Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Budi Waseso. Foto: Antara/M Adimaja
Kepala Badan Narkotika Nasional Komjen Budi Waseso. Foto: Antara/M Adimaja

Kepala BNN Minta Freddy Segera Dieksekusi Mati

Wanda Indana • 27 Mei 2016 14:54
medcom.id, Jakarta: Kepala Badan Nasional Narkotika (BNN) Komjen Budi Waseso berharap terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman segera dieksekusi mati. Tarik ulur pelaksanaan waktu eksekusi Freddy dinilai bentuk lemahnya sistem penegakan hukum.
 
"Hukuman masih tarik ulur, lihat saja Freddy Budiman sudah divonis mati tapi enggak mati-mati," kata Budi di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Jumat (27/5/2016).
 
Pria yang akrab disapa Buwas ini mengatakan, terpidana mati selalu memanfaatkan celah hukum untuk mengulur waktu eksekusi. Buwas mengungkapkan, banyak terpidana kasus narkoba menggerakkan bisnis haram itu dari balik jeruji besi.
 
Lebih dari 50 persen peredaran narkotika dikendalikan dari dalam lapas. "Mereka masih bisa beroperasi dalam lapas. Kita tahu ada orang yang menggerakkan jaringan dari dalam lapas. Makanya kita tidak ungkap, kalau kita tangkap nanti mereka bisa mengajukan PK (peninjauan kembali) dengan kasus lain yang nantinya masa hukuman mereka lebih panjang," kata Buwas.
 
Sebelumnya, terpidana mati kasus narkoba Freddy Budiman mengajukan surat permohonan tobat nasuha. Permohonan itu dia sampaikan saat sidang peninjauan kembali (PK) yang digelar di Ruang Wijayakusuma, Pengadilan Negeri Cilacap, Jawa Tengah, Rabu 25 Mei.
 
Freddy membacakan surat itu dalam sidang yang beragendakan pembacaan memori PK. Dalam surat yang ditulis pada 2 April 2016 atau saat Freddy masih berada di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat, terpidana mati itu juga memohon ampun kepada negara.
 
"Surat permohonan tobat nasuha kepada Allah SWT dan permohonan ampunan kepada negara melalui Majelis Hakim Agung yang mengadili permohonan PK saya di Mahkamah Agung RI Jakarta," kata Freddy Budiman saat membacakan surat tobatnya.
 
Baca: Berharap pada Upaya Terakhir
 
Ia mengaku benar bertobat dan akan berhenti menjadi pengedar dan produsen narkoba. Dia juga menyadari dan menyesali segala perbuatannya dalam jaringan narkoba internasional.
 
"Dengan menyatakan sepenuhnya hidup mati saya kepada Allah SWT. Saya akan berjuang keras serta berusaha maksimal untuk hidup benar-benar menjadi manusia baru, meninggalkan segala perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, demi melihat istri dan empat orang anak saya," katanya.
 
Freddy mengaku siap menerima konsekuensi eksekusi mati jika disisa pidana mati masih menjalani bisnis narkoba. "Saya memohon maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat Indonesia semoga permohonan saya dikabulkan oleh negara dan Majelis Hakim Agung," katanya.
 
Kepala BNN Minta Freddy Segera Dieksekusi Mati
Terpidana mati kasus narkotika Freddy Budiman. Foto: Antara/Idhad Zakaria
 
Sementara, saat membacakan memori PK, penasihat hukum Freddy, Untung Sunaryo, mengatakan kliennya memiliki peran yang sama dengan sejumlah saksi yang dalam sidang tingkat pertama di PN Jakarta Barat. Antara lain Candra Halim, Abdul Syukur, dan Supriyadi.
 
Akan tetapi, kata dia, vonis yang dijatuhkan majelis hakim kepada Freddy berbeda jauh dengan vonis untuk para saksi tersebut. "Misalnya, Supriyadi divonis tujuh tahun penjara, sedangkan klien kami divonis mati," katanya.
 
Ia mengharapkan majelis hakim meninjau kembali vonis mati yang dijatuhkan PN Jakarta Barat kepada Freddy. Dalam sidang PK ini, pemohon tidak mengajukan saksi. Jaksa Penuntut Umum yang terdiri atas Anton Suhartono, Amril Abdi, dan M. Farudi Arbi meminta majelis hakim menolak permohonan PK.
 
Sidang PK tersebut digelar di PN Cilacap atas pendelegasian dari PN Jakarta Barat yang menjatuhkan vonis mati kepada Freddy Budiman. Sidang dipimpin majelis hakim yang diketuai Catur Prasetyo dengan beranggotakan Vilia Sari dan Cokia Ana Pontia.
 
Sidang akan dilanjutkan pada 1 Juni 2016 dengan agenda pembacaan tanggapan penasihat hukum dan JPU serta penandatangan berita acara pemeriksaan.
 
"Kami minta tanggapan dibuat tertulis karena akan disampaikan ke Mahkamah Agung. Agar tidak bolak-balik, pada sidang besok akan dilakukan penandatanganan berita acara pemeriksaan," kata Catur setelah JPU sempat meminta agar pemohon membuat tanggapan sehari setelah sidang hari ini.
 
Freddy Budiman adalah terpidana mati narkoba. Dia ditangkap pada 2012 karena kepemilikan 1.412.476 pil ekstasi. Lalu, pada Juni 2013 atau saat proses persidangan kasusnya, Freddy ketahuan membangun pabrik ekstasi di LP Narkotika Cipinang.
 
Atas kelakuannya, pada 30 Juli 2013, Freddy dipindah ke Nusakambangan. Kemudian pada 8 April 2015, Freddy dipinjam kepolisian karena diduga masih mengendalikan peredaran narkoba dari dalam penjara. Dia dititipkan ke LP Gunung Sindur.
 
Selanjutnya, pada 16 April 2016 Freddy dikembalikan ke LP Pasir Putih, Nusakambangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(FZN)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan