medcom.id, Jakarta: Rendahnya serapan anggaran di beberapa Kementerian dan Lembaga Negara menjadi masalah Pemerintah dalam menggenjot pembangunan dan perekonomian daerah. Padahal serapan anggaran sangat berpengaruh dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah.
Adanya ketakutan pejabat daerah bakal dipidana dalam menggunakan anggaran menjadi alasan. Presiden Joko Widodo juga telah meminta kepada seluruh Kapolda dan Kajati agar tidak mengkriminalisasi pejabat daerah yang mengeluarkan kebijakan demi mempercepat pembangunan.
“Presiden telah memberikan arahan kepada Kepolisian dan Kejaksaan perihal kebijakan dan diskresi yang tak dapat dipidana," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, Rabu (10/8/2016).
Tak sampai disitu, dalam pertemuan itu, Presiden meminta lembaga audit keuangan dan kepolisian juga kejaksaan agar bisa membedakan upaya diskresi dan melawan hukum.
"Kepolisian telah berkomitmen untuk melaksanakan arahan Presiden dengan pedoman arahan hukum yang bijak,” lanjut Agung.
Praktisi Hukum Mahendradatta mengatakan, diskresi diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah. "Ini momentum bagi pejabat pembuat keputusan untuk berkontribusi demi percepatan pembangunan,” jelas Mahendradatta dalam diskusi publik bertema 'Kewenangan Diskresi Pejabat dalam Mendukung Perekonomian".
Mahendradatta menyebut, kriminalisasi yang terkadang dilakukan penegak hukum bisa menakuti para investor sehingga memperburuk kondisi ekonomi di Indonesia.
"Ada pelanggaran satu aturan proses internal namun di blow up, dikaitkan dengan pasal pidana," sebutnya.
Dia melanjutkan, harus ada kepastian dan kesepakatan antara berbagai pihak termasuk penegak hukum. Ini dimaksudkan, kata Mahendradatta, agar tercipta perkembangan ekonomi di daerah.
"Nah bagaimana memberikan kepastian tersebut agar pelaku ekonomi ini dapat memberikan diskresinya guna menjalankan roda perekonomian. Penegak hukum harus ada di belakang mendukung agar perekonomian membaik," tukasnya.
medcom.id, Jakarta: Rendahnya serapan anggaran di beberapa Kementerian dan Lembaga Negara menjadi masalah Pemerintah dalam menggenjot pembangunan dan perekonomian daerah. Padahal serapan anggaran sangat berpengaruh dalam mendorong pertumbuhan ekonomi masing-masing daerah.
Adanya ketakutan pejabat daerah bakal dipidana dalam menggunakan anggaran menjadi alasan. Presiden Joko Widodo juga telah meminta kepada seluruh Kapolda dan Kajati agar tidak mengkriminalisasi pejabat daerah yang mengeluarkan kebijakan demi mempercepat pembangunan.
“Presiden telah memberikan arahan kepada Kepolisian dan Kejaksaan perihal kebijakan dan diskresi yang tak dapat dipidana," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya, Rabu (10/8/2016).
Tak sampai disitu, dalam pertemuan itu, Presiden meminta lembaga audit keuangan dan kepolisian juga kejaksaan agar bisa membedakan upaya diskresi dan melawan hukum.
"Kepolisian telah berkomitmen untuk melaksanakan arahan Presiden dengan pedoman arahan hukum yang bijak,” lanjut Agung.
Praktisi Hukum Mahendradatta mengatakan, diskresi diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi Pemerintah. "Ini momentum bagi pejabat pembuat keputusan untuk berkontribusi demi percepatan pembangunan,” jelas Mahendradatta dalam diskusi publik bertema 'Kewenangan Diskresi Pejabat dalam Mendukung Perekonomian".
Mahendradatta menyebut, kriminalisasi yang terkadang dilakukan penegak hukum bisa menakuti para investor sehingga memperburuk kondisi ekonomi di Indonesia.
"Ada pelanggaran satu aturan proses internal namun di
blow up, dikaitkan dengan pasal pidana," sebutnya.
Dia melanjutkan, harus ada kepastian dan kesepakatan antara berbagai pihak termasuk penegak hukum. Ini dimaksudkan, kata Mahendradatta, agar tercipta perkembangan ekonomi di daerah.
"Nah bagaimana memberikan kepastian tersebut agar pelaku ekonomi ini dapat memberikan diskresinya guna menjalankan roda perekonomian. Penegak hukum harus ada di belakang mendukung agar perekonomian membaik," tukasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)