medcom.id, Jakarta: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan fokus bersih-bersih dari masalah korupsi pada 2017. Dia ingin TNI bersih dari kejahatan 'kerah putih'.
"Kita harus melindungi TNI, melindungi prajurit dari kelakuan oknum pejabat TNI yang korup. Saya perintahkan Irjen TNI, POM TNI, dan petugas lainnya membentuk tim untuk melakukan bersih-bersih terhadap korupsi," kata Gatot, Selasa (3/1/2017).
Menurut Gatot, korupsi dapat dilakukan oknum pejabat TNI yang mempunyai wewenang, bukan prajurit di lapangan. Kejahatan ini, lanjut dia, dapat menghambat kemajuan dan pembangunan TNI.
Panglima pun menuturkan, pada 2016, TNI melaksanakan bersih-bersih diri dari narkoba. TNI akan tetap menindak tegas prajurit yang bandel menggunakan barang haram itu.
"Kepada prajurit TNI yang terlibat masalah narkoba, tidak ada ampun lagi. Apabila terkena narkoba, maka tidak pantas lagi menjadi prajurit TNI, hukumannya dipecat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pasal 62," tegas dia.
Perlu diketahui, TNI menjadi sorotan setelah terkait kasus dugaan suap pengadaan setelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Perkara ini menyeret seorang perwira tinggi TNI.
Kasus suap tersebut terbongkar ketika KPK menangkap tangan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. KPK juga mengamankan Hardy Stefanus dan pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) M. Adami Okta.
Lembaga Antikorupsi mengamankan Rp2 miliar dalam mata uang dolar AS dan dolar Singapura dari tangan Eko. Fulus itu diduga terkait pengadaan satelit monitoring senilai Rp220 miliar.
Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah diduga sebagai sumber dana suap ini. Suami artis Inneke Kusherawati diketahui berencana mengakuisisi PT MTI yang memenangkan tender satelit monitoring.
Eko pun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, Fahmi, Hardy dan Adami dijadikan tersangka pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkembangannya, Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama (Laksma) Bambang Udoyo (BU) ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Laksma Bambang adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan satelit monitoring Bakamla.
Puspom TNI sempat menggeledah kediaman Laksma Bambang. Dari sana, mereka menemukan barang buktiberupa fulus SGD80 ribu USD15 ribu yang diduga masih berkaitan dengan kasus dugaan suap digarap KPK.
medcom.id, Jakarta: Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akan fokus bersih-bersih dari masalah korupsi pada 2017. Dia ingin TNI bersih dari kejahatan 'kerah putih'.
"Kita harus melindungi TNI, melindungi prajurit dari kelakuan oknum pejabat TNI yang korup. Saya perintahkan Irjen TNI, POM TNI, dan petugas lainnya membentuk tim untuk melakukan bersih-bersih terhadap korupsi," kata Gatot, Selasa (3/1/2017).
Menurut Gatot, korupsi dapat dilakukan oknum pejabat TNI yang mempunyai wewenang, bukan prajurit di lapangan. Kejahatan ini, lanjut dia, dapat menghambat kemajuan dan pembangunan TNI.
Panglima pun menuturkan, pada 2016, TNI melaksanakan bersih-bersih diri dari narkoba. TNI akan tetap menindak tegas prajurit yang bandel menggunakan barang haram itu.
"Kepada prajurit TNI yang terlibat masalah narkoba, tidak ada ampun lagi. Apabila terkena narkoba, maka tidak pantas lagi menjadi prajurit TNI, hukumannya dipecat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI pasal 62," tegas dia.
Perlu diketahui, TNI menjadi sorotan setelah terkait kasus dugaan suap pengadaan setelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Perkara ini menyeret seorang perwira tinggi TNI.
Kasus suap tersebut terbongkar ketika KPK menangkap tangan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Bakamla Eko Susilo Hadi pada 14 Desember 2016. KPK juga mengamankan Hardy Stefanus dan pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) M. Adami Okta.
Lembaga Antikorupsi mengamankan Rp2 miliar dalam mata uang dolar AS dan dolar Singapura dari tangan Eko. Fulus itu diduga terkait pengadaan satelit monitoring senilai Rp220 miliar.
Direktur Utama PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah diduga sebagai sumber dana suap ini. Suami artis Inneke Kusherawati diketahui berencana mengakuisisi PT MTI yang memenangkan tender satelit monitoring.
Eko pun ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Dia disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara itu, Fahmi, Hardy dan Adami dijadikan tersangka pemberi suap. Mereka dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Dalam perkembangannya, Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama (Laksma) Bambang Udoyo (BU) ditetapkan sebagai tersangka oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI. Laksma Bambang adalah pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan satelit monitoring Bakamla.
Puspom TNI sempat menggeledah kediaman Laksma Bambang. Dari sana, mereka menemukan barang buktiberupa fulus SGD80 ribu USD15 ribu yang diduga masih berkaitan dengan kasus dugaan suap digarap KPK.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(NIN)