Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

Peningkatan Harta Kekayaan Pejabat Secara Tidak Sah Didesak Masuk Delik Pidana

Indriyani Astuti • 25 Maret 2023 14:39
Jakarta: Masyarakat sipil mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk ketentuan pemidanaan delik peningkatan kekayaan pejabat publik secara tidak sah. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Pasal 20 Konvensi Anti-Korupsi (UNCAC). 
 
Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menjelaskan hal itu bisa dilakukan melalui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun ketentuan perundang-undangan teknis lainnya.
 
Menurut dia, dibutuhkan perubahan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Tujuannya untuk mengkriminalisasi penyelenggara negara wajib lapor yang tidak melaporkan harta kekayaannya. Peningkatan kekayaan pejabat publik secara tidak sah belum dimasukkan sebagai tindak pidana kriminalisasi di Indonesia.

"Ketika jumlah kekayaan yang dilaporkan tidak sesuai dengan profil penyelenggara negara, maka tidak bisa dilakukan pemidanaan sebelum diketahui pidana asalnya," ujar Julis melalui keterangan tertulis, Sabtu, 25 Maret 2023.
 
Baca: KPK Berkomitmen Kebut Penyelidikan Kasus Rafael Alun

Ketika Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) sudah menunjukkan adanya peningkatan kekayaan yang tidak sah, kata Julius, pejabat yang bersangkutan tetap tidak dapat dipidana. Menurutnya, kondisi itu menunjukkan bahwa LHKPN sejatinya tidak memiliki kekuatan apa pun dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi.
 
Julius menyebut penyelenggara negara diberikan kebebasan untuk memilih sendiri antara nilai perolehan atau nilai valuasi saat ini ketika melaporkan nilai hartanya. Mekanisme itu diperburuk dengan ketiadaan verifikasi administrasi dan faktual dari LHKPN yang disetorkan. Akibatnya, tegas dia, tidak ada pengawasan korupsi oleh penyelenggara negara melalui perolehan harta kekayaan.
 
"Hanya sebatas catatan belaka, oleh sebab itu, sanksi atas pelanggaran terhadap LHKPN sebatas sanksi administratif saja," terang Julius.
 
Sejumlah penyelenggara negara menjadi sorotan karena diduga memiliki harta yang nilainya tidak wajar. Hal itu bermula dari viralnya unggahan flexing harta kekayaan oleh keluarga para penyelenggara negara, antara lain Pegawai Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo, mantan pegawai Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, dan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
 
Para penyelenggara negara tersebut diperiksa Kementerian Keuangan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Asal-usul harta kekayaan itu pun ditelisik karena dinilai tidak wajar apabila disandingkan dengan pendapatan resmi aparatur sipil negara (ASN) serta LHKPN yang disetor ke KPK.
 
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan