medcom.id, Jakarta: Pengamat hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis menilai wajar kewenangan penerbitan surat izin mengemudi (SIM) oleh polisi digugat ke Mahkamah Konstitusi. Kewenangan polisi untuk melayani masyarakat dalam pembuatan SIM selalu menjadi perdebatan menarik.
"Ini memang menarik, selalu menjadi perdebatan yang menarik. Saya rasa memang harus didebatkan," kata Margarito saat dihubungi Metrotvnews.com, Jumat (2/10/2015).
Margarito menyoroti alasan penggugat yeng menyebut kewenangan polisi dalam menerbitkan SIM, STNK dan BPKB bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Pasal itu menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat. Alasan tersebut, kata Margarito, menjadi salah satu faktor yang menjadi bahan perdebatan.
"Apakah pembuatan SIM itu adalah bagian dari keamanan negara. Ini yang mesti dijelaskan. Terminologi keamanan negara ini lah yang mesti diperjelas," ujarnya.
"Itu yang mesti bisa ditafsirkan oleh pengadilan MK. Kita tidak bisa bilang apakah pembuatan SIM itu sudah ideal di kepolisian atau lebih baik dipindah ke lembaga lain sebelum ada kejelasan terkait terminologi 'alat keamanan negara' dan kewenangan polisi untuk mengamankan dan menertibkan masyarakat," papar Margarito.
Sebelumnya, seorang warga negara bernama Alissa Q Munawaroh Rahman dan Hari Kurniawan mempermasalahkan kewenangan kepolisian menerbitkan SIM, STNK dan BPKB dengan mengajukan permohonan uji materi ke MK.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Malang Corruption Watch, dan Pemuda Muhammadiyah turut mengajukan uji materi UU tentang Lalu Lintas tersebut ke MK.
Beberapa butir pasal yang diujimaterikan, yakni Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88 UU LLAJ.
"Para pemohon menganggap kebijakan Polri menerbitkan SIM, STNK dan BPKB bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat".
Pemohon juga menilai kepolisian tidak berwenang mengurus administrasi penerbitan SIM, STNK dan BPKB namun hanya sebatas mengamankan dan menertibkan masyarakat.
medcom.id, Jakarta: Pengamat hukum tata negara dari Universitas Khairun Ternate Margarito Kamis menilai wajar kewenangan penerbitan surat izin mengemudi (SIM) oleh polisi digugat ke Mahkamah Konstitusi. Kewenangan polisi untuk melayani masyarakat dalam pembuatan SIM selalu menjadi perdebatan menarik.
"Ini memang menarik, selalu menjadi perdebatan yang menarik. Saya rasa memang harus didebatkan," kata Margarito saat dihubungi Metrotvnews.com, Jumat (2/10/2015).
Margarito menyoroti alasan penggugat yeng menyebut kewenangan polisi dalam menerbitkan SIM, STNK dan BPKB bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945. Pasal itu menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat. Alasan tersebut, kata Margarito, menjadi salah satu faktor yang menjadi bahan perdebatan.
"Apakah pembuatan SIM itu adalah bagian dari keamanan negara. Ini yang mesti dijelaskan. Terminologi keamanan negara ini lah yang mesti diperjelas," ujarnya.
"Itu yang mesti bisa ditafsirkan oleh pengadilan MK. Kita tidak bisa bilang apakah pembuatan SIM itu sudah ideal di kepolisian atau lebih baik dipindah ke lembaga lain sebelum ada kejelasan terkait terminologi 'alat keamanan negara' dan kewenangan polisi untuk mengamankan dan menertibkan masyarakat," papar Margarito.
Sebelumnya, seorang warga negara bernama Alissa Q Munawaroh Rahman dan Hari Kurniawan mempermasalahkan kewenangan kepolisian menerbitkan SIM, STNK dan BPKB dengan mengajukan permohonan uji materi ke MK.
Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Malang Corruption Watch, dan Pemuda Muhammadiyah turut mengajukan uji materi UU tentang Lalu Lintas tersebut ke MK.
Beberapa butir pasal yang diujimaterikan, yakni Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88 UU LLAJ.
"Para pemohon menganggap kebijakan Polri menerbitkan SIM, STNK dan BPKB bertentangan dengan Pasal 30 ayat 4 UUD 1945 yang menyatakan polisi sebagai alat keamanan negara yang bertugas melindungi dan mengayomi masyarakat".
Pemohon juga menilai kepolisian tidak berwenang mengurus administrasi penerbitan SIM, STNK dan BPKB namun hanya sebatas mengamankan dan menertibkan masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(KRI)