Jakarta: Publik tengah dihebohkan temuan kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Terbit diduga melakukan perbudakan modern dengan memperkerjakan puluhan orang di ladang kelapa sawit miliknya.
Temuan ini bermula dari penggeledahan rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Terbit sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara. Satu tim KPK menuju ke rumah pribadi Terbit dan menemukan kerangkeng manusia tersebut.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayat menuturkan setidaknya ada 40 orang yang dipenjara dalam kerangkeng manusia itu. Mereka tidak diberi makan layak dan tidak diberi gaji.
Baca: Pengakuan Penghuni Sel Bupati Langkat, Tidak Boleh Komunikasi dengan Keluarga
"Mereka tidak ada akses kemana-mana, dan mereka dipukul hingga lebam, tidak diberi makan dengan layak, tidak digaji selama bekerja dan tidak bisa komunikasi dengan pihak luar," kata Anis Hidayat dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia, Metro TV, Selasa, 25 Januari 2022.
Polisi menemukan kerangkeng manusia itu memiliki luas 6x6 meter di bangunan seluas 1 hektare. Kerangkeng dibagi menjadi dua kamar yang dibatasi menggunakan jeruji besi layaknya bangunan sel. Kapasitas kurang lebih 30 orang per kamar.
Dugaan kejahatan perbudakan modern ini tengah diselidiki kepolisian dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam mengatakan, Terbit bisa diproses hukum akibat kasus ini, meski tengah mendekam di sel tahanan KPK sebagai tersangka suap.
"Kalau memang ditemukan ada kasus penyiksaan, kasus perdagangan orang, ya tentu kasus ini berbeda dengan kasus korupsinya dan harus tetap dijalankan prosesnya," kata Anam.
Baca: 5 Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Apa ancaman hukuman pelaku perbudakan?
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisi perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam kekuasaan orang lain, sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.
Dalam peraturan tersebut, perbudakan merupakan salah satu bentuk eksploitasi manusia yang menjadi tujuan perdagangan orang. Sementara itu, perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.
Pelaku perbudakan dapat dijerat dengan Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 yang berbunyi:
"Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta."
UU Nomor 21 Tahun 2007 juga mengatur sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. Pada Pasal 8 mengatur setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan dan mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang, maka pidananya ditambah 1/3 dari ancaman pidana. Selain itu, pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.
Baca: Turut Dipekerjakan, Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat Dibayar dengan Puding
Jakarta: Publik tengah dihebohkan temuan
kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin. Terbit diduga melakukan perbudakan modern dengan memperkerjakan puluhan orang di ladang kelapa sawit miliknya.
Temuan ini bermula dari penggeledahan rumah Terbit di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Terbit sebelumnya terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan penerimaan sejumlah uang oleh penyelenggara negara. Satu tim KPK menuju ke rumah pribadi Terbit dan menemukan kerangkeng manusia tersebut.
Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayat menuturkan setidaknya ada 40 orang yang dipenjara dalam kerangkeng manusia itu. Mereka tidak diberi makan layak dan tidak diberi gaji.
Baca:
Pengakuan Penghuni Sel Bupati Langkat, Tidak Boleh Komunikasi dengan Keluarga
"Mereka tidak ada akses kemana-mana, dan mereka dipukul hingga lebam, tidak diberi makan dengan layak, tidak digaji selama bekerja dan tidak bisa komunikasi dengan pihak luar," kata Anis Hidayat dalam tayangan Selamat Pagi Indonesia,
Metro TV, Selasa, 25 Januari 2022.
Polisi menemukan kerangkeng manusia itu memiliki luas 6x6 meter di bangunan seluas 1 hektare. Kerangkeng dibagi menjadi dua kamar yang dibatasi menggunakan jeruji besi layaknya bangunan sel. Kapasitas kurang lebih 30 orang per kamar.
Dugaan kejahatan
perbudakan modern ini tengah diselidiki kepolisian dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam mengatakan, Terbit bisa diproses hukum akibat kasus ini, meski tengah mendekam di sel tahanan KPK sebagai tersangka suap.
"Kalau memang ditemukan ada kasus penyiksaan, kasus perdagangan orang, ya tentu kasus ini berbeda dengan kasus korupsinya dan harus tetap dijalankan prosesnya," kata Anam.
Baca:
5 Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat
Apa ancaman hukuman pelaku perbudakan?
Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, definisi perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktik serupa perbudakan adalah tindakan menempatkan seseorang dalam
kekuasaan orang lain, sehingga orang tersebut tidak mampu menolak suatu pekerjaan yang secara melawan hukum diperintahkan oleh orang lain itu kepadanya, walaupun orang tersebut tidak menghendakinya.
Dalam peraturan tersebut, perbudakan merupakan salah satu bentuk eksploitasi manusia yang menjadi tujuan perdagangan orang. Sementara itu, perdagangan orang adalah bentuk modern dari perbudakan manusia.
Pelaku perbudakan dapat dijerat dengan Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 yang berbunyi:
"Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta."
UU Nomor 21 Tahun 2007 juga mengatur sanksi pidana bagi penyelenggara negara yang melakukan tindak pidana perdagangan orang. Pada Pasal 8 mengatur setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan dan mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang, maka pidananya ditambah 1/3 dari ancaman pidana. Selain itu, pelaku dapat dikenakan pidana tambahan berupa pemberhentian secara tidak hormat dari jabatannya.
Baca:
Turut Dipekerjakan, Penghuni Kerangkeng Bupati Langkat Dibayar dengan Puding Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CIN)