medcom.id, Jakarta: Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Merah Putih (Solmet) melaporkan Fahri Hamzah. Wakil Ketua DPR itu diduga menghasut.
Ketua Umum Solmet, Sylver Matutina, mengatakan, orasi Fahri saat demo 4 November di depan Istana jadi dasar pelaporan. Sylver menilai, orasi Fahri menjurus ke arah penghasutan.
"Maksud dan tujuan kami untuk memberikan efek jera," kata Sylver di Mapolda Metro Jaya, Senin (28/11/2016).
Sylver menyatakan, laporan itu juga jadi peringatan bagi siapa pun agar hati-hati saat menyampaikan aspirasi. Apalagi, di depan umum. Semua harus sesuai aturan.
"Tidak menghasut atau memprovokasi masyarakat," ucap Sylver.
Sylver percaya, laporan mereka akan diproses meski menyeret pejabat negara. Sebab, setiap orang punya kedudukan sama di depan hukum.
"Tidak ada yang kebal hukum, termasuk anggota DPR," imbuh Sylver.
Hari ini, Sylver menjalani pemeriksaan pertama sebagai saksi pelapor di kepolisian. Dia diperiksa penyidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Sylver membawa seorang saksi bernama Tri Tjahja Budi Wibowo. Tri merupakan orang yang ada di lokasi saat Fahri berorasi di depan Istana Negara, Jumat 4 November.
Ia juga membawa sejumlah barang bukti, salah satunya rekaman video orasi Fahri. Sylver bilang rekaman itu ada dalam website resmi pribadi Fahri Hamzah.
Solmet melaporkan Fahri Hamzah ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus penghasutan saat demo 4 November. Laporan Solmet teregistrasi dengan nomor TBL/5541/XI/2016/PMJ/Ditreskrimum tertanggal 11 November 2016.
Sylver menerangkan, pasal yang dimuat dalam laporan terhadap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, yakni Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Bunyinya: "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500."
medcom.id, Jakarta: Kelompok masyarakat yang tergabung dalam Solidaritas Merah Putih (Solmet) melaporkan Fahri Hamzah. Wakil Ketua DPR itu diduga menghasut.
Ketua Umum Solmet, Sylver Matutina, mengatakan, orasi Fahri saat demo 4 November di depan Istana jadi dasar pelaporan. Sylver menilai, orasi Fahri menjurus ke arah penghasutan.
"Maksud dan tujuan kami untuk memberikan efek jera," kata Sylver di Mapolda Metro Jaya, Senin (28/11/2016).
Sylver menyatakan, laporan itu juga jadi peringatan bagi siapa pun agar hati-hati saat menyampaikan aspirasi. Apalagi, di depan umum. Semua harus sesuai aturan.
"Tidak menghasut atau memprovokasi masyarakat," ucap Sylver.
Sylver percaya, laporan mereka akan diproses meski menyeret pejabat negara. Sebab, setiap orang punya kedudukan sama di depan hukum.
"Tidak ada yang kebal hukum, termasuk anggota DPR," imbuh Sylver.
Hari ini, Sylver menjalani pemeriksaan pertama sebagai saksi pelapor di kepolisian. Dia diperiksa penyidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Sylver membawa seorang saksi bernama Tri Tjahja Budi Wibowo. Tri merupakan orang yang ada di lokasi saat Fahri berorasi di depan Istana Negara, Jumat 4 November.
Ia juga membawa sejumlah barang bukti, salah satunya rekaman video orasi Fahri. Sylver bilang rekaman itu ada dalam website resmi pribadi Fahri Hamzah.
Solmet melaporkan Fahri Hamzah ke Polda Metro Jaya atas dugaan kasus penghasutan saat demo 4 November. Laporan Solmet teregistrasi dengan nomor TBL/5541/XI/2016/PMJ/Ditreskrimum tertanggal 11 November 2016.
Sylver menerangkan, pasal yang dimuat dalam laporan terhadap politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, yakni Pasal 160 KUHP tentang penghasutan. Bunyinya: "Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500."
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)