Dua terdakwa kasus suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016). Foto: MI/Atet Dwi Pramadia
Dua terdakwa kasus suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk Ariesman Widjaja (kiri) di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (10/8/2016). Foto: MI/Atet Dwi Pramadia

Tuntutan Jaksa kepada Ariesman Dinilai Berbeda dengan Fakta Persidangan

Achmad Zulfikar Fazli • 11 Agustus 2016 01:13
medcom.id, Jakarta: Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk Komisi Pemberantasan Korupsi disebut telah memberikan tuntutan yang berbeda dengan fakta persidangan kepada terdakwa kasus dugaan suap Ariesman Widjaja. Tuntutan yang diberikan dinilai hanya merupakan sebuah kesimpulan atau asumsi dari JPU.
 
Kuasa hukum Ariesman Widjaja, Adardam Achyar mengakui, kliennya terbukti memberikan uang kepada anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi. Namun tidak ada alat bukti dan fakta sidang yang bisa menunjukkan uang tersebut digunakan untuk mempengaruhi pembahasan Raperda Rencara Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta seperti dasar tuntutan Jaksa.
 
“Fakta persidangan tidak ada yang menyatakan bahwa Pak Ariesman memberikan uang itu untuk pembahasan Raperda. Uang yang diberikan kepada Mohammad Sanusi 2 miliar itu adalah bantuan seorang teman lama untuk sahabatnya yang mau maju jadi bakal calon gubernur Jakarta. Fakta persidangan mengatakan begitu,” tegas Adardam, Jakarta, Rabu (10/8/2016).

Menurut Adardam, dasar tuntutan Jaksa bahwa uang Rp2 miliar digunakan untuk mempengaruhi pembahasan Raperda RTRKS sangat berlebihan. Terlebih, Adardam mengklaim proyek pulau G yang dikembangkan Agung Podomoro Land (APL) hingga kini masih dalam tahap pengurukan.
 
Tuntutan Jaksa kepada Ariesman Dinilai Berbeda dengan Fakta Persidangan
Tersangka Ilustrasi reklamasi oulau G. Antara/Agus Suprapto.
 
Selama sidang, lanjut Adardam, anggota Balegda yang ikut dalam pembahasan Raperda tersebut juga tidak mengungkapkan adanya pendekatan ataupun permintaan dari Sanusi untuk mengubah pasal-pasal tertentu.
 
“Ini tidak masuk akal, karena Sanusi hanya satu dari 106 anggota DPRD DKI Jakarta. Mustahil uang Rp2 miliar bisa mempengaruhi seluruh Anggota Dewan. Dan saat bersaksi, tidak ada satupun anggota Balegda yang bilang dimintai sesuatu oleh Sanusi,” ujar Adardam.
 
Adardam menegaskan, sejak awal Agung Podomoro tidak mempermasalahkan soal kontribusi tambahan sebagaimana menjadi bahasan dalam Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis (RTRKS) Pantai Utara Jakarta. Apalagi dalam pertemuan pada 18 Maret 2016, Agung Podomoro telah menandatangani kesepakatan dengan Pemprov DKI Jakarta terkait kontribusi tambahan tersebut.
 
“Gubernur Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) saat bersaksi juga tegas mengatakan bahwa APL ini pengembang paling kooperatif. Jadi tidak ada motif bagi pak Ariesman untuk menolak, apalagi membatalkan besaran kontribusi tambahan seperti ketentuan yang akan diberlakukan, wong dia sudah setuju kok,” ungkapnya.
 
Dalam tuntutannya Jaksa meminta majelis hakim untuk menghukum bersalah Ariesman Wijadja dengan pidana 4 tahun dan denda 250 juta subsidair 6 bulan penjara dipotong masa tahanan. Sementara itu Trinanda dituntut pidana 3 tahun 6 bulan dan denda 200 juta subsidair 6 bulan penjara di potong masa tahanan.
 
Kedua terdakwa dinilai secara bersama dan berlanjut melakukan tindak pidana dan melanggar Undang-undang pemberantasan korupsi dan Uundang-undang tentang pemerintahan yang bersih anti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
 
Tuntutan Jaksa kepada Ariesman Dinilai Berbeda dengan Fakta Persidangan
Tersangka Dua terdakwa kasus suap kepada anggota DPRD DKI M Sanusi, mantan Presdir Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja (kanan) dan asisten pribadinya Trinanda Prihantoro (kiri). Antara/Widodo S. Jusuf.
 
Selama persidangan Ariesman sendiri bertindak sangat kooperatif dan tidak pernah mempersulit proses sidang. Mantan Presiden Direktur Agung Podomoro ini juga memberikan penjelasan secara runtut atas jawaban majelis hakim dan jaksa.
 
“Kami percaya majelis hakim akan mengambil keputusan terbaik. Fakta bahwa ada pemberian uang kepada Sanusi memang ada. Tapi bahwa uang itu untuk mempengaruhi materi Raperda, itu yang buktinya tidak pernah ada selama persidangan berlangsung,” tandas dia.
 
Kasus ini terbongkar ketika KPK mencokok Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi dan Personal Assistant PT Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro pada Kamis malam, 31 Maret 2016. Sanusi baru saja menerima uang dari Trinanda melalui seorang perantara.
 
Lembaga antikorupsi mengamankan uang Rp1,140 miliar yang diduga merupakan suap untuk Sanusi. Politikus Gerindra ini diketahui telah menerima sekitar Rp2 miliar dari PT APL secara bertahap.
 
Tuntutan Jaksa kepada Ariesman Dinilai Berbeda dengan Fakta Persidangan
Tersangka kasus suap raperda Reklamasi Jakarta M Sanusi. MI/Romy Pujianto.
 
Uang diduga sebagai suap terkait pembahasan raperda tentang rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035. Selain itu, fulus juga terkait raperda tentang rencana kawasan tata ruang kawasan strategis pantai Jakarta Utara.
 
KPK akhirnya menetapkan tiga tersangka pada kasus ini. Mereka adalah M. Sanusi, Trinanda, dan mantan Presiden Direktur PT APL Ariesman Widjaja.
 
Sanusi pun dijadikan tersangka penerima suap. Dia disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah UU 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
 
Sementara itu, Trinanda dan Ariesman jadi tersangka pemberi suap. Keduanya diganjar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 b atau Pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan