Jakarta: Jaksa Agung M. Prasetyo memastikan terduga teroris di Pasuruan, Jawa Timur terancam hukuman berat. Selain tak kooperatif karena melarikan diri, terduga anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Pasuruan itu merupakan residivis kasus terorisme.
"Karena residivis ada faktor yang memberatkan, itu salah satu faktor kalau orang sudah pernah dihukum, sudah disadarkan dan dibina tapi masih tetap melakukan," tegas Prasetyo di Kompleks Kejagung, Jakarta, Jumat, 6 Juli 2018.
Terduga pelaku bernama Abdullah itu pernah menjalani hukuman penjara atas kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada 2010. Ia bebas lima tahun kemudian dan hidup berpindah-pindah.
Baca: Identitas Pemilik Bom Pasuruan Disebar
Prasetyo tak menyebut seberat apa hukuman yang bakal diberikan setelah Abdullah diadili. Hukuman itu jelas lebih besar dibanding vonis sebelumnya.
"Itu (residivis) jadi pertimbangan, jaksa tahu persis hal-hal yang memberatkan," ucap dia.
Prasetyo memahami membutuhkan waktu panjang mengembalikan ideologi mereka agar kembali mencintai Tanah Air. Terlebih, narapidana terorisme masuk kategori garis keras.
"Jadi enggak bisa kita langsung percaya setelah mengikuti program deradikalisai itu langsung menjadi normal kembali 100 persen," ucap Prasetyo.
Program penanganan lunakpemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dinilai sudah tepat. Pelaku di sisi lain bisa dianggap sebagai korban lantaran paparan radikalisasi terorisme.
"Kita enggak boleh terus menduga atau mencurigai atau memarginalkan, mereka (mantan narapidana terorisme) tetap bangsa kita, saudara kita yang perlu kita rangkul dan bisa mengikuti pemahaman selayaknya bangsa Indonesia yang memiliki NKRI," beber dia.
Jakarta: Jaksa Agung M. Prasetyo memastikan terduga teroris di Pasuruan, Jawa Timur terancam hukuman berat. Selain tak kooperatif karena melarikan diri, terduga anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Pasuruan itu merupakan residivis kasus terorisme.
"Karena residivis ada faktor yang memberatkan, itu salah satu faktor kalau orang sudah pernah dihukum, sudah disadarkan dan dibina tapi masih tetap melakukan," tegas Prasetyo di Kompleks Kejagung, Jakarta, Jumat, 6 Juli 2018.
Terduga pelaku bernama Abdullah itu pernah menjalani hukuman penjara atas kasus terorisme di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta, pada 2010. Ia bebas lima tahun kemudian dan hidup berpindah-pindah.
Baca: Identitas Pemilik Bom Pasuruan Disebar
Prasetyo tak menyebut seberat apa hukuman yang bakal diberikan setelah Abdullah diadili. Hukuman itu jelas lebih besar dibanding vonis sebelumnya.
"Itu (residivis) jadi pertimbangan, jaksa tahu persis hal-hal yang memberatkan," ucap dia.
Prasetyo memahami membutuhkan waktu panjang mengembalikan ideologi mereka agar kembali mencintai Tanah Air. Terlebih, narapidana terorisme masuk kategori garis keras.
"Jadi enggak bisa kita langsung percaya setelah mengikuti program deradikalisai itu langsung menjadi normal kembali 100 persen," ucap Prasetyo.
Program penanganan lunakpemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dinilai sudah tepat. Pelaku di sisi lain bisa dianggap sebagai korban lantaran paparan radikalisasi terorisme.
"Kita enggak boleh terus menduga atau mencurigai atau memarginalkan, mereka (mantan narapidana terorisme) tetap bangsa kita, saudara kita yang perlu kita rangkul dan bisa mengikuti pemahaman selayaknya bangsa Indonesia yang memiliki NKRI," beber dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(OJE)