Jakarta: Perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan kembali mendatangi Bareskrim Polri untuk mengajukan laporan baru terkait perlindungan anak, karena 44 dari 135 korban meninggal dunia terdiri atas perempuan dan anak. Namun, laporan tersebut ditolak oleh penyidik.
Staf Hukum Kontras selaku perwakilan keluarga korban, Muhammad Yahya, menyebut penanganan kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah berakhir di persidangan tidak menerapkan pasal perlindungan anak, hanya menggunakan Pasal 359 dan 360 mengenai kealpaan yang mengakibatkan kematian.
"Di sini niatnya kami ingin membuat laporan baru mengenai hal tadi, cuma sayangnya setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak kepolisian, dari SPKT juga itu menolak laporan yang kami ajukan,” kata Yahya di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, 10 April 2023.
Yahya datang ke Bareskrim Polri bersama lima perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang anaknya meninggal dunia. Namun, saat audiensi dengan penyidik, hanya satu keluarga korban yang diizinkan masuk ruang SPKT.
Menurut dia, kedatangan para keluarga korban untuk menuntut keadilan atas Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 135 orang, tetapi tidak ada pihak yang bertanggung jawab dihukum atas peristiwa tragis tersebut.
"Alasan laporan kami ditolak karena tidak membawa cukup alat bukti. Sebetulnya itu tidak berlandaskan hukum yang di mana-mana dalam hukum acara pidana pun juga proses pembuktian itu nantinya ada di penyelidikan ditemukan atau tidak,” kata Yahya.
LBH Pos Malang yang mendampingi keluarga korban, Daniel Siagian, menyebut proses penegakan hukum kasus Kanjuruhan masih jauh dari keadilan. Dua tersangka divonis bebas dan satu tersangka divonis ringan.
Menurut dia, Bareskrim Polri hendaknya lebih proaktif melakukan pengembangan kasus dalam mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan, tidak hanya melibatkan pasal-pasal yang relatif ringan dengan Pasal 359 dan 360, melainkan harus mengacu pada akar permasalahan dari tindak pidana yang terjadi 1 Oktober 2023 itu.
"Sudah jelas tanggal 1 Oktober 2022 aparat melakukan kekerasan yang bersifat menggunakan kekerasan luar biasa dan harusnya Bareskrim menindaklanjuti aparat keamanan dalam hal ini personel Brimob yang melakukan penembakan gas air mata ke bagian tribun stadion," ujar dia.
Sementara itu, ibu salah satu korban Tragedi Kanjuruhan, Kartini, 52, mengaku masih berat mengikhlaskan kematian putrinya dalam tragedi tersebut. Dia kecewa dengan keadilan yang diberikan.
Menurut dia, putrinya berangkat ke Stadion Kanjuruhan untuk menonton pertandingan sepak bola karena sangat menyukai sepak bola. Namun, sang anak justru pulang dalam keadaan meninggal dunia.
"Kami tidak ingin ke depannya ada ibu-ibu yang merasakan seperti saya. Harusnya perhatian ini ke depannya jangan terulang lagi," ucap Kartini dengan suara menahan tangis.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan membenarkan kedatangan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan ke Bareskrim Polri. Dia menyebut ada lima perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang datang didampingi pengacara dan LBH Kontras, untuk membuat laporan polisi terkait dugaan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU Perlindungan Anak.
Setelah dilakukan konsultasi oleh petugas piket Dittipidum Bareskrim Polri, petugas tidak memberikan rekomendasi untuk penerbitan laporan polisi.
"Karena proses hukum masih berjalan (kasasi), sehingga belum berkekuatan hukum tetap (inkrah)," kata Ramadhan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Jakarta: Perwakilan keluarga korban
Tragedi Kanjuruhan kembali mendatangi Bareskrim
Polri untuk mengajukan laporan baru terkait perlindungan anak, karena 44 dari 135 korban meninggal dunia terdiri atas perempuan dan anak. Namun, laporan tersebut ditolak oleh penyidik.
Staf Hukum Kontras selaku perwakilan keluarga korban, Muhammad Yahya, menyebut penanganan kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah berakhir di persidangan tidak menerapkan pasal perlindungan anak, hanya menggunakan Pasal 359 dan 360 mengenai kealpaan yang mengakibatkan kematian.
"Di sini niatnya kami ingin membuat laporan baru mengenai hal tadi, cuma sayangnya setelah berdiskusi panjang lebar dan alot dengan pihak kepolisian, dari SPKT juga itu menolak laporan yang kami ajukan,” kata Yahya di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, 10 April 2023.
Yahya datang ke Bareskrim Polri bersama lima perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang anaknya meninggal dunia. Namun, saat audiensi dengan penyidik, hanya satu keluarga korban yang diizinkan masuk ruang SPKT.
Menurut dia, kedatangan para keluarga korban untuk menuntut
keadilan atas Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menewaskan 135 orang, tetapi tidak ada pihak yang bertanggung jawab dihukum atas peristiwa tragis tersebut.
"Alasan laporan kami ditolak karena tidak membawa cukup alat bukti. Sebetulnya itu tidak berlandaskan hukum yang di mana-mana dalam hukum acara pidana pun juga proses pembuktian itu nantinya ada di penyelidikan ditemukan atau tidak,” kata Yahya.
LBH Pos Malang yang mendampingi keluarga korban, Daniel Siagian, menyebut proses penegakan hukum kasus Kanjuruhan masih jauh dari keadilan. Dua tersangka divonis bebas dan satu tersangka divonis ringan.
Menurut dia, Bareskrim Polri hendaknya lebih proaktif melakukan pengembangan kasus dalam mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan, tidak hanya melibatkan pasal-pasal yang relatif ringan dengan Pasal 359 dan 360, melainkan harus mengacu pada akar permasalahan dari tindak pidana yang terjadi 1 Oktober 2023 itu.
"Sudah jelas tanggal 1 Oktober 2022 aparat melakukan kekerasan yang bersifat menggunakan kekerasan luar biasa dan harusnya Bareskrim menindaklanjuti aparat keamanan dalam hal ini personel Brimob yang melakukan penembakan gas air mata ke bagian tribun stadion," ujar dia.
Sementara itu, ibu salah satu korban Tragedi Kanjuruhan, Kartini, 52, mengaku masih berat mengikhlaskan kematian putrinya dalam tragedi tersebut. Dia kecewa dengan keadilan yang diberikan.
Menurut dia, putrinya berangkat ke Stadion Kanjuruhan untuk menonton pertandingan sepak bola karena sangat menyukai sepak bola. Namun, sang anak justru pulang dalam keadaan meninggal dunia.
"Kami tidak ingin ke depannya ada ibu-ibu yang merasakan seperti saya. Harusnya perhatian ini ke depannya jangan terulang lagi," ucap Kartini dengan suara menahan tangis.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan membenarkan kedatangan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan ke Bareskrim Polri. Dia menyebut ada lima perwakilan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan yang datang didampingi pengacara dan LBH Kontras, untuk membuat laporan polisi terkait dugaan kekerasan terhadap anak sebagaimana diatur dalam Pasal 80 UU Perlindungan Anak.
Setelah dilakukan konsultasi oleh petugas piket Dittipidum Bareskrim Polri, petugas tidak memberikan rekomendasi untuk penerbitan laporan polisi.
"Karena proses hukum masih berjalan (kasasi), sehingga belum berkekuatan hukum tetap (inkrah)," kata Ramadhan.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AZF)