medcom.id, Jakarta: Berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran hak perempuan buruh migran, dan anggota keluarganya, masih terjadi hingga hari ini. Ironisnya, hanya sedikit dari kasus-kasus tersebut yang dapat dituntaskan.
Koodinator Program Solidaritas Perempuan Nisaa Yura mengatakan, kekerasan terhadap perempuan buruh Migran dari tahun ke tahun belum berubah. Menurutnya, banyak kasus yang membuktikan pemerintah abai, dan belum serius menempatkan perlindungan Perempuan Buruh Migran sebagai prioritas utama yang harus dilakukan.
"Perempuan buruh Migran ini pergi ingin mencapai kesejahteraan. Jika mereka mengalami sebuah kasus yang belum tentu itu terbukti dampaknya juga terasa pada keluarga," kata Nisaa dalam sebuah forum di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2016).
Nisaa mengatakan, ada sistem yang salah dilakukan pemerintah dalam menangani buruh Migran. Pemerintah, kata dia, seringkali tidak mampu membela warga negaranya yang dikriminalisasi atau menghadapi ancaman hukuman mati.
"Buruh migran itu tanggung jawab negara. Undang-undang 39/2004 tentang buruh Migran harus direvisi dan higga saat ini drafnya belum selesai. Ketika warga Negara Indonesia yang mengalami kekerasan bahkan hingga kematian, pemerintah tidak berdaya untuk menuntut keadilan," ucapnya.
Menurut Nisaa, ketidakmampuan pemerintah nampak ketika tidak bisa dapat memberikan perkembangan terkini, terhadap kasus yang menimpa buruh Migran. Selain itu, kata dia, pemerintah juga tidak berdaya menuntut keadilan yang terjadi dari banyak kasus buruh migran untuk memenuhi hak-hak mereka.
"Masih banyak tugas bagi pemerintah untuk buruh Migran. Kami merasakan negara belum hadir dalam melindungi buruh Migran," tuturnya.
medcom.id, Jakarta: Berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran hak perempuan buruh migran, dan anggota keluarganya, masih terjadi hingga hari ini. Ironisnya, hanya sedikit dari kasus-kasus tersebut yang dapat dituntaskan.
Koodinator Program Solidaritas Perempuan Nisaa Yura mengatakan, kekerasan terhadap perempuan buruh Migran dari tahun ke tahun belum berubah. Menurutnya, banyak kasus yang membuktikan pemerintah abai, dan belum serius menempatkan perlindungan Perempuan Buruh Migran sebagai prioritas utama yang harus dilakukan.
"Perempuan buruh Migran ini pergi ingin mencapai kesejahteraan. Jika mereka mengalami sebuah kasus yang belum tentu itu terbukti dampaknya juga terasa pada keluarga," kata Nisaa dalam sebuah forum di Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (17/3/2016).
Nisaa mengatakan, ada sistem yang salah dilakukan pemerintah dalam menangani buruh Migran. Pemerintah, kata dia, seringkali tidak mampu membela warga negaranya yang dikriminalisasi atau menghadapi ancaman hukuman mati.
"Buruh migran itu tanggung jawab negara. Undang-undang 39/2004 tentang buruh Migran harus direvisi dan higga saat ini drafnya belum selesai. Ketika warga Negara Indonesia yang mengalami kekerasan bahkan hingga kematian, pemerintah tidak berdaya untuk menuntut keadilan," ucapnya.
Menurut Nisaa, ketidakmampuan pemerintah nampak ketika tidak bisa dapat memberikan perkembangan terkini, terhadap kasus yang menimpa buruh Migran. Selain itu, kata dia, pemerintah juga tidak berdaya menuntut keadilan yang terjadi dari banyak kasus buruh migran untuk memenuhi hak-hak mereka.
"Masih banyak tugas bagi pemerintah untuk buruh Migran. Kami merasakan negara belum hadir dalam melindungi buruh Migran," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(YDH)