember 2015. Sementara itu, Rp1 miliar digunakan Jaelani dan Rino masing-masing Rp500 juta.
Atas perbuatan itu, Amran didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)