Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adjie. Ant/Akbar Nugroho.
Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adjie. Ant/Akbar Nugroho.

Indriyanto Nilai Data Kerugian Negara tidak Imperatif

Yogi Bayu Aji • 05 Januari 2016 00:08
medcom.id, Jakarta: Mantan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Indriyanto Seno Adji berpendapat kubu bekas Direktur Utama PT Pelindo II Richard Joost Lino salah menilai posisi kerugian negara dalam penetapan tersangka. Pasalnya, data kerugian negara belum diperlukan dalam menaikan status tersangka.
 
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Krisnadwipayana ini menilai, hasil perhitungan kerugian negara baru dipakai saat penyidikan untuk kepentingan penuntutan di pengadilan. Sementara dalam penetapan tersangka itu, syaratnya adalah dua alat bukti.
 
"Kerugian negara tidak imperatif (bersifat mengharuskan) sifatnya. Karena yang dinamakan tindak pidana adalah persoalan minimum dua alat bukti terhadap dugaan perbuatan (actus reus) sebagai delik inti yang strafbaar (yang dapat dipidana)," kata Indriyanto dalam pesan singkat, Senin (4/1/2016).

Indriyanto hakul yakin, lembaga antikorupsi telah mengantongi dua alat bukti yang cukup untuk menjadikan Lino sebagai pesakitan. Dia percaya, lembaga yang pernah dipimpinnya berhati-hati dalam menetapkan tersangka.
 
Sebelumnya, pengacara Lino Maqdir Ismail, meragukan data kerugian negara yang dimiliki lembaga antikorupsi. Pasalnya, kata dia, KPK juga belum menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan namun sudah menetapkan tersangka.
 
Menurut dia, KPK tak bisa asal menetapkan tersangka kasus korupsi tanpa ada penghitungan kerugian negara resmi dari BPK. Bila pun ada, lanjut dia, data kerugian negara pun juga belum cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka.
 
Lino diketahui tersandung kasus dugaan korupsi pengadaan tiga Quay Container Crane di Pelindo II pada tahun anggaran 2010. Dia ditetapkan sebagai tersangka pada 18 Desember lalu.
 
Dia diduga telah melakukan perbuatan pelawanan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri dan korporasi. Namun, KPK belum dapat menyampaikan kerugian negara dalam kasus ini karena masih dalam tahap penghitungan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DRI)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan