medcom.id, Jakarta: Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus dugaan korupsi di proyek payment gateway pembuatan paspor di Kementerian Hukum dan HAM. Denny Indrayana, bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM, terlapor dalam kasus ini masih berstatus saksi.
Bareskrim belum menetapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu sebagai tersangka. Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan penetapan status tersangka tak bisa disematkan secara serampangan.
"Kita tidak semudah itu menetapkan tersangka. Jika unsur-unsur terpenuhi ada alat buktinya, berhubungan satu dan lainnya, tidak serta merta menjadikan tersangka," terang Budi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2015).
Denny sedianya diperiksa Bareskrim sebagai saksi pada Kamis 12 Maret kemarin. Namun pendiri Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM itu menolak memberikan kesaksiannya. Alasannya, penyidik tak memperbolekan dia didampingi pengacara.
Budi tak mau ambil pusing dengan sikap Denny. Menurutnya, polisi akan terus berupaya menguak kasus ini.
"Tidak apa lah, beliau kan pakar hukum lebih tahu lah, pakar hukum kan dia jagonya, boleh saja kalau dibenarkan (sikap itu). Aturan di KUHAP tidak wajib, boleh iya boleh tidak, penyidik bilang tidak perlu karena sebagai saksi. Kalau tersangka mutlak (didampingi pengacara)," terangnya.
Budi juga belum mau mengungkap berapa besar kerugian negara akibat kasus yang juga berkaitan dengan legalitas proyek tersebut.
"Nanti lah secara keseluruhan, belum resmi berapa nilai kerugian negara, ada beberapa kasus, itu saja dulu," kata Budi.
Denny dilaporkan oleh Andi Syamsul pada 10 Februari lalu karena diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi payment gateway di Kemenkumham saat masih menjabat sebagai Wamenkumham. Dia dilaporkan dengan pasal 2 jo Pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Dugaan kasus korupsi Payment Gateway yang menyeret nama Denny ini disebut-sebut merugikan negara hingga Rp32 miliar. Hingga Rabu kemarin, polisi telah memeriksa lebih dari 20 orang saksi terkait kasus ini.
medcom.id, Jakarta: Bareskrim Polri masih menyelidiki kasus dugaan korupsi di proyek
payment gateway pembuatan paspor di Kementerian Hukum dan HAM. Denny Indrayana, bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM, terlapor dalam kasus ini masih berstatus saksi.
Bareskrim belum menetapkan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu sebagai tersangka. Kabareskrim Komjen Budi Waseso mengatakan penetapan status tersangka tak bisa disematkan secara serampangan.
"Kita tidak semudah itu menetapkan tersangka. Jika unsur-unsur terpenuhi ada alat buktinya, berhubungan satu dan lainnya, tidak serta merta menjadikan tersangka," terang Budi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (13/3/2015).
Denny sedianya diperiksa Bareskrim sebagai saksi pada Kamis 12 Maret kemarin. Namun pendiri Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM itu menolak memberikan kesaksiannya. Alasannya, penyidik tak memperbolekan dia didampingi pengacara.
Budi tak mau ambil pusing dengan sikap Denny. Menurutnya, polisi akan terus berupaya menguak kasus ini.
"Tidak apa lah, beliau kan pakar hukum lebih tahu lah, pakar hukum kan dia jagonya, boleh saja kalau dibenarkan (sikap itu). Aturan di KUHAP tidak wajib, boleh iya boleh tidak, penyidik bilang tidak perlu karena sebagai saksi. Kalau tersangka mutlak (didampingi pengacara)," terangnya.
Budi juga belum mau mengungkap berapa besar kerugian negara akibat kasus yang juga berkaitan dengan legalitas proyek tersebut.
"Nanti lah secara keseluruhan, belum resmi berapa nilai kerugian negara, ada beberapa kasus, itu saja dulu," kata Budi.
Denny dilaporkan oleh Andi Syamsul pada 10 Februari lalu karena diduga terlibat dalam kasus dugaan korupsi
payment gateway di Kemenkumham saat masih menjabat sebagai Wamenkumham. Dia dilaporkan dengan pasal 2 jo Pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.
Dugaan kasus korupsi Payment Gateway yang menyeret nama Denny ini disebut-sebut merugikan negara hingga Rp32 miliar. Hingga Rabu kemarin, polisi telah memeriksa lebih dari 20 orang saksi terkait kasus ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)