Jakarta: Terdakwa kasus dugaan suap terkait proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Fayakhun Andriadi sempat mengancam tidak mau mengurus usulan penambahan anggaran di DPR RI. Ini dilakukan bila dia tidak diberikan fee.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK M Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan mengatakan, Fayakhun meminta tambahan fee 1% untuk dirinya sendiri, dari nilai fee 6% yang dijanjikan Staf Khusus Bidang Perencanaan dan Anggaran di Lingkungan Bakamla, Ali Fahmi Habsyi.
"Terdakwa melalui Direktur PT Rhode and Schwarz Indonesia, Erwin Arief menanyakan ke Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Mireal Esa mengenai fee sebesar 7% yang belum diberikan, karena jika tidak segera diberikan terdakwa tidak mau 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran Bakamla di Komisi I DPR," beber Jaksa Takdir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis, 16 Agustus 2018.
Penambahan fee sebesar 7% dari total nilai proyek itu disetujui oleh Erwin. Fayakhun lantas berkoordinasi dengan Fahmi mengenai tata cara dan besaran fee yang perlu diberikan.
"Terdakwa meminta agar komitmen fee untuk dirinya dikirimkan secara bertahap, yakin USD300 ribu ke rekening USD money changer di Hongkong China yang pengirimannya dipecah menjadi USD200 ribu dan USD100 ribu," ujar Takdir.
(Baca juga: Fayakhun Kawal Penambahan Anggaran Bakamla Rp3 Triliun di DPR)
Jakarta: Terdakwa kasus dugaan suap terkait proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla) RI, Fayakhun Andriadi sempat mengancam tidak mau mengurus usulan penambahan anggaran di DPR RI. Ini dilakukan bila dia tidak diberikan fee.
Jaksa Penuntut Umum pada KPK M Takdir Suhan saat membacakan surat dakwaan mengatakan, Fayakhun meminta tambahan fee 1% untuk dirinya sendiri, dari nilai fee 6% yang dijanjikan Staf Khusus Bidang Perencanaan dan Anggaran di Lingkungan Bakamla, Ali Fahmi Habsyi.
"Terdakwa melalui Direktur PT Rhode and Schwarz Indonesia, Erwin Arief menanyakan ke Fahmi Darmawansyah selaku Direktur PT Mireal Esa mengenai fee sebesar 7% yang belum diberikan, karena jika tidak segera diberikan terdakwa tidak mau 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran Bakamla di Komisi I DPR," beber Jaksa Takdir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Kamis, 16 Agustus 2018.
Penambahan fee sebesar 7% dari total nilai proyek itu disetujui oleh Erwin. Fayakhun lantas berkoordinasi dengan Fahmi mengenai tata cara dan besaran fee yang perlu diberikan.
"Terdakwa meminta agar komitmen fee untuk dirinya dikirimkan secara bertahap, yakin USD300 ribu ke rekening USD money changer di Hongkong China yang pengirimannya dipecah menjadi USD200 ribu dan USD100 ribu," ujar Takdir.
(Baca juga:
Fayakhun Kawal Penambahan Anggaran Bakamla Rp3 Triliun di DPR)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)