Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggandeng Universitas Sebelas Maret (UNS) untuk menyosialisasikan RUU KUHP. Kegiatan ini diharapkan menjadi sarana meningkatkan pemahaman publik akan urgensi pembaruan KUHP di Indonesia agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini.
Dekan Fakultas Hukum Sebelas Maret, I Gusti Ayu Ketut Handayani, mengatakan sosialisasi RKUHP merupakan hal yang sangat penting bagi terwujudnya sebuah produk hukum atau undang-undang dengan good process. Dalam prinsip legalitas hukum, perumusan peraturan-peraturan harus jelas dan terperinci serta dimengerti oleh masyarakat.
"Oleh karena itu, tentu acara hari ini merupakan bagian yang terpenting untuk mendukung KUHP buatan Indonesia. Tentunya transparansi dan partisipasi menjadi hal yang mutlak dan menjadi prasyarat,” kata Ketut Handayani dalam Forum Diskusi Publik bertema Sosialisasi RUU KUHP, Rabu, 16 November 2022.
Akademisi Universitas Indonesia, Surastini Fitriasih, menjelaskan ada pengurangan pasal dalam draf RKUHP pada 9 November 2022. Dari sebelumnya ada 632 pasal menjadi 627 pasal.
Surastini mengatakan perjalanan pembentukan RKUHP buatan Indonesia sudah cukup panjang. Berbagai masukan sudah diupayakan untuk dipertimbangkan.
“Meskipun belum sempurna, kita sudah membutuhkan KUHP buatan bangsa sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Maka itu, marilah kita mendukung KUHP buatan Indonesia dan mudah-mudahan dapat segera disahkan,” ungkap Surasti.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan prinsip keseimbangan menjadi pertimbangan yang ditonjolkan oleh perumus RKUHP.
"Para perumus mencoba mencari titik keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara. Yang kedua, titik keseimbangan antara perlindungan terhadap pelaku dan korban," ujar dia.
Menurut dia, perjuangan bangsa untuk memiliki KUHP buatan Indonesia sudah mendekati kenyataan. Sebab, Indonesia tidak bisa bertahan menggunakan Wetboek van Strafrecht (WvS) yang memiliki bahasa asli Belanda.
"Jangan sampai penegak hukum pidana di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketidakmengertian sumber aslinya," ucap Marcus.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sebelas Maret, Supanto menyatakan dukungannya untuk Indonesia mengesahkan KUHP nasional.
“Terjemahan hukum yang berasal dari Belanda masih macam-macam. Kita terkadang berbeda dalam memahami Bahasa Belanda. Politik hukum Indonesia sudah membuat kodifikasi sejak tahun 1963, yang menyerukan dengan amat sangat agar segera rancangan kodifikasi hukum pidana nasional selekas mungkin diselesaikan,” kata Supanto.
Jakarta: Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menggandeng Universitas Sebelas Maret (UNS) untuk menyosialisasikan
RUU KUHP. Kegiatan ini diharapkan menjadi sarana meningkatkan pemahaman publik akan urgensi pembaruan
KUHP di Indonesia agar lebih sesuai dengan dinamika masyarakat saat ini.
Dekan Fakultas Hukum Sebelas Maret, I Gusti Ayu Ketut Handayani, mengatakan sosialisasi RKUHP merupakan hal yang sangat penting bagi terwujudnya sebuah produk hukum atau undang-undang dengan
good process. Dalam prinsip legalitas hukum, perumusan peraturan-peraturan harus jelas dan terperinci serta dimengerti oleh masyarakat.
"Oleh karena itu, tentu acara hari ini merupakan bagian yang terpenting untuk mendukung KUHP buatan Indonesia. Tentunya transparansi dan partisipasi menjadi hal yang mutlak dan menjadi prasyarat,” kata Ketut Handayani dalam Forum Diskusi Publik bertema Sosialisasi RUU KUHP, Rabu, 16 November 2022.
Akademisi Universitas Indonesia, Surastini Fitriasih, menjelaskan ada pengurangan pasal dalam draf RKUHP pada 9 November 2022. Dari sebelumnya ada 632 pasal menjadi 627 pasal.
Surastini mengatakan perjalanan pembentukan
RKUHP buatan Indonesia sudah cukup panjang. Berbagai masukan sudah diupayakan untuk dipertimbangkan.
“Meskipun belum sempurna, kita sudah membutuhkan KUHP buatan bangsa sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Maka itu, marilah kita mendukung KUHP buatan Indonesia dan mudah-mudahan dapat segera disahkan,” ungkap Surasti.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menjelaskan prinsip keseimbangan menjadi pertimbangan yang ditonjolkan oleh perumus RKUHP.
"Para perumus mencoba mencari titik keseimbangan antara kepentingan individu, kepentingan masyarakat, dan kepentingan negara. Yang kedua, titik keseimbangan antara perlindungan terhadap pelaku dan korban," ujar dia.
Menurut dia, perjuangan bangsa untuk memiliki KUHP buatan Indonesia sudah mendekati kenyataan. Sebab, Indonesia tidak bisa bertahan menggunakan
Wetboek van Strafrecht (WvS) yang memiliki bahasa asli Belanda.
"Jangan sampai
penegak hukum pidana di Indonesia dilaksanakan berdasarkan ketidakmengertian sumber aslinya," ucap Marcus.
Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sebelas Maret, Supanto menyatakan dukungannya untuk Indonesia mengesahkan KUHP nasional.
“Terjemahan hukum yang berasal dari Belanda masih macam-macam. Kita terkadang berbeda dalam memahami Bahasa Belanda. Politik hukum Indonesia sudah membuat kodifikasi sejak tahun 1963, yang menyerukan dengan amat sangat agar segera rancangan kodifikasi hukum pidana nasional selekas mungkin diselesaikan,” kata Supanto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(END)