Jakarta: Hukum adat dengan hukum positif tentunya memiliki perbedaan dalam penerapannya. Hukum positif berlandaskan undang-undang, namun tak selalu begitu dengan hukum adat.
Aktivis perlindungan perempuan dan anak Velmariri Bambari menjelaskan bahwa hukum adat kerap tidak mewakili rasa keadilan korban kekerasan seksual. Contohnya, pelaku dan korban harus membayar denda karena dianggap telah membuat aib di lingkungan.
"Korban dan pelaku yang kena denda. Ya, denda 'cuci kampung'," ucap Velmariri dikutip dari Kick Andy di Metro TV, Senin, 27 Maret 2023.
Denda tersebut sebelumnya dibayarkan dalam bentuk hewan ternak. Sekarang, denda diberikan dalam bentuk uang dengan nominal sebesar Rp 2,5 juta masing-masing dari pelaku dan korban.
Denda tersebut dibayarkan kepada ketua adat atau pengurus lingkungan kampung. Hukum adat masih menjadi pilihan utama keluarga korban dan warga sekitar. Akibatnya, proses dalam hukum positif dinilai sulit berjalan.
"Keluarga-keluarga lain yang mengatakan tidak usah di hukum positif, karean di ranah hukum positif itu sangat susah," kata Velmariri.
Velmariri juga menyampaikan keluarga pelaku bisa saja memberikan tekanan jika kasus dibawa ke ranah hukum positif. Ia mengaku pernah didatangi dan dijanjikan keluarga pelaku kejahatan seksual agar bisa dikembalikan ke hukum adat.
Terang saja tawaran tersebut langsung ditolak. Ia tidak ingin melakukan intervensi dengan keluarga korban.
Velmariri melakukan perannya sebagai pendamping korban kekerasan seksual tanpa mendapatkan bayaran. Dia hanya ingin korban mendapat keadilan. (Rafi Alvirtyantoro)
Jakarta: Hukum adat dengan hukum positif tentunya memiliki perbedaan dalam penerapannya. Hukum positif berlandaskan undang-undang, namun tak selalu begitu dengan hukum adat.
Aktivis perlindungan perempuan dan anak Velmariri Bambari menjelaskan bahwa hukum adat kerap tidak mewakili rasa keadilan korban kekerasan seksual. Contohnya, pelaku dan korban harus membayar denda karena dianggap telah membuat aib di lingkungan.
"Korban dan pelaku yang kena denda. Ya, denda 'cuci kampung'," ucap Velmariri dikutip dari
Kick Andy di
Metro TV, Senin, 27 Maret 2023.
Denda tersebut sebelumnya dibayarkan dalam bentuk hewan ternak. Sekarang, denda diberikan dalam bentuk uang dengan nominal sebesar Rp 2,5 juta masing-masing dari pelaku dan korban.
Denda tersebut dibayarkan kepada ketua adat atau pengurus lingkungan kampung. Hukum adat masih menjadi pilihan utama keluarga korban dan warga sekitar. Akibatnya, proses dalam hukum positif dinilai sulit berjalan.
"Keluarga-keluarga lain yang mengatakan tidak usah di hukum positif, karean di ranah hukum positif itu sangat susah," kata Velmariri.
Velmariri juga menyampaikan keluarga pelaku bisa saja memberikan tekanan jika kasus dibawa ke ranah hukum positif. Ia mengaku pernah didatangi dan dijanjikan keluarga pelaku kejahatan seksual agar bisa dikembalikan ke hukum adat.
Terang saja tawaran tersebut langsung ditolak. Ia tidak ingin melakukan intervensi dengan keluarga korban.
Velmariri melakukan perannya sebagai pendamping korban kekerasan seksual tanpa mendapatkan bayaran. Dia hanya ingin korban mendapat keadilan.
(Rafi Alvirtyantoro) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SUR)